Chapter 9: Langkah Pertama

1420 Words
Matahari mulai meninggi panasnya membuat kulit terasa terbakar. Jarum jam telah menunjukkan pukul 11 tapi belum juga ada yang mampir ke kios milik Chris. Laki-laki berusia empat puluh tahun tersebut menoleh ke seluruh kios-kios yang ada di sekitarnya. Walaupun hanya satu atau dua orang kios mereka tetap ada pengunjung dan pembeli. Sangat jauh berbeda dari kios miliknya, sementara dia tahu bawa Cherry belum makan sama sekali. Gadis itu meringkuk di sudut kios dan memeluk lututnya tatapannya kosong seperti sedang memikirkan sesuatu. Chris tidak tahu bahwa Cherry tengah menahan lapar. Gadis cilik itu masih diam ia belum berani membuka mulutnya ingin mengatakan bahwa "ayah Cherry lapar". Namun usahanya sia-sia sekuat apapun ia menahan rasa lapar yang melilit perutnya. Rasa lapar itu tidak pernah hilang dari dalam dirinya. Cherry memutuskan untuk mendekati sang ayah yang tengah duduk di depan kios. "Ayah, Cherry lapar," keluh bocah berusia sepuluh tahun tahun tersebut. Bak tersambar petir di siang bolong. Keluhan sang anak membuyarkan seluruh lamunan Chris. Hatinya benar-benar sakit dan teriris gadis cilik itu menahan lapar hingga waktu makan siang tiba. Sementara itu, Chris sama sekali tidak memiliki uang barang satu dolar pun. Andai ini hari Sabtu atau Minggu sudah pasti akan mengunjungi kedai bayar suka-suka, karena disana menyediakan banyak makanan yang bisa membayar sesuai dengan uang yang mereka miliki. Cherry memegangi perutnya dan menatap sang ayah dengan wajah yang memelas. "Cherry tunggulah sebentar Ayah akan carikan makan untuk Cherry. Jaga toko dengan baik. Ayah tidak akan lama." Tanpa menunggu jawaban dari Cherry, Chris mulai meninggalkan Cherry di kios itu sendirian. Setelah ia menjauh dari anaknya perlahan air matanya turun membasahi pipi, ia membasuhnya dengan kasar dan terus berjalan entah kemana kaki menuntunnya. Hatinya benar-benar sakit nyalinya ciut saat melihat semua kios yang ada di paddy's market itu penuh dengan pengunjung. Kenapa kiosku sepi sendiri apa barang yang aku jual tidak menarik untuk mereka? Batin Chris. Pikirannya terus melanglang buana entah kemana. Pertama ia harus kehilangan rumahnya, sekarang ia bahkan tidak bisa memberi makan anaknya, ditambah lagi pendapatan kios yang sama sekali tidak ada hasilnya, tapi dia harus tetap membayar sewa kios tersebut. Ke mana aku harus mencari makanan untuk Cherry? Batin Chris. Inilah saat terpuruk dan ketakutan yang nyata untuk Chris. Chris masih berjalan tidak tentu arah sampai bola matanya menangkap satu kedai yang sangat sangat ramai dan di atas meja terdapat satu potong roti yang jauh dari pelanggan lainnya. Di satu sisi dia tidak ingin melakukan hal itu tapi di sisi lain ia terdesak dan terpaksa harus melakukan hal itu bahwa hanya itu satu-satunya cara untuk dia mendapatkan makan bagi anaknya, Cherry. Mencuri, ya dia akan mencuri dan itu dia lakukan terpaksa, untuk yang pertama kali dalam hidupnya. Dia akan melakukan kejahatan dan yang lebih parah adalah dia mencuri hanya sepotong roti. Sungguh nasib yang miris untuk dibayangkan, jangan sampai Cherry melihat kelakuan buruk tersebut. Perlahan-lahan Chris mulai mendekati meja itu. Tempat khusus kuliner di paddy's market. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat kondisi. Chris berpura-pura duduk terlebih dahulu, setelah dirasa aman dan tidak ada yang melihatnya. Chris langsung menyahut satu potong roti itu dan menyembunyikannya di balik bajunya yang longgar. Jantungnya berpacu dengan sangat cepat dia takut, takut jika tindakannya diketahui seseorang dan dia akan dilaporkan ke kepolisian sudah pasti dia akan dipenjara dan tidak akan pernah bisa melihat Cherry lagi. Dengan kondisi kakinya yang masih sakit ia berjalan terseok-seok dan masuk ke dalam kerumunan. Bahunya mulai menurun ia merasa lebih lega karena telah sedikit jauh dari kedai tersebut. Kedai di mana dia mengambil sepotong roti tanpa membayar, tanpa meminta. Satu-satunya makanan hasil perbuatan dosanya yang akan masuk ke dalam tubuh Cherry. Namun dia tidak punya pilihan lain selain itu atau Cherry akan kelaparan sepanjang hari. Detakan jantung itu masih terasa begitu cepat hingga membuat dadanya terasa sakit bahkan menghirup nafas pun sulit. Chris terus berjalan kembali ke kios miliknya. Sebelum benar-benar tiba di kiosnya, ia mengatur nafasnya, suaranya, agar tidak bergetar dihadapan anaknya, Cherry. Sang ayah akhirnya memutuskan berbelok ke toilet terlebih dahulu mencuci mukanya dan menenangkan dirinya. Setelah sepuluh menit berada di toilet dengan sepotong roti di genggamannya Chris mulai berjalan kembali menuju kiosnya dan bertemu dengan Cherry. "Cherry, Ayah kembali," tukas Chris. Laki-laki itu melihat anaknya yang sedang bermain dengan berbagai macam barang yang ada di kios itu. Ingin rasanya Chris menangis melihat anaknya yang begitu menderita setelah kepergian sang ibu. Cherry menoleh dan telah mendapati sang ayah berdiri di belakangnya. "Ayah sudah kembali? Apa yang Ayah bawa nasi ayam, nasi daging atau yang lain?" tanya Cherry dengan semangat. Lagi, perasaan itu kembali muncul. Perasaan bersalah, perasaan ketidakberdayaannya untuk menghidupi seorang anak. Bahkan ia tidak membawa apapun yang Cherry sebutkan. Maafkan ayah Cherry, Ayah hanya membawa sepotong roti itupun hasil Ayah mencuri, batin Chris. "Ayah tidak membawa nasi Cherry, maafkan ayah. Ayah hanya bisa memberimu sepotong roti siang ini," lirih Chris. "Jangan bersedih Ayah itu pun sudah bisa membuat perut Cherry kenyang. Kita akan makan berdua, kita potong menjadi dua, Ayah satu Cherry satu." Cherry menyahut roti yang ada di genggaman tangan sang ayah dan membukanya lalu membaginya menjadi dua. Chris malu, sangat malu dan sangat membenci dirinya. Air matanya perlahan kembali luruh karena melihat sang anak harus memakan separuh roti. Gadis cilik itu memakan separuh rotinya dengan sangat lahap. Wajahnya terlihat berseri-seri ia ingin memperlihatkan pada sang ayah bahwa dia telah kenyang hanya dengan separuh roti. "Makanlah Ayah, ini sangat lezat Cherry sudah kenyang hanya dengan separuh roti saja. Aku yakin Ayah juga akan merasa kenyang," seru Cherry. Chris kemudian memeluk Cherry, dan menyembunyikan tangisnya dibalik punggung Cherry. Rasa bersalah, rasa sakit, sesal telah berbaur menjadi satu dalam diri Chris. Tubuhnya bergetar, isakan tangis itu membuat bahunya naik dan turun. Cherry bisa merasakannya, ia tahu bahwa sang ayah menangis. Gadis cilik itu mencoba menenangkan sang ayah. Mengelus punggung sang ayah dengan lembut. Jangan bersedih Ayah, aku akan selalu membuat Ayah tersenyum aku tidak ingin menjadi beban untuk Ayah. Kita akan berjuang bersama, Cherry tidak apa-apa jika Cherry tidak bisa bersekolah lagi, yang penting Ayah tidak bersedih. Kehilangan Mama sudah membuat Ayah sedih, begitupun Cherry dan kini Cherry akan selalu membuat Ayah tersenyum apapun yang terjadi. Batin Cherry. Hari mulai sore pikiran cemas, dan bingung itu kembali muncul dalam benak Chris. Di mana mereka akan tidur malam ini? Tidak mungkin Chris mengajak Cherry tidur di pinggir jalan lagi, dan juga tidak akan mungkin jika mereka tidur di kiosnya sudah pasti petugas akan mengusirnya. Chris seperti enggan menutup tokonya ia mengulur waktu sehingga suasana di paddy's market itu benar-benar sepi, Cherry tertidur dalam kios. Perut yang kembali meminta jatahnya membawa Cherry untuk tidur agar ia tidak mengeluh pada sang ayah. Ia tidak ingin membebani sang ayah, lebih baik dia menahannya dan menutup mata, untuk tidur. Setidaknya di situ Cherry tidak harus kedinginan. Seharusnya bocah cerdas seperti Cherry bisa mendapatkan beasiswa dari pemerintah setempat. Atau bahkan ketika gadis itu mendapat musibah seharusnya para guru berempati memberikan sedikit saja uang untuk mereka bisa menyewa kamar untuk bermalam. Tapi kabar duka seakan tidak terdengar ditelinga mereka tidak ada sama sekali yang memperhatikan Chris dan Cherry. "Hei Tuan, apa yang anda lakukan di sini semua kios di sini sudah tutup. Seharusnya anda pun juga menutupnya dan segera pulang kembali ke rumah," tegur sang penjaga. Chris yang melamun bahkan tidak sadar bahwa penjaga, telah berdiri dihadapannya saat ini. Sampai petugas tersebut menepuk bahu Chris. "Hah–"Chris tersentak kaget. Ia menoleh kepada petugas itu. Petugas berkulit hitam tinggi dan gemuk serta kepala botak. "Maafkan saya, anak saya tertidur dan saya tidak memiliki rumah bolehkah saya bermalam di sini?" tanya Chris mengiba. Ia menyatukan kedua tangannya di depan d**a memohon kepada petugas itu. Sudah pasti petugas itu iba, akan tetapi ini adalah pekerjaannya. Ini adalah tugasnya untuk menjaga paddy's market dan dia tidak berwenang untuk membiarkan seseorang bahkan penyewa kios tersebut berada di dalam paddy's market setelah waktunya tutup. "Maafkan saya tuan, saya tidak bisa membantu, tapi tolong ringankan tugas saya. Saya hanya menjalankan tugas. Anda bisa tidur di pos penjaga yang ada di depan," tawar si pria hitam. Chris mengulas senyum dengan gembira. Ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh petugas itu. Laki-laki itu benar-benar senang, akhirnya ia bisa mendapatkan tempat untuk malam ini, meskipun hanya di pos penjagaan setidaknya Cherry tidak kedinginan. Chris membangunkan Cherry, sebenarnya dia tidak tega. Namun ia harus segera pergi dari kios tersebut sang penjaga menunggunya hingga Chris menutup tokonya dengan sempurna, setelah itu dia membopong tubuh Cherry menuju ke pos penjagaan. Bagaimana Chris akan melanjutkan dan bertahan hidup setelah ini apa yang akan ia lakukan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD