Pancaran matahari menyorot tepat di mata Chris, laki-laki itu terbangun karena rasa hangat yang merayapi wajahnya. Chris menghalang cahaya matahari itu dengan telapak tangan yang di bawa ke hadapan mukanya.
Sementara bocah cilik manis itu, masih tertidur. Kepalanya dengan nyaman masih membuat paha Chris sebagai bantalan.
Hari baru di mulai, aku harus memikirkan bagaimana caranya agar Cherry bisa makan. Tidak mungkin hari ini aku memberinya sepotong roti lagi, batin Chris.
Beberapa jam sebelum Paddys Market di buka. Chris memindahkan kepala Cherry dengan hati-hati. Terpaksa ia harus meletakkannya di lantai, dia harus pergi. Mencari makan untuk tenaga juga isi perut mereka, yang sejak semalam sama sekali tidak mendapatkan asupan.
"Tidurlah sayang, Ayah akan kembali. Ayah hanya sebentar," lirih Chris, setelah mencium kening Cherry, pria paruh baya tersebut meninggalkan Cherry.
Berjalan mengikuti langkah kaki, yang entah membawanya ke mana. Terbesit satu pikiran yang membuat dia bahkan memaki dirinya sendiri. Sebuah pemikiran yang jelas bukan mencerminkan seorang laki-laki bertanggung jawab.
Tidak! Jangan berpikir kamu bisa lari dari masalah ini Chris! Hadapi! Hadapi semuanya bersama Cherry, sekalipun kalian menjadi pencuri! Batin Chris. Ia tersentak dengan satu kata terakhir yang ada di benaknya.
Benar! Dia berpikir ingin pergi, jauh meninggalkan Cherry, agar tidak melihat gadis itu memakan sepotong roti lagi. Namun apakah menjamin dengan kepergian Chris, maka Cherry akan bahagia? Akan bisa memakan daging, juga s**u? Atau bahkan lebih buruk dari sepotong roti tawar?
Pencuri? Aku mengatakan pencuri? Apa aku harus melakukannya lagi? Pikiran demi pemikiran terus mengitari Chris. Laki-laki itu bimbang dengan kelangsungan hidupnya. Hanya dia satu-satunya orang yang bisa menjaga Cherry. Hanya dia orang yang bertanggung jawab penuh atas Cherry. Dia harus menjaga, merawat dan membesarkan Cherry dengan baik, memberikan contoh yang baik pula pada gadis cilik nan manis.
Sementara di pos penjaga, Cherry mulai mengerjapkan matanya. Cherry duduk dan celingukan mencari satu sosok yang ia tidak temukan.
"Ayah? Kemana Ayah?" gumam Cherry. Gadis itu mengucek matanya, mengumpulkan kembali kesadarannya. Cherry bersandar pada dinding, dan melamun. Entah apa yang sedang dipikirkannya.
Apa ia berpikir hal yang sama dengan Chris, mengira bahwa sang Ayah, meninggalkan dirinya sendiri?
Paddys Market telah terbuka. Cherry melihat beberapa pemilik kios mulai berdatangan. Mereka siap untuk memulai hari baru mereka. Menjemput pundi-pundi uang yang bisa menolong mereka dari semua masalah yang ada di dunia ini.
Ya, kenapa tidak? Sebagian orang bisa menikmati, melakukan, bahkan membeli apapun dengan uang. Banyak orang munafik di luar sana yang menganggap uang bukanlah segalanya.
Namun bagi Chris dan Cherry, uang kini adalah dewa baginya. Yang setiap hari harus di cari, bahkan di puji, dan di banggakan.
Mengantar s**u? Ya, aku harus ke kedai s**u itu, agar aku bisa mendapatkan uang dan juga membeli makan untuk kami, batin Cherry.
Masih dengan muka bantalnya, Cherry beranjak pergi dari pos itu. Ia menuju tempat pencuci tangan, atau wastafel umum yang tersedia di samping pintu pasar modern tersebut.
Ia mencuci mukanya dan berkumur-kumur di sana. Mengeringkan mukanya dengan selembar tisu. Dan melangkah pergi meninggalkan Paddys Market.
Cherry mengikuti langkah kecilnya, kembali menuju Debora. Orang yang pernah membantu dirinya saat ia sedang membolos sekolah. Memberinya uang yang cukup untuk makan seharian. Bahan bisa dua hari.
Cherry melewati toko yang telah tertutup. Di mana sang kakek Papu berada saat dulu. Tetapi, hari ini Cherry tidak melihatnya.
"Kakek Papu? Aku bermimpi tentangnya, kemana dia sekarang?" lirih Cherry. Ia tidak menghiraukan apa yang bergejolak dalam dirinya. Dia terus berjalan, dengan riang. Hingga tiba di tempat yang ia tuju.
Toko s**u milik Debora, namun toko itu tutup, serta di depan pintu terlihat dengan jelas, ada tulisan yang cukup besar, bahwa toko itu tutup dalam waktu yang tidak bisa di tentukan.
"Hah–" Cherry menghembuskan nafasnya dengan kasar, dan duduk di Selasar toko.
Ia terus berpikir keras, agar bisa makan. Perutnya sudah terasa perih, tenggorokannya kering, ia haus dan lapar. Cherry mengingat satu tempat lain yang bisa membantunya.
Benar, kedai Marly. Cherry sedikit berlari agar lebih cepat sampai di restoran tersebut. Namun dia melupakan sesuatu, bahwa tempat makan itu hanya akan buka saat tiba jam makan siang, di pagi hari tidak akan ada orang di mana pun restorannya.
Lagi-lagi Cherry harus menelan pil pahit kekecewaan. Gadis berusia sepuluh tahun itu, kembali berjalan dengan gontai kembali ke pos penjagaan Paddys Market.
Hari sudah mulai siang, teriknya matahari mulai menyengat pada kulit, masih sekitar tiga jam menuju jam makan siang, dan Cherry sama sekali belum makan atau minum.
Ia kembali melewati, toko yang usang, tempat pertemuannya dengan Papu. Cherry teringat satu kata-kata yang pernah ia dengar dari Papu.
Bahwa, "semua takdir Tuhan itu baik, apapun itu semua akan membawa kejalan dan akhir yang baik. Sekalipun kamu menjadi penjahat, pasti suatu saat akan ada hal baik di dalamnya".
Cherry, keheranan di mana kakek itu. Hingga seseorang datang dan menabur bunga tepat di mana kakek Papu itu berdiri untuk memainkan biolanya.
Cherry bergegas menghampiri orang tersebut dan menanyakan perihal Papu.
"Selamat pagi, Tuan," sapa Cherry dengan lembut. Suaranya begitu lembut, dan halus di dengar telinga. Sungguh gadis cilik yang manis.
Pria seusia Chris, menoleh dan menatap lekat pada Cherry. Senyum tersungging saat keduanya saling bersitatap.
"Ya?" jawab pria itu dengan singkat, meski begitu ia menjawabnya dengan lembut pula.
"Kenapa Tuan menabur bunga di sini?" tanya Cherry polos.
"Seseorang yang sering kemari adalah kakek saya. Sebenarnya dia bukan pengemis atau apapun itu. Dia hanya menyalurkan hobi, dan kesepiannya pada permainan biolanya," tutur pria itu, yang sama sekali tidak menunjukkan bahwa itu adalah jawaban untuk pertanyaan Cherry.
"Maaf, Tuan. Saya bertanya kenapa Anda menabur bunga di sini, bukan siapa kakek yang ada di sini," ucap Cherry protes, ia menepuk dahinya keki. Wajahnya sangat lucu saat melakukan itu.
Pria itu menatap lekat pada Cherry, senyumnya kembali mengembang. Dia sangat gemas dengan Cherry yang begitu dianggapnya pintar, hanya dengan kata-kata yang terlontar dari mulut kecilnya. Bahkan saat dia menepuk dahinya.
"Ouh– maafkan aku baby, kau sangat lucu. Tidak ada yang berani protes dengan apa yang aku katakan. Kau yang pertama, jadi–?" Laki-laki itu sengaja menggantung ucapannya, dia ingin kembali mendengar suara imut gadis cilik yang ada di depannya.
Siapa pria itu?
Siapa kakek Papu?
Apakah Cherry dan Chris, berhasil mendapatkan sesuap nasi hari ini?