Mara menarik pelan napasnya. Sepasang rahang yang terkatup saling menekan. Meski hanya samar-samar, dia masih bisa mendengar pembicaraan Raga dan atasannya. Pria itu mempertanyakan kinerjanya. Mara menggulir bola mata ke bawah ketika melihat pergerakan Raga yang sudah mendorong kursi ke belakang. Wanita itu sama sekali tidak mengangkat kepala, sekalipun dia tahu Raga berjalan melewati mejanya. Mara menghembuskan karbondioksida keluar dari lubang hidung, begitu mendengar suara pintu terbuka lalu tertutup cukup keras. “Lanjutkan pekerjaanmu, Mara. Tidak perlu memikirkan tingkah aneh bos kita,” kata Andra setelah menoleh ke arah asistennya. “Istrinya sedang sakit, jadi dia sensitif.” Andra mencoba untuk berpikiran positif, meskipun sebenarnya dia benar-benar sakit hati mendengar tuduhan Rag