Sedikit Mengomel

1090 Words
Hari pertama masuk kuliah semester baru. Daffa tidak kunjung bangun. Padahal jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat tiga puluh lima menit. Kini Daffa sudah berada di semester enam jurusan manajemen bisnis. Mau bagaimanapun, pada akhirnya Daffa akan membantu Papanya untuk mengurus supermarket. Papa Daffa memiliki 2 cabang supermarket. Didalamnya dijual segala macam kebutuhan dan juga lengkap. Sedangkan Mama Daffa bekerja sebagai guru sekolah dasar yang tidak jauh dari rumah mereka. Jurusan yang Daffa pilih adalah atas keinginannya sendiri. Papa dan Mamanya tidak pernah memaksa. Daffa juga lulus lewat jalur tes bukan jalur nilai. Meskipun dia sering membuat masalah, tapi terkadang saat serius otaknya berjalan dengan baik. Semester ini Daffa memiliki banyak mata kuliah sehingga jadwalnya juga banyak. Empat mata kuliah terpaksa diambil lagi karena sebelumnya Daffa tidak mendapatkan nilai yang cukup. Sungguh hal ini membuat dia kerepotan. Mahasiswa lain sudah sibuk mencari tempat magang sedangkan Daffa malah sibuk mencari kelas semester bawah agar tidak ada kebentokan jadwal. "Daffa mana?" tanya Zeef yang sudah selesai bersiap-siap. Dia juga ada kelas di jam delapan. Zeef berkuliah di jurusan sastra inggris. Penampilan yang cukup rapi dan juga wangi. Jelas saja karena mereka bukan lagi anak SMA yang bau keringat. "Masih tidur kali." Aldi duduk di meja makan dengan mata yang masih terpejam. Dia tidak ada kuliah pagi sehingga bisa bersantai. Berbeda dengan temannya yang lain, jurusan Aldi adalah teknologi pangan. "Seinget gue dia ada kelas jam delapan." "Oh." Aldi seakan tidak peduli. Tapi dia tetap menyuruh Zeef untuk membangunkan Daffa. Jika terus bolos, bisa-bisa Daffa akan mendapat nilai D dan terpaksa mengulang lagi. "Cuci muka sana! Lo jorok banget jadi orang." Zeef menepuk kening Aldi dengan telapak tangannya. Kebetulan kesadaran Aldi belum sepenuhnya kembali, maka dia tidak akan membalas perlakuan Zeef sama sekali. Zeef mencoba untuk membangunkan Daffa. Dia mengetuk pintu dengan kuat. Benar saja, Daffa masih tidur di dalam kamar. Suara ketukan pintu membuat Daffa membuka mata secara perlahan. Sangat mengganggu sekali. "Kenapa?" teriak Daffa kesal. Dia sangat mengantuk tapi malah diganggu. "Lo ada kelas jam delapan!" Zeef mengingatkan. "Skip." "Ck, terserah deh." Zeef tidak ingin merepotkan diri. Kalau Daffa tidak ingin masuk ya sudah, dia tidak akan memaksa. Lebih baik Zeef segera sarapan. "Gimana?" tanya Aldi. Kali ini dia sudah jauh lebih sadar dari sebelumnya. "Biasa." Aldi sudah menduganya. Hari pertama pasti Daffa akan membolos. Dia tidak kunjung berubah padahal sudah semester enam. Zeef mengambil roti di dalam kulkas. Dia sarapan dengan roti dan juga s**u kotak. Aldi yang tadi sudah bangun malah kembali ke kamar lagi. Setelah Zeef sarapan, dia segera berangkat menggunakan motor. Disudut lain, Eksas sudah berada di kelas. Tapi sejak pukul lima pagi, sang suami tidak kunjung membalas pesannya. Panggilannya juga tidak diangkat sama sekali. Apa Daffa belum bangun? Sepertinya begitu. Meskipun mereka baru kenal sebentar, tapi Eksas sedikit tahu tentang kebiasaan buruk laki-laki yang sudah menjadi suaminya itu. Informasi tersebut Eksas dapatkan dari Mama mertuanya. Bahkan Mama mertua meminta tolong kepada Eksas untuk mengingatkan Daffa. Jika tidak, kebiasaan buruknya tidak akan tertolong lagi. Salah satu kebiasaan buruk Daffa adalah sulit bangun pagi. Oleh karena itu, dia tidak shalat subuh dan tidak masuk kelas pagi. Apa yang harus Eksas lakukan sekarang? Sebentar lagi dosennya akan datang. Dia tidak bisa mendatangi sang suami yang berada dikosan. Pagi-pagi sudah membuat Eksas kewalahan saja. *** Daffa baru bangun tidur sekitar pukul sebelas siang. Dia mengucek mata beberapa kali. Cahaya matahari masuk ke cela-cela atas jendela. Daffa tidak merasa kaget ketika menatap jam yang tergantung di dinding. Dia malah duduk sebentar sambil menatap dinding. Daffa melakukan itu kurang lebih selama 10 sampai lima belas menit. Setelah itu barulah ia bergerak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Jika orang lain memiliki kebiasaan melihat ponsel setelah bangun tidur, maka Daffa tidak. Hal ini membuat Daffa tidak melihat berapa banyak panggilan dan pesan yang masuk. Daffa keluar dari kamar mandi dengan rambut yang sedikit basah. Ia mengeringkan sebentar dengan handuk kecil. Matanya menangkap layar ponsel yang menyala. Ada panggilan masuk dari Eksas. Daffa sedikit mengerutkan kening. Tumben sang istri menghubungi dirinya. Padahal mereka sudah 2 hari tidak berkirim pesan. Hubungan mereka sedikit tidak normal. Daffa mengangkat panggilan tersebut. "Kamu kemana saja?" ujar Eksas langsung setelah panggilan terhubung. "Ada apa?" Bukannya menjawab, Daffa malah balik bertanya. "Malah tanya ada apa. Sejak tadi pagi aku hubungin tapi nggak ada respon." Eksas mengomel. Daffa sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya. "Aku tidur." Daffa mengatakan dengan jujur. "Kamu tidur?" "Hm." "Bisa-bisanya baru bangun saat matahari udah tinggi gini ya." Eksas memijat pangkal hidungnya. "Ada perlu apa?" Daffa berpikir bahwa Eksas menghubungi dirinya bilang ada kepentingan saja. "Kamu tau kan, hari ini ada kelas jam delapan?" "Kelas siapa? Aku atau kamu? Kalau kelas kamu mana aku tau." Daffa menyalakan speaker panggilan suara itu. Dia keluar dari kamar dengan bertelanjang d**a dan juga celana pendek. Kosan terlihat sepi karena kedua temannya sudah berada di kampus. Hanya Daffa saja yang membolos. "Bukan kelas aku, tapi kelas kamu." "Oh kelas aku." Daffa membuka kulkas. Dia mengambil dua butir telur dan juga sayur. "Iya, apa kamu tau ada kelas jam delapan?" "Tau kok. Tapi... kok kamu juga tau?" Daffa penasaran. "Aku lihat di sistem kampus." Eksas mengatakan yang sebenarnya agar bisa memantau perkuliahan sang suami. "Oh gitu. Apa aku juga perlu tau jadwal kuliah kamu?" "Nggak usah." "Kamu tau jadwal aku. Terus kenapa aku nggak boleh tau jadwal kamu?" "Ya udah, kamu lihat aja jadwal aku di sistem kampus." Eksas mengiyakan saja daripada urusannya semakin panjang. Eksas tidak hanya mendengar suara suaminya tapi ada suara lain. "Kamu lagi apa? Kok ada suara gitu." "Masak." "Kayak bisa aja." Tampaknya Eksas sedikit meremehkan Daffa. "Cuma telur." "Pantas." Eksas sudah bisa menebaknya. "Makannya telur sama apa?" "Sayur sama roti." Efek menelpon sambil masak. Daffa sedikit lama mengangkat telur sehingga hampir gosong. Beginilah laki-laki, tidak bisa mengerjakan banyak hal. "Kok cuma itu? Apa kenyang?" Kali ini obrolan mereka lebih panjang. Padahal kalau bertatap muka langsung, hanya berbicara yang penting-penting saja. "Ya mau gimana lagi. Cuma bisa masak mie sama telur." "Beli diluar," usul Eksas. "Lagi malas keluar." "Kalau begitu pesan aja." Zaman juga sudah canggih, tinggal pesan nanti makanan datang ke alamat sendiri. "Iya, nanti aja. Kamu lagi dimana?" "Di kampus. Masih ada kelas jam satu nanti." "Oh gitu. Semangat." "Harusnya kamu yang semangat. Kenapa hari ini nggak masuk kelas?" "Ngantuk." "Pasti karena main game sampai dini hari," tuding Eksas. "Ya begitulah." Daffa berkata dengan jujur. "Rubah dong kebiasan buruknya." "Semalam aku nggak bisa tidur, makanya main game." Daffa mencari-cari alasan. "Ya udah, ngobrolnya dilanjut nanti. Aku mau ke ruang UPM (Unit Pengembangan Mahasiswa) dulu." "Oh oke. Hati-hati."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD