PARAMITHA ARJANTI, NAMAKU

613 Words
Bayangan lelaki itu terus memenuhi pikirannya. Ah, Mitha terus berguling di kasurnya. Kenapa ia merespon ciumannya? Ingatannya mundur ke belakang saat acara gathering itu. Saat itu, Mitha sedang sendiri menikmati acara dan minuman di hadapannya. Tiba-tiba teman kantornya yang bernama Adri menyapanya dengan mengelus punggungnya yang memang tidak tertutup karena saat itu mengenakan baju strapless. Mitha tidak suka dan menegurnya. Adri terlihat bersikukuh, Mitha merasa kesal, tapi tiba-tiba lelaki itu duduk di kursi kosong disebelahnya. Sepertinya dia paham ada situasi kurang enak yang terjadi sehingga bermaksud melerai dengan cara halus. Jantungnya saat itu langsung berdebar. Cara duduknya begitu elegan apalagi saat menawarkan permen di genggaman tangannya dan mengajaknya bicara. Oh senyumnya memesona dan berhasil menyihirnya. Kenapa bisa ada lelaki seganteng dan semenarik ini. Suaranya terdengar tegas dengan nada rendah. Dalam hati, Mitha merasa berterima kasih padanya tapi begitu grogi hanya untuk sekedar mengucap terima kasih ataupun menerima tawaran permennya. Rasa tertarik itu mulai muncul. Mitha sekilas melirik, dari atas ke bawah semuanya begitu sempurna. Tubuhnya tinggi, atletis, terlihat kencang, tangannya kekar, wajahnya tampan, senyumnya memesona dan matanya.. Mata itu menyihirnya.. Jantungnya berdegup kencang tidak menentu. Keduanya diam. Sampai, tak sengaja tasnya terjatuh. Lelaki itu dengan sigap mengambilkannya, bersamaan dengan Mitha yang juga menyentuh tas itu. Tangan mereka bersentuhan. Jantungnya makin berdebar kencang tidak terkontrol. Lalu saat di lorong, lelaki itu tiba-tiba mendekat. Wajah mereka hanya berjarak beberapa centimeter saja. Mitha tidak ingin bergerak, wajah tampannya begitu indah. Tangannya menggenggam erat tas tangannya, rasa tegang begitu terasa. Sampai, jarak mereka semakin dekat. Oh tidak.. Bibirnya ada yang menyentuh. Alih-alih menolaknya, Mitha malah memejamkan matanya. Sekilas ia membuka mata, bibir lelaki itu begitu lembut menciumnya. Mitha kembali memejamkan matanya. Ciuman itu membasahi bibirnya dan ia membalasnya. Indah…Ciuman pertama mereka. Ahhhh.. Mitha menyadarkan dirinya dari lamunan. Dari pertama kali melihatnya, Mitha memang merasa ada yang berbeda. Lelaki itu tampan, iya.. Gagah juga, dan terlihat cukup mapan dan sukses. Semua itu nilai lebih. Tapi Indra pun demikian. Jika mereka bersanding, tidak ada salah seorang yang terlihat kurang dibandingkan satu sama lain. Meski, soal sifat, Mitha tentu tidak tahu… Tapi… Pertama mengenal Indra, rasanya hatinya tidak bergejolak seperti ini. Mana mungkin seumur hidupnya, mau dan bisa menerima ciuman pria tidak dikenal begitu saja? Yang utamanya, dia membalasnya, dan menyukainya. Bahkan, entah kenapa, Mitha merindukannya. Normalkah rasa ini? Bayangan Indra kembali mengganggunya. Apa yang harus ia lakukan? Semua ini salah.. Apa ia harus jujur pada kekasihnya? Oh tidak, semua membingungkan… Karena kalau jujur, ada rasa takut harus mengakui kalau ia juga menikmati ciuman itu. Lalu apa yang akan terjadi dengan hubungannya? Indra tentu tidak akan terima. Ahhh… Mungkinkah perempuan memiliki dua hati? Ingin rasanya kembali bertemu dengan lelaki itu… Tatapan matanya begitu lembut, entah kenapa Mitha merasakan sesuatu. Ciuman itu bukan sekedar nafsu belaka, tapi ada kelembutan dan kehangatan yang ia rasakan. Oh.. Ia sukaa… Kejadian itu membuatnya kembali teringat gelangnya yang hilang entah dimana. Sedih rasanya, setelah scarf, sekarang gelang. Keduanya barang kesayangannya yang merupakan kenangan dari almarhum mama. Kenapa ia bisa seceroboh itu? Mitha berdiri, berjalan menuju lemari es dan meminum teh oolong dingin kesukaannya. Segar… Lupakan.. Kalau berjodoh pasti bertemu lagi. Lalu soal Indra, entahlah… Mitha menyayanginya, tapi makin ke sini, sejujurnya ia bingung. Apakah hubungan antar laki-laki dan perempuan wajib hukumnya berhubungan badan? Indra terlihat begitu bebas dan sepertinya pernah melakukan dengan perempuan lain sebelum mengenalnya. Berbeda dengan dirinya yang tidak mau melewati batas. Itu pesan terakhir Mama sebelum meninggalkannya. Mama memintanya untuk menyerahkan diri hanya untuk suaminya kalau tidak mau menyesal di kemudian hari. Mitha memutuskan untuk mengikuti nasihat Mamanya tercinta… Bersama Indra, meski kekasihnya itu mau menunggu, tapi sepertinya tidak ada niat menikah. Hati kecilnya berkata kalau Indra seperti tidak siap berkomitmen. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD