Ancaman Michael

844 Words
Helaan napas terdengar berat dari Frans, ia mendekati Michael dan menatapnya lekat-lekat. "Kau tidak bercanda kan, Michael?" tanya Frans dengan nada suara yang penuh ketidakpercayaan. Michael menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Aku tidak pernah bercanda, Pa." Suasana menjadi sangat tegang, semua orang terdiam dalam kebingungan. Vania, yang merasa semakin terjebak, menatap Mamanya dengan penuh permohonan. Livia, yang selalu mendukung putrinya, segera mendekati Vania dan Michael. "Lepaskan lengan putriku," ujar Livia dengan tegas, kemudian ia memeluk Vania dengan penuh kasih sayang. Semua orang di ruangan itu terdiam, termasuk Vanya, ibu Michael. Ia hanya menatap putranya dan mengangguk-anggukkan kepalanya, seolah menyetujui keputusan Michael. Michael kemudian merogoh saku tuxedo hitamnya dan meraih tangan Vania. "Ma ...." suara Vania bergetar, penuh ketakutan dan kebingungan. "Kita selesaikan ini nanti," bisik Livia dengan sabar, berusaha menenangkan putrinya yang sedang kebingungan. Michael memasang cincin di jari manis Vania, sebuah tindakan yang terkesan mendadak dan penuh dengan kekerasan. Semua orang terkejut dengan tindakan tersebut, merasa ada sesuatu yang tidak beres. Vania, yang merasa seperti boneka di tengah drama ini, melangkah pergi dari sana. Ini bukan acaranya, nama Sherina dan Michael yang seharusnya diumumkan di acara ini. Namun, kenyataannya, Vania yang menjadi calon istri Michael. Dengan air mata yang mengalir di pipinya, Vania meninggalkan keramaian, merasa dunia di sekelilingnya hancur dan runtuh. ** Di bawah langit biru Italia yang cerah, baru saja Sherina, Vania, dan keluarga mereka memasuki rumah baru. Namun, ketenangan pagi itu dengan cepat berubah menjadi ajang konfrontasi yang intens. Sherina, dengan wajah memerah dan mata berkilat-kilat, mendekati Vania dengan amarah yang sulit dibendung. “Puas kau, huh? PUAS KAU MENGAMBIL IMPIANKU MENJADI ISTRINYA MICHAEL, PUAS?!” teriak Sherina, suaranya bergema di seluruh ruangan, menggema dengan kepahitan dan luka yang dalam. Vania hanya bisa berdiri terpaku, tak berdaya menghadapi serangan verbal Sherina. Steven, ayah mereka, duduk diam di kursi, memperhatikan dengan pandangan tajam dan tak bersimpati. Livia, ibu mereka, mencoba menengahi, namun suaranya tenggelam di antara emosi yang meletup-letup. "Cukup, Sherina. Adikmu tidak sengaja melakukan ini. Dia ...." Livia mencoba menenangkan situasi. "Dia bukan adikku, Ma! Aku tidak pernah punya adik seperti dia! Dia bukan adikku!" Sherina berteriak, suaranya penuh kebencian yang membara. Vania hanya bisa menatap kakaknya dengan tatapan yang penuh luka. "Aku juga tidak mau bertunangan dengannya, Kak. Aku tidak ...." Vania mencoba membela diri, suaranya penuh getaran ketakutan. "Bohong! Kau menghabiskan malam dengan Michael! Pasti kau sengaja, kan?!" Sherina menyerang lagi, kali ini dengan lebih ganas. Livia segera menarik lengan Sherina, berusaha menghentikan serangan verbal tersebut. "Cukup, Sherina! Jangan memaksa adikmu lagi!" Livia memeluk Vania, mencoba melindungi gadis itu dari amukan Sherina. Namun, Steven, dengan wajah merah padam, berdiri dan membentak. "Heh, Livia! Yang kau bela itu anak tirimu!" Suaranya penuh kemarahan. Livia menatap Steven dengan mata berkaca-kaca, namun penuh keberanian. "Ya! Anak tiriku, dan ini anak kandungmu dari hubungan gelap dengan wanita ...." Livia menahan diri, tak ingin menambah luka di hati Vania yang sudah terluka. Vania yang merasa tertekan dan terluka, berdiri dan mencoba menjauh dari kerumunan itu, menuju tangga lantai dua. Namun, Steven tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Berhenti, Vania!" sentak Steven, suaranya menggelegar di seluruh ruangan. Vania berbalik, wajahnya menunjukkan campuran rasa takut dan kelelahan. Steven mendekat, dengan tatapan yang keras dan tak kenal ampun. "Besok, kau harus kembali ke Prancis dan aku kirim kau ke Colmar! Memalukan!" Steven mendorong Vania dengan keras, membuatnya hampir terjatuh. Vania hanya bisa mengangguk lemah, sebelum bergegas naik ke lantai dua dan mengunci dirinya di dalam kamar. Di dalam keheningan kamar, ia berjalan dengan tubuh gemetar, menahan tangis yang sudah di ambang pecah. Tubuhnya masih sakit dan hatinya semakin terluka. "Mama. Seandainya Mama hidup," lirih Vania, menatap cincin emas dengan intan permata yang menghiasi jarinya. Cincin yang seharusnya bukan miliknya. Ia menyembunyikan wajahnya di lipatan tangannya, air mata mengalir deras. "Tidak. Aku tidak menyukai laki-laki ini, aku tidak mencintainya," lirih Vania, air mata mengalir deras. ** Sementara itu, di tempat lain, Michael duduk di ruang keluarga bersama kedua orang tuanya, Frans dan Vanya. Mereka menatap Michael dengan tatapan tajam penuh ketidaksetujuan. Frans, dengan wajah penuh frustrasi, bersendekap dan berdecak berkali-kali. "Lagi-lagi kau membuatku malu, Michael!" sentak Frans tiba-tiba, suaranya penuh kemarahan dan kekecewaan. Michael hanya menunjukkan wajah angkuhnya, tanpa sedikit pun rasa penyesalan. "Bukannya aku sudah berkali-kali bilang pada kalian berdua, jangan menjodohkan aku dengan siapa pun," jawab Michael dengan nada dingin. Vanya, ibu Michael, menambahkan, "Mama setuju, Mama tidak terlalu suka dengan putri sulung keluarga itu, Pa," katanya, mendukung putranya. Frans menghela napas panjang, merasa pusing dengan situasi yang semakin rumit. "Satu lagi, apa maksudmu kau menghabiskan malam dengan gadis itu, huh?! Jawab!" bentak Frans, suaranya penuh kemarahan. Michael menjawab dengan santai, "Aku memang menidurinya, aku mabuk dan ... aku kira dia wanita yang sudah Ramon sewa untukku." Ucapannya mengejutkan semua orang di ruangan itu. Frans semakin marah. "Anak tidak tahu diri," desis Frans. Michael hanya tersenyum miring, menatap ayahnya dengan tatapan penuh kemenangan. "Kau sendiri yang memaksaku, dan sekarang aku yang akan memaksa kalian, atau gadis itu benar-benar akan hamil tanpa ayah dan keluarga putra tunggal Fransisco yang menghamilinya. Bagaimana, Pa?" ancam Michael, suaranya bergetar dengan determinasi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD