Seminggu sudah Bellova dinikahi oleh Nick, tidak ada hal yang spesial yang dilaluinya. Selain harus tidur sendiri hampir setiap malam, jika pun Nick pulang biasanya setelah pukul dua atau tiga dini hari. Seolah sudah terbiasa, Bellova tidak pernah menunggu kepulangan Nick lagi. Hanya saja saat Nick pulang, dia merasa bingung saat hendak mandi. Karena dia tidak ingin perawat masuk saat Nick di kamar, karena takut malah membuat Nick terbangun dan kesal.
"Aw!" pekik Bellova saat dia terjatuh ketika hendak naik kursi rodanya.
"Eh, kamu kenapa?" tanya Nick terbangun.
"Masih tanya saja? Kamu tidak lihat aku jatuh," jawab Bellova kesal.
"Bukan gitu, maksudnya kamu kenapa bisa sampai jatuh." Nick meralat ucapannya dan beranjak untuk membantu sang istri.
"Aku mau ke kamar mandi, tapi saat mau naik aku lupa mengunci rodanya jadi bergerak."
"Terus mana perawatmu, apa dia tidak ke sini buat bantuin kamu?" tanya Nick.
"Aku tidak pernah menyuruhnya masuk saat kamu di kamar, aku tidak mau aktifitas kami sampai mengganggu tidurmu. Lagipula rasanya tidak enak saat kamu tidur dia ada di sini," jelas Bellova.
"Ya ampun, tidak usah segitunya juga. Sekarang aku juga tetap terbangun karena kamu berteriak, jadi suruh saja dia membantu seperti biasa. Kalian bukan anak kecil yang akan berisik saat melakukan sesuatu kan, atau kamu mau saat aku pulang aku tidur di kamar lain?" tanya Nick.
"Jangan, apa kata orang kalau kamu tidak pernah tidur di sini. Aku mau orang-orang di rumah ini tidak menganggapku sebelah mata karena kamu mengabaikanku, cukup aku sendiri yang tau bagaimana sikapmu padaku. Setidaknya aku masih punya harga diri sebagai istrimu," jawab Bellova terus terang.
"Ya kalau gitu kamu harus hati-hati mulai sekarang, jangan terjatuh dan akhirnya mengganggu tidurku. Sana panggil perawatmu, aku akan ke kamar sebelah saja."
"Ngapain ke sana?" tanya Bellova.
"Mau lanjut tidur lah, masih dua jam lagi dari jadwalku bangun. Sudah sana telepon saja dia," jawab Nick dan segera berlalu.
Akhirnya Bellova menuruti keinginan Nick menelpon perawatnya, lima menit kemudian Alena sudah datang ke kamarnya. Dan melihat Nick tidak ada, padahal menurut paman Liam majikan mereka itu pulang semalam.
"Kemana tuan Nick, Nona?" tanya Alena.
"Dia pindah ke kamar sebelah, tadi aku terjatuh sampai bikin dia jatuh. Jadinya dia pindah tidur di sana," jelas Bellova.
"Duh, pasti saha akan dimarahi ini. Harusnya saya tetap bantu Anda," ucap Alena menyesal.
"Dia tidak akan marahin kamu, karena aku sudah menjelaskan padanya. Jadi kamu tidak perlu khawatir, aku yang minta kamu tidak ke sini saat dia pulang dan masih tidur."
"Terima kasih, Nona. Anda benar-benar baik," ujar Alena.
"Sudah, tidak perlu berterima kasih seperti itu. Kan memang yang aku ceritakan yang sebenarnya, jadi itu bukan bantuan. Ayo bawa aku ke kamar mandi," ucap Bellova.
"Baik, Nona." Alena mendorong kursi roda dan membawanya ke kamar mandi seperti biasanya.
***
Selesai sarapan, Bellova meminta Alena membawanya berjemur di taman. Bellova senang saat menghabiskan waktu di taman yang sering dilihatnya dari balkon kamar. Beberapa bunga memang sangat disukainya, sesekali dia malah ikut merapikan taman itu.
"Nona, apa Anda ingin saya petikkan beberapa mawar?" tanya tukang kebun.
"Boleh, Pak. Bunga di kamarku sudah mulai layu, jadi biar bisa di ganti nanti. Terima kasih ya," jawab Bellova.
"Sama-sama, Nona. Bunga ini pasti senang, sekarang mereka tidak layu sia-sia. Karena Anda mempergunakan mereka sebagai mana mestinya," ucap tukang kebun.
"Hehehe, gitu kah, Pak. Memangnya tidak ada yang memetiknya untuk diletakkan di dalam rumah selama ini?" tanya Bellova.
"Tidak ada, Nona. Tuan tidak terlalu suka aroma bunga dan tidak ada yang mengerti cara merangkainya agar terlihat cantik, jika ada acara pun mereka lebih suka membelinya. Jadi tanaman ini akan berbunga dan layu sia-sia," jelas tukang kebun.
"Mulai sekarang kalian tidak akan layu sia-sia, kalian akan menjadi penghias di rumah ini. Lagipula akhirnya ada sesuatu yang bisa aku kerjakan," ucap Bellova bicara pada bunga.
"Nona, tuan Nick sudah bangun. Apa Anda ingin
menemaninya sarapan?" tanya Sally asisten Bellova.
"Dia sudah bangun ya? Alena nanti kamu bawa bunganya ke kamarku ya, aku mau masuk dulu." Bellova pamit dan langsung mendorong kursi rodanya, tapi segera diambil alih oleh Sally.
Sally mengantar Bellova ke ruang makan, dia memang biasanya akan menemani suaminya saat sarapan jika Nick ada di rumah. Seminggu ini hari ini yang ketiga kalinya, yang pertama saat mereka baru menikah. Nick menoleh saat mendengar suara kursi roda Bellova, tanpa senyuman dia kembali fokus pada makanannya.
"Kapan kursi rodanya datang, Sean?" tanya Nick.
"Tunggu, kursi roda apa ini? Bukankah aku sudah punya, untuk apa beli lagi?" tanya Bellova.
Yang kamu punya itu manual, aku belikan yang elektrik supaya lebih mudah jika kamu sendirian. Kalau kamu sering memutar roda kursi roda dengan tangan, bisa-bisa tanganmu akan berubah kasar. Lagipula jika ada orang yang melihatnya, mereka berpikir aku tidak memperdulikanmu." Nick menjelaskan panjang lebar, Bellova tidak tau apakah harus senang atau tidak mendengar ucapan Nick.
"Apa salahnya punya tangan kasar, toh tidak menggangu orang lain. Dan apa pentingnya dengan tanggapan orang lain," ucap Bellova.
"Buatmu mungkin tidak penting, tapi buatku itu sangat penting. Jadi terima saja yang aku berikan, mulai sekarang kamu juga harus memakai barang-barang branded. Aku akan memesan beberapa, jika ada acara jamuan yang perlu kamu hadiri. Aku tidak malu dengan barang-barang imitasi milikmu itu, orang tuamu apa tidak pernah membelikan barang branded untukmu. Padahal mereka mampu," sahut Nick.
"Jangan bicara sembarangan, aku yang tidak suka memakai barang-barang itu. Menghabiskan uang saja hanya untuk ditenteng, lagian memangnya kamu mau membawaku saat ada acara jamuan. Aku hanya akan membuatmu malu," ujar Bellova.
"Itu yang akan menentukan kelasmu, jika mereka melihatmu dengan barang-barang itu. Meskipun kamu di kursi roda mereka akan menghormatimu, aku juga tidak akan malu membawanmu. Toh orang-orang susah tau kalau aku menikah denganmu, asal kamu tidak membuatku malu. Kamu harus bisa bersikap elegan saat berada ditengah-tengah mereka. Jika tidak aku tidak akan membawamu kemana-mana, lusa aku akan mengajakmu ke acara jamuan rekan bisnisku."
"Oh iya, aku lupa jika dikalangan orang-orang sepertimu harga barang yang jadi nilai untuk manusia itu sendiri. Aku tidak janji mau ikut," ucap Bellova.
"Kalau aku bilang kamu ikut, ya kamu harus ikut. Aku tidak mau orang-orang berpikir aku malu memiliki istri lumpuh dan sengaja menyembunyikannya. Jadi tidak ada penolakan!" tegas Nick.
"Baiklah, Tuan Nick. Aku lupa jika di sini aturannya adalah tidak boleh menolak dan membantah, Sally bawa aku ke kamar."
"Baik, Nona." Sally kembali mendorong Bellova untuk kembali ke kamarnya.
"Sudah tau aturannya begitu, masih berusaha saja untuk menolak. Sean jangan lupa pesan barang-barangnya," ucap Nick dengan suara lantang agar Bellova mendengar.
Bellova hanya mencebikkan bibirnya, dia sebenarnya sangat enggan untuk ikut dengan Nick. Dia tidak mau orang-orang menatap iba padanya, hanya karena dia cacat. Apalagi sampai menganggap Nick pria yang tidak beruntung, karena terpaksa menikahinya. Bellova ingin menghindari pandangan-pandangan miring orang padanya.
"Kenapa dia suka sekali memaksa, semua yang dia minta harus aku turuti. Aku dan dia tidak sama, meskipun orangtuaku mampu. Aku sudah terbiasa hidup sederhana, karena papa membatasi uang pemberiannya untukku. Dan itu sudah jadi kebiasaan untukku," gumam Bellova bicara sendiri.
"Anda bicara ada saya, Nona?" tanya Sally.
"Tidak, aku bicara sendiri." Bellova tanpa sadar menyahuti Sally dengan nada kesal karena terbawa kekesalannya pada Nick.
"Maaf, Nona." Sally mendorong kursi roda Bellova masuk ke dalam lift.
"Tidak perlu meminta maaf, aku hanya masih terbawa kesal dengan sikap suamiku tadi. Apa menurutmu tidak masalah aku ikut pergi, aku merasa tidak percaya diri untuk muncul ditengah-tengah keramaian."
"Tidak masalah, Nona. Anda punya hak yang sama seperti orang lain, apalagi tuan Nick sendiri yang menginginkannya. Mengingat siapa tuan Nick, saya yakin orang-orang tidak akan berani membicarakan Anda. Itu kan yang Anda takutkan?" tanya Sally.
"Iya, kamu benar. Aku merasa orang-orang akan menggunjingku dibelakang, mungkin mereka akan bersikap baik dia depan. Tapi di belakang, mereka pasti membicarakan kekuranganku. Apa tidak bisa aku menolak pergi?"
"Tuan pasti akan marah kalau Anda menolak, sebaiknya turuti saja mau tuan. Mungkin akan ada baiknya untuk Anda nanti," jawab Sally.
"Karena kamu yang bicara, aku akan percaya."
Ting!
Pintu lift terbuka, Sally mendorong keluar kursi roda dari lift. Dan membawa Bellova kembali masuk ke kamarnya, terlihat Alena sedang menjejerkan bunga yang tadi dipetik di atas meja. Bellova tersenyum melihat bunga-bunga yang akan membuatnya ada kesibukan.
"Itu bunganya, Nona. Saya sudah tapikan, Anda tinggal merangkainya saja." Alena berdiri menunjukkan bunga yang dijejerkannya di meja.
"Terima kasih ya," ujar Bellova
"Saya ambil obat Anda dulu, Nona." Alena langsung beranjak menuju nakas, mengeluarkan obat yang harus Bellova minum setiap hari.