Kedatangan Perawat

1293 Words
"Tuan perawatnya sudah sampai," ucap Sean melapor. "Ya sudah, kamu antar langsung saja ke atas. Atau kamu mau suruh aku yang antar?" tanya Nick kesal. "Tidak, Tuan. Saya hanya melaporkan saja, kalau begitu saya permisi lagi." Sean bergegas pamit dan keluar, tidak ingin jadi bulan-bulanan kekesalan Nick. "Ayo kita langsung ke kamar utama!" ajak Sean dan langsung menuju ke arah lift. "Baik, Tuan." "Tidak usah panggil saya tuan, karena di sini saya juga pekerja. Panggil saja asisten Sean, seperti yang lainnya di sini. Kamu bisa menggunakan lift?" tanya Sean. "Iya, Asisten Sean. Saya bisa pakai lift," jawab Alena si perawat. Ting! Pintu lift terbuka dan mereka langsung masuk, Alena berdiri di belakang Sean. "Kamu tidak usah mengerjakan pekerjaan apapun di rumah ini. Ingat saja tugasmu hanya merawat nona Bellova, jangan sampai dia kenapa-napa. Tuan Nick tidak suka orang yang lalai dengan pekerjaannya," ucap Sean memberitahu. "Baik, Asisten Sean. Saya akan bekerja sebaik mungkin, saya tidak akan mengecewakan tuan Nick dan Anda." Dengan yakin Alena menjawab Sean, membuat Sean suka dengan caranya. Ting! Pintu lift kembali terbuka, Sean keluar dari sana diikuti oleh Alena. Mereka langsung menuju kamar utama, Sean mengetuk pintu dan tak lama ada jawaban dari dalam. Sean langsung masuk diikuti oleh Alena, melihat siapa yang datang Bellova berusaha duduk. "Nona, ini perawat yang akan membantu Anda. Besok akan ada asisten pribadi yang akan selalu menemani Anda juga, mereka berdua hanya akan siaga untuk Anda. Jadi Anda tidak perlu cemas melakukan sesuatu," ucap Sean. "Terima kasih, apa tidak terlalu berlebihan dengan memakai asisten segala. Perawat ini saja sudah cukup," jawab Bellova. "Tapi tuan ingin Anda memiliki asisten sendiri, untuk melakukan tugas-tugas khusus dari Anda." "Ya sudah, terserah kalian saja mau bagaimana. Toh aku tidak akan bisa menolak apapun yang sudah di atur di sini, Sus bisa bantu ke kamar mandi?" tanya Bellova sengaja agar Sean segera pergi. "Baik, Nona." "Kalau begitu saya permisi, apa Anda butuh sesuatu?" tanya Sean sebelum pergi. "Tidak untuk sekarang, toh di itu ada telepon yang kata pelayan tadi bisa aku gunakan untuk langsung ke bagian dapur jika butuh sesuatu. Pelayan yang mengajariku tadi," jawab Bellova penuh penekanan pada kata pelayan karena bukan Nick yang mengajarinya. "Iya, Nona. Saya permisi dulu," ujar Sean dan langsung berlalu dari tempat itu. Setelah Sean keluar, Bellova meminta perawatnya untuk membantunya di kursi roda. Dia meminta di antar ke kamar mandi saja, setelah itu dia ingin Alena keluar. Tapi ditolak Alena, karena tugasnya termasuk memandikan Bellova. "Apa harus seperti itu, aku tidak terbiasa ditemani saat mandi. Sebaiknya kamu siapkan saja yang aku butuhkan, aku bisa kok mandi sendiri." "Tapi, Nona. Meskipun saya keluar, nanti juga saya yang akan mengganti perban bekas operasinya. Jadi Anda tidak perlu merasa sungkan, saya sudah terbiasa melakukan hal ini." "Siapa namamu?" tanya Bellova. "Alena, Nona." "Nah Alena, kamu mungkin terbiasa dengan tugasmu. Tapi aku belum terbiasa, jadi tolong tinggalkan aku sendirian. Nanti jika aku sudah selesai aku akan memanggilmu," ucap Bellova kekeuh. "Baiklah, tapi Anda harus hati-hati. Kalau sampai Anda jatuh atau apapun, saya pasti yang akan mendapatkan teguran. Menurut asisten Sean, tuan Nick tidak suka orang yang tidak becus bekerja." Alena pun mengutarakan alasannya kenapa dia kekeuh ingin membantu Bellova. "Kamu tenang saja, aku akan hati-hati. Seandainya jatuh sekalipun, aku tidak akan mengadukanmu. Sudah siapkan saja semua yang aku butuhkan, itu tas peralatan mandi ku. Tolong juga bathrobe-nya diletakan ke tempat yang mudah aku jangkau," sahut Bellova. "Baik, Nona." Alena pun langsung melakukan apa yang di minta oleh Bellova, dia juga meminta dipindahkan duduk di sisi bathtub agar tidak membuat kursi rodanya basah. Barulah setelah itu Alena keluar sambil menjauhkan kursi roda agar tidak terkena air. Setelah Alena keluar, Bellova baru membuka pakaiannya. Untunglah dia mengenakan dress langsung yang memudahkannya untuk membukanya. Bellova mengambil shower, menyiram tubuhnya dari kepala. Dia sengaja melakukan itu, karena ternyata dia ingin menangis. Sejak tadi Bellova berusaha menahan tangisnya, dia tidak ingin ada orang yang melihatnya menangis dan menganggapnya lemah. "Tuhan, apa aku kuat menjalani kehidupan seperti ini. Tapi aku harus bagaimana lagi, aku tidak punya tempat pulang. Aku yakin Papa malah akan memarahiku jika sampai aku pulang ke rumah, aku juga tidak bisa cerita pada Mama. Aku tidak mau mama jadi kepikiran dan akhirnya sakit," ratap Bellova dalam tangisnya. Setelah puas menangis, Bellova pun menyelesaikan mandinya. Padahal dia jarang sekali membasahi kepalanya disore hari, dia hanya ingin tidak terlihat habis menangis. Itu kenapa dia membasahi kepalanya, jika sampai matanya merah dia bisa beralasan terkena shampo. "Alena, aku sudah selesai!" teriak Bellova memangil Alena saat dia sudah mengenakan bathrobe-nya. "Iya, Nona." Alena kembali masuk, lalu mendorong kursi roda mendekati Bellova lagi. Alena membantu Bellova naik ke kursi rodanya, barulah setelah itu mendorong kursi roda Bellova keluar dari kamar mandi. Dengan telaten Alena mengurus Bellova, mulai dari mengganti perban sampai mengeringkan rambutnya. "Terima kasih, Alena. Karena sudah membantuku," ucap Bellova saat mereka kembali ke kamar setelah dari walk in closed. "Sama-sama, Nona. Itu sudah jadi tugas saya, apa Anda mau ke tempat tidur lagi?" tanya Alena. "Bisa kamu bawa aku ke balkon? Terus minta pelayan buatkan teh, aku ingin menikmati sore di sana. Kamu tekan saja tombol satu di telepon itu, paman Liam gang akan mengangkatnya." Bellova menjelaskan pada Alena, seperti orang yang sudah lama tinggal di sana. "Baik, Nona. Ayo kita ke balkon," ucap Alena dan mendorong kursi roda Bellova ke arah pintu balkon. Alena membuka pintu balkon, lalu mengeluarkan Bellova ke sana. Bellova tersenyum merasakan angin sejuk menerpa wajahnya, seolah hembusan angin mengurangi rasa sesaknya saat berada di dalam kamar. "Saya telepon pelayan dulu ya, Nona." "Iya, kamu jangan pesan satu. Minta buatkan dua, aku ingin kamu menemaniku minum teh di sini." "Baiklah, Nona. Tapi saya akan merapikan kamar mandi sebentar, setelah itu saya kemari lagi." Bellova hanya mengangguk, Alena kembali masuk ke kamar untuk melakukan tugasnya. Bellova melihat ke arah taman samping, yang dihiasi bunga-bunga. Entah sengaja atau tidak, Bellova merasa seperti itu disiapkan untuknya. Karena dia merasa senang bisa melihat pemandangan cantik itu. Bellova sedikit merasa miris, saat baru merintis karier menjadi model dia terus menolak memiliki asisten yang ditawarkan kakak dan mamanya. Tapi sekarang saat dia lumpuh dia malah akan mendapatkan asisten pribadi, karena tidak bisa menolak keinginan suaminya. Sementara itu, Nick memanggil Sean untuk ke ruang kerja. Tak lama Sean langsung masuk ke sana dan menanyakan keperluan Nick memanggilnya. "Apa perawat itu sudah kamu antar?" tanya Nick. "Sudah, Tuan. Mungkin sekarang sedang membantu nona Bellova bersih-bersih," jawab Sean. "Apa dia terlihat senang mendapatkan perawat?" tanya Nick penasaran. "Entahlah, Tuan. Nona tidak menunjukkan ekspresi apapun, hanya saja saat saya bilang kalau akan ada asisten khusus yang akan menemaninya. Dia bertanya apa itu tidak berlebihan dan merasa jika perawat saja sudah cukup," jelas Sean. "Itu karena dia belum tau kegunaan memiliki asisten, nanti dia juga akan berterima kasih jika sudah merasakannya. Oh ya, kamu pesankan kursi roda elektrik. Supaya dia tidak lelah harus memutar roda kursi rodanya. Tangannya bisa kasar nanti, lagipula tuan Robert apa tidak sanggup membelikannya untuk putrinya sendiri. Kenapa dia seperti terus mengabaikan putrinya itu?" tanya Nick. "Ada rumor yang beredar, jika sebenarnya nona Bellova bukan anak tuan Robert. Tapi katanya itu hanya rumor semata, tidak ada yang tau kebenarannya." "Hemz, pantas saja. Meskipun dia terus terlihat seperti menyayangi putrinya, tapi semua seperti kebohongan di mataku. Dia seperti itu, pasti karena tau aku pria yang diselamatkan putrinya itu. Sudahlah, kamu pesan saja yang tadi. Nanti kita akan cari tau yang sebenarnya," ucap Nick akhirnya. "Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi keluar dulu," pamit Sean. Setelah Sean keluar, Nick seperti orang yang sedang berpikir. Karena memang dia sedang berpikir, tentang apa yang dibahasnya barusan. Rumor itu terdengar masuk akal, apalagi saat dia tau jika tuan Robert hendak memasukan Bellova ke panti orang-orang cacat. Sampai akhirnya Nick terpaksa tetap menikahi Bellova meskipun sebenarnya dia sempat berubah pikiran.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD