Part 16. Ikatan Hati

1017 Words
Part 16. Ikatan Hati “Besok kau nggak usah mengantarku, aku bisa pergi sendiri.” Rachel menolak bantuan Daniel yang bersikeras ingin mengantarnya ke rumah sakit. Sedangkan Daniel memang berniat ingin bertemu dengan Albert di sana untuk melaporkan semua urusan perusahaan padanya. “Santai saja. Lagipula aku ada janji dengan temanku di sana. Siapa tahu dia bisa memberiku pekerjaan.” “Lho, apa kau ingin bekerja?” “Ya, tentu saja. Aku ini seorang lelaki Rachel. Aku tetap harus bekerja.” “Memangnya semua uang yang kuberikan nggak cukup buatmu?” Rachel tak mengerti mengapa Daniel bersikeras ingin bekerja. Masalahnya Rachel mengkhawatirkan kondisi Daniel yang belum stabil paska pengeroyokan itu. “Apa kau ingin aku menghabiskan hariku di rumah dengan bersantai saja?” “Bukan begitu. Aku cuma khawatir dengan kondisimu, Daniel. Kau baru saja operasi dan terluka. Aku takut terjadi sesuatu yang buruk padamu.” “Kau takut terjadi sesuatu yang buruk padaku karena benar-benar mengkhawatirkanku, atau karena kau takut jika aku melarikan diri?” “Dua-duanya. Aku nggak begitu mengenalmu, Daniel. Dan aku sudah menyerahkan seluruh uangku padamu.” Daniel tersinggung mendengar ucapan wanita itu yang merasa telah membayarnya dan dia berhak mengatur dirinya. Apakah ini perasaan para wanita mantan kekasihnya dulu? Daniel merasa Tuhan seakan sedang mempermainkan dirinya. “Apakah uang itu sangat berharga buatmu?” “Tentu saja. Aku mencarinya setengah mati. Bertarung menyelamatkan pasien di UGD. Apa kau nggak tahu betapa berharganya semua uang itu? Kau sendiri nggak punya uang, kenapa kau begitu meremehkan uang, hah?” “Uang memang segalanya. Tapi segalanya belum tentu membutuhkan uang.” “Apa maksudmu?” “Tidak semua hal bisa kau beli dengan uang.” “Tapi, aku bisa membelimu.” Ucapan Rachel melukai harga dirinya. Seketika wajah Daniel memucat, tatapannya dingin. “Hei, mau ke mana? Ini sudah malam, Daniel!” teriak Rachel saat melihat Daniel pergi begitu saja sambil membanting pintu dengan keras. Ia khawatir jika Daniel keluar akan terjadi sesuatu yang buruk padanya. Gangster sedang berkeliaran di area apartemen mereka. Berita itu terdengar sampai di telinganya. Tak mau ambil pusing, Rachel terdiam sesaat. Ditatapnya punggung suaminya yang menghilang dari balik pintu. Rasa bersalah menyerangnya, namun ia terlalu malu untuk mengejar Daniel dan meminta maaf atas ucapannya yang tajam. “Dasar wanita berengsek!” maki Daniel, kesal setelah mendengar ucapan wanita itu yang benar-benar menyinggungnya. Di sisi lain, Rachel berdebat oleh hatinya sendiri. Antara ia harus mengejar Daniel atau tetap di apartemen. Namun kekhawatiran akan keselamatan Daniel lebih membuatnya takut. Akhirnya ia memutuskan mengejar Daniel dan meminta maaf. *** “Hei, lihat lelaki itu. Dia mendekat,” bisik salah seorang pemuda bertato yang mengenakan jaket kulit murahan. Bersama rekannya keduanya mengikuti Daniel yang berjalan sendirian dengan sikap tenang. Daniel tahu dirinya sedang diikuti. Meski begitu, sikapnya tetap tenang. Dua pemuda gangster itu sama sekali bukan lawannya. “Hei, berhenti!” Di ujung jalan yang sempit dan gelap, suasana terlihat mencekam karena lampu jalanan menyala temaram, memudarkan bayangan mereka berdua. Langkah Daniel terhenti, kebetulan ia sedang mencari mangsa untuk melampiaskan kekesalannya karena wanita menyebalkan itu. ‘Rachel sialan!’ Karena dia, Daniel terpaksa mencari korban untuk ia pukuli. “Serahkan uangmu!” Mereka mengeluarkan pisau dari saku, menodongkannya ke arah Daniel. Daniel tak bergeming. Melihat sikapnya yang tenang, kedua gangster itu semakin gerilya mengarahkan pisau, berusaha melukainya. Respon Daniel begitu cepat. Menghindari setiap serangan yang mereka lancarkan. Dengan mudah, Daniel berhasil memukul balik mereka. Saat Daniel hendak membalas mereka, seseorang muncul untuk menghentikannya. Daniel terseret mundur ke belakang, “Jangan pernah mengusik suamiku, dasar gangster sialan!” Dengan sepenuh kekuatan Rachel memukul mereka bertubi-tubi, membuat keduanya kewalahan karena serangan Rachel yang membabi-buta. Dua lelaki gangster yang malang tersebut terjerembab. Keduanya menyerah karena Rachel terus menghajarnya. Daniel melihat ke arah istrinya yang melawan dua gangster yang terbaring tak berdaya di jalanan. “Sudah, Rachel. Kau bisa membunuh mereka,” ujarnya menghentikan Rachel dari aksinya. Daniel yang awalnya kesal pada wanita itu, seketika emosinya menghilang setelah melihat Rachel muncul untuk menyelamatkan dirinya yang tak butuh bantuan. “Jangan hentikan aku! Berani-beraninya mereka menghajarmu!” Rachel berkata penuh emosi. “Sudahlah. Mereka sudah babak belur kau hajar.” Rachel berhenti, ia lantas mengecek kondisi kedua pria malang itu. “Sepertinya mereka pingsan. Bagaimana ini?” Rachel mulai panik. “Pinjam teleponmu.” Rachel menyerahkan ponselnya. Daniel mundur ke pojok, menghubungi seseorang. “Albert, aku butuh bantuanmu sekarang di sini. Bawa beberapa orang bersamamu. Kurasa aku menghajar dua gangster di jalan Atlantik.” “Baik, Tuan.” Panggilan telepon terputus. “Bagaimana?” Rachel ketakutan. Ini pertama kalinya ini memukuli seseorang hingga babak belur. Sebagai seorang dokter yang seharusnya mengobati, ia justru malah melukai. Rasa bersalah menghinggapi dirinya. “Ayo kita pulang!” Daniel menarik Rachel setelah melihat beberapa anak buahnya muncul dari kegelapan. “Ta-tapi ... “ Rachel berat hati meninggalkan dua lelaki yang terkapar itu. “Aku sudah menelepon bantuan. Kita biarkan saja mereka.” “Tapi, Daniel. Minimal aku harus memeriksa kondisi mereka.” “Sudahlah. Kita percayakan saya pada tim penyelamat.” Daniel menggiring Rachel menjauh sebelum perempuan itu melihat para anak buahnya dan Albert yang berdiri di kejauhan memantau situasi. *** “Rachel, kau baik-baik saja?” Sejak kembali ke apartemen Rachel terus diam tak bersuara. “Kau ini, kenapa harus keluar malam-malam, sih? Kau tahu ‘kan, kalau gangster sedang berkeliaran akhir-akhir ini.” “Habis, kata-katamu membuatku jengkel. Apa kau tahu?” “Maafkan aku.” Rachel menyesal telah melukai harga diri Daniel. “Ah, sudahlah. Sekarang kenapa kau keluar malam-malam dan memukuli para gangster itu?” “Itu karena aku melihat mereka hendak memukulimu. Kau habis terluka, Daniel. Aku nggak mau mereka melukaimu.” “Apa karena kau takut kehilangan uangmu?” sindir Daniel. “Nggak! Sejujurnya aku nggak peduli dengan uang itu. Aku cuma nggak mau melihatmu sekarat, itu saja.” Ucapan Rachel menyentuh hati Daniel. Entah mengapa lelaki itu tersenyum mendengarnya. “Apa itu lucu, hah?” Rachel merengut karena ucapannya membuatnya malu. “Tidak! Terimakasih karena sudah peduli padaku.” “Sama-sama.” Sepertinya Daniel tak menyadari kalau hatinya akan semakin terikat pada wanita yang menyewanya itu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD