Part 15. Menikahi Dokter Gila

1035 Words
Part 15. Menikahi Dokter Gila Rachel merasa lelah. Amat lelah. Pekerjaannya sebagai dokter magang di rumah sakit menghabiskan hampir seluruh energinya. Ia bahkan nyaris melupakan fakta bahwa hari ini dia baru saja menikah. Dipandanginya cincin berlian yang melingkar di jari manisnya. Sudut bibirnya terangkat, seular senyum terlihat di wajahnya. Memikirkan betapa berlian imitasi ini sanggup menghangatkan hatinya. Ia harus segera kembali, Daniel pasti sudah menunggunya di apartemen. Rasa bersalah kembali menyergapnya, karena setelah menikah ia bahkan mengabaikan suaminya. Meski pernikahan mereka hanyalah rekayasa saja, setidaknya ia tetap harus menjaga perasaan Daniel. *** Daniel melempar tubuhnya yang terasa berat setelah hampir seharian bekerja. Ia merasa sangat letih, membereskan seluruh ruangan di apartemen yang kini menjadi rumah sementara untuknya. Sudah sangat lama, Daniel tidak pernah membereskan tempat tinggalnya sendiri. Ia tinggal menyuruh para pelayan merapikan rumah, apartemennya, dan bahkan untuk memasak. Sekarang ia harus melakukannya sendiri. Penyamaran ini mulai menghabiskan seluruh energinya. Ia membuka matanya yang terpejam. Memaksa tubuhnya bergerak untuk menyiapkan makan malam spesial untuknya dan istrinya, Rachel. *** Rachel membuka pintu apartemen dengan langkah lesu, pikirannya masih dipenuhi dengan stres dari hari kerjanya yang melelahkan. Namun, ketika dia melangkah masuk, tatapannya langsung terpaku pada pemandangan di depan matanya. Apartemen yang biasanya berantakan dan kacau, sekarang terlihat begitu rapi dan tertata dengan baik. Dia memandang sekeliling dengan penuh keheranan. Daniel berdiri di dapur kecil, sibuk mengatur hidangan di atas meja makan kecil mereka. "Daniel?" panggil Rachel, suaranya penuh dengan keheranan. Daniel menoleh dengan senyum hangat. "Halo, istriku. Kau sudah pulang?” Rachel terdiam, matanya melihat sekeliling apartemen. "Ini... Ini apa? Ini nggak seperti apartemenku.” Rachel tertegun sambil menelan salivanya, kuat. “Kau pikir, aku bisa tinggal di kamar yang berantakan seperti kapal pecah ini, hah?” ejek Daniel sambil memutar bola matanya. “Yah, kau tahu pekerjaanku di rumah sakit sangat sibuk. Hampir setiap hari aku harus mengurus semua pasien di UGD. Bahkan jika terjadi kecelakaan, aku nggak sempat makan sedikit pun.” Rachel mulai mengeluh. “Terus, memangnya kau tidak bergantian dengan dokter jaga lainnya?” Rachel mendesah frustrasi, “Kau pikir dokter magang sepertiku bisa bertindak sesuka hatiku? Lagipula aku butuh penilaian bagus dari mereka agar aku diangkat menjadi dokter tetap di sana.” “Kenapa kau nggak cari rumah sakit lain saja?” “Apa kau gila? Rumah sakit Edyson adalah rumah sakit terbesar dan terlengkap di negara ini. Semua mahasiswa kedokteran ingin menjadi bagian dari rumah sakit ini.” “Oh begitu,” ucap Daniel acuh tak acuh. Ia sedikit kaget mengetahui fakta kalau rumah sakit warisan kakeknya akan menjadi rumah sakit impian para dokter. “Kenapa kau ingin jadi dokter?” “Awalnya aku ingin jadi dokter forensik, tapi karena ibuku ingin aku jadi dokter umum, aku pun mengambil jurusan yang dia inginkan agar bisa membuatnya bangga.” Ekspresi Rachel berubah sendu. Terlihat jelas kalau istrinya merindukan sosok ibunya. “Kau sendiri bagaimana, Daniel? Berapa banyak korban yang telah kau bunuh?” Daniel tertegun mendengar pertanyaan Rachel. “Entahlah. Aku tak tahu. Puluhan? Ratusan mungkin, atau ribuan.” Daniel tak menghitungnya. Bukan hal yang mengejutkan jika Daniel bertindak sekeji itu. Tak masalah jika ia harus menikahi seorang pembunuh, selama lelaki ini bersikap baik padanya. “Apa kau nggak memikirkan perasaan keluarga korban?” “Kenapa aku harus memikirkan perasaan mereka?” Daniel balas bertanya. “Kau telah membunuh anggota keluarga mereka. Pastilah mereka sangat berduka.” Daniel semakin tidak mengerti pembicaraan mereka kali ini. “Maaf, aku tidak mengerti maksudnya.” Rachel menghela napas panjang, berusaha meyakinkan Daniel kalau ia takkan berkhianat padanya. “Kau jangan cemas, Daniel. Jika kau membunuh seseorang, aku akan menyamar menjadi dokter forensik dan mengatakan kalau itu bukan pembunuhan.” Daniel memekik, “Apa kau gila? Kenapa aku harus membunuh orang?” Meski dirinya seorang mafia yang kejam, tapi Daniel tidak pernah membunuh siapa pun. Satu-satunya hal terburuk yang pernah dilakukannya adalah mematahkan tulang ekor musuhnya. Membuatnya lumpuh seumur hidupnya, atau yang lebih parah, ia pernah menyebabkan seseorang bunuh diri karena depresi akibat balas dendamnya. Itu pun kesalahan orang itu sendiri yang berani berurusan dengannya. “Lho, bukannya kau mengaku kalau kau pernah membunuh?” Melihat wajah Rachel yang lugu, Daniel tak bisa menyembunyikan tawanya. “Apa kau mempercayai ucapan ayahmu, hah?” Wajah Rachel bersemu merah, menahan rasa malu atas pikirannya yang liar. “Kau nggak membantahnya.” Ia tak mau disalahkan atas pemikirannya itu. “Satu-satunya korban yang kubunuh adalah nyamuk sialan. Dulu aku tinggal di jalanan dan nyamuk itu pernah nyaris membunuhku. Karena itulah, aku akan selalu membantai mereka semua agar hidupku tenang.” Rachel membelalakkan mata tak percaya mendengar ucapan Daniel yang terdengar konyol. “Jadi, ribuan korban yang kau bunuh itu adalah nyamuk?” Ia merasa malu karena menganggap Daniel sebagai seorang pembunuh berdarah dingin. Daniel mengangguk, “Kenapa kau nggak bilang dari tadi, sih?” “Kau sendiri sudah berpikiran macam-macam tentangku. Harusnya sebelum menikah denganku, kau cari tahu dulu siapa calon suamimu.” “Yah, ternyata calon suamiku hanyalah seorang pembunuh nyamuk. Mengecewakan sekali,” gumam Rachel sambil tersenyum kecil. Daniel melirik ke arahnya, nyaris tersenyum lebar melihat kegilaan istrinya. Ia tak menyangka akan bisa terhibur oleh perbincangan konyol ini. “Kau sendiri, mengapa kau ingin jadi dokter forensik?” “Karena aku ingin sekali membedah mayat.” “Sepertinya kau lebih gila dariku!” celetuk Daniel merasa ngeri mendengar keinginan aneh Rachel. Biasanya setiap wanita menginginkan hal lain, tapi tidak dengan Rachel yang lebih menyukai hal-hal yang bersifat kematian. “Kau tahu, aku ingin menggali informasi dari para mayat korban pembunuhan dan mengatakan pada polisi siapa yang telah merenggut nyawa mereka. Rasanya seperti kau memecahkan teka-teki yang sulit.” “Hmm, menarik sekali pikiranmu.” Daniel merasa sedikit tertarik dengan jalan pikiran Rachel yang pragmatis, sederhana, dan penuh ambisi. Ia tak mengira akan terjebak dalam hubungan platonis bersama dokter gila yang mungkin akan membuatnya gila. “Oh iya, bagaimana kalau kita merayakan hari pernikahan kita dengan minum?” Rachel mengangkat botol sampanye yang dibelinya sebelum pulang ke rumah. Daniel menyeringai lebar melihat wanita gila yang menikahinya hanya demi sebuah kontrak. “Boleh.” Dengan senang hati ia membuka tutup botol minuman itu dan menuangkan sedikit cairan ke atas gelas. Keduanya pun bersulang, merayakan pernikahan kontrak mereka. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD