chapter 12

1060 Words
Adara sangat menikmati film yang di putar. Dan sebelum menonton, Aron juga mengajaknya untuk makan. Dan dia hanya memesan satu telur fuyunghai dan satu salad. Walau ia tidak bisa menghabiskannya, setidaknya itu membuat Aron berhenti memaksanya untuk makan sesuatu. Kurang lebih mereka menghabiskan waktu selama hampir empat jam. Dan banyak hal yang Adara dengarkan dari Aron. Cowok itu berniat untuk pergi ke Eropa setelah menyelesaikan kuliahnya disini. Dia ingin menghargai ibunya dan menyetujui untuk berkuliah disini. Setelah itu dia akan pergi ke Eropa untuk mengejar cita-citanya.   Dan Adara pun baru mengetahui kalau orangtua Aron sudah bercerai. Tapi mereka tidak pernah mempermasalahkan untuk hak asuh anak. Aron bisa kapan saja bertemu dengan ayahnya di Eropa. Tapi dia hanya akan pergi kesana di hari libur, karena ibunya tinggal sendiri di Jakarta. Dan setelah empat jam, mereka pun berencana untuk pulang. Dan saat Aron menawarkan untuk mengantarnya pulang, Adara langsung menolaknya. Dengan alasan papa akan menjemputnya. Aron sedikit ragu meninggalkan Adara sendiri. Tapi setelah perempuan itu meyakinkannya, Aron pun meninggalkannya. Dan tidak berapa lama Daniela menjemput Adara di mall.   Daniela memperhatikan tiga bungkus makanan yang Adara bawa. Dari roti, cake dan juga cemilan lainnya. Temannya menaruhnya di meja ruang tamu Daniela dan langsung duduk di sofa. Tanpa permisi Adara langsung merebahkan tubuhnya dan memijat keningnya. Kakinya terasa sangat sakit karena terlalu lama berjalan.             “Tumben banget beli banyak makanan,” kata Daniela.             “Aron yang beliin. Gue gak bisa makan semua, jadi gue bungkus aja,” jawabnya.             “Jadi, lo serius nih sama Aron?” tanya Daniela lagi.             “Gak tau La, dia belum tau keadaan gue. Dan gue takut dia bakal ngejauh kalau tau kondisi gue,” jawabnya. Daniela pun hanya menatap Adara dan tidak bertanya lagi. Dia memfokuskan dirinya pada jalanan. Sementara Adara sibuk dengan pemikirannya.             “La, apartemen lo kapan kosong?” tanya Adara.             “Mungkin seminggu lagi, yang sewa apartemen gue lagi nyari tempat baru,” jawab Daniela. Adara pun menarik napas dan menghelanya. Rasanya dalam waktu seminggu dia bisa menjadi gila. Keadaan rumah yang membuatnya tidak pernah nyaman. Dia ingin buru-buru pergi dari rumah.             “Kenapa, Dar” tanya Adara.             “Gue ribut parah semalem,” jawab Adara. Dia pun menceritakan pada Daniela dari saat mama melihat Sangga yang mengantar soto. Dan dengan sangat tiba-tiba mama ‘menasihatinya’ tentang tidak pentingnya pacaran dan mengutamakan kuliah.             “Emang yang minta dimasukin ke akuntansi siapa?! Udah gue bilang gue gak mau, tapi mereka maksa!” cecar Adara. Daniela hanya mendengarkan unek-unek Adara. Agar temannya itu merasa tenang. Daniela sangat mengerti kalau sahabatnya itu dalam keadaan tertekan. Hamil, keluarga yang tidak memberi support dan juga ia harus memikirkan kelangsungan hidupnya dan anaknya kelak. Pasti semua itu sangat membuatnya stress.   *****   Adara menaruh piring makanan di cucian piring dan sekalian mencuci tangannya. Setelah menceritakan semuanya pada Daniela, Adara merasa sangat mengantuk. Akhirnya ia pun tertidur. Saat itu jam baru menunjukkan pukul setengah delapan malam. Dan sekarang sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Karena merasa lapar, Adara harus keluar dari kamar Daniela sendiri. Padahal dia sangat takut, karena suasana yang sangat remang. Berjalan ke dapur, Adara menyalakan lampu dan mengambil cake miliknya di kulkas. Dan sekarang ia merasa sudah sangat kenyang.   Cake yang ia bawa tadi lumayan enak dan tidak membuatnya mual. Padahal tadi saat di kafe, dia tidak berselera sama sekali dengan cake itu. Adara membersihkan tangannya, lalu ia berbalik untuk kembali ke kamar Daniela. Namun, dengan tiba-tiba Sangga datang dan mengurungnya. Cowok itu terlihat tidak sadar dengan apa yang ia lakukan. Matanya merah dan dari mulutnya tercium bau alkohol. Tapi tubuhnya masih terlihat tegap. Cowok itu menghimpit Adara di antara tubuh tegapnya dan kitchen set dapur Daniela.             “Apa-apaan lo?!” Adara sangat kesal dengan kelakuan cowok ini. dengan sangat tiba-tiba dia datang dengan wajah yang sangat tidak bersahabat. Adara berusaha untuk mendorongnya. Namun, tenaganya tidak cukup mendorong satu tiang listrik. ”Siapa cowok tadi? pacar lo?” tanya Sangga. “Bukan urusan lo!” “Urusan gue! Karena di dalam perut lo ada anak gue!” bentak Sangga. “Dia bukan anak lo! Dia cuma anak gue!! Hanya milik gue!!” balas Adara dengan teriakkan. Wajah Sangga tertunduk untuk mensejajarkan dengan perempuan dihadapannya. Adara semakin mual mencium alkohol yang menguar dari tubuh lelaki ini. Dan yang paling membuatnya tidak tahan adalah tatapan Sangga yang sangat mengerikan. “Dia anak gue! Lo gak bisa ngelak, karena gimana pun juga, lo sama gue udah tidur bareng! ” teriakkan keduanya memancing beberapa pekerja rumah Daniela dan Daniela sendiri. Senyum iblis sangga terpampang di bibirnya dan kembali berkata,” kecuali kalau lo cewek yang bisa tidur sama sembarang cowok.” satu tamparan lagi-lagi mengenai pipi Sangga. Mata Adara sudah memerah, satu air mata jatuh di pipi waDara itu. Dengan sekuat tenaga Adara menggigit bibirnya untuk menahan isakkannya. “Gue bukan p*****r!” ucap Adara. Dia pun menepis tangan Sangga yang seakan kehilangan kekuatannya. Adara pun pergi ke kamar Daniela dan menangis di kamar sahabatnya. Daniela menatap Sangga dengan marah dan menghampiri saudaranya itu. “Lo itu kenapa sih?!” tanya Daniela kesal. “Dia jalan sama cowok lain!” bentak Sangga. “Ya terus kenapa? Kalian ngelakuin itu tanpa kesadaran dan tanpa perasaan. Kalian sama-sama mabuk!” balas Daniela. Dia melihat saudaranya yang terlihat tidak senang dengan perkataannya. Lalu ia pun kembali berkata,” Ga, dari awal lo yang nolak anak itu! Lo gak yakin kalau itu anak lo! Jadi biarin Adara ngelakuin apa pun yang dia mau! Jangan lo bikin dia makin tertekan!!”   Sangga terlihat semakin tidak senang dengan perkataan Daniela. Tangannya mengepal dengan keras, cowok itu berbalik dan meninju kaca kitchen set. Kaca itu pun pecah dan membuat darah keluar dari buku-buku jarinya.             “Emosi lo gak akan bisa selesain masalah, Ga!” ucap Daniela. Perempuan itu pun pergi untuk menemui Adara. Meninggalkan Sangga yang masih terlihat tidak waras. Wajahnya merah padam, tangannya mencengkram wastafel dan pandangannya seperti singa kelaparan. Napasnya pun tidak beraturan. Seakan menunjukkan emosinya sedang tidak stabil. Ada beribu pikiran buruk di kepala Sangga, penolakkan terhadap dirinya, kebencian dan tidak pernah mendapatkan cintai.   Sangga tidak mempedulikan luka di telapak tangannya. Dia berbalik dan pergi dari rumah Daniela. Langkahnya terlihat semakin menghuyung dan perlahan ia pun terjatuh di sofa ruang tengah. Dalam tidurnya ia pun bergumam,” bayi itu anak gue! Anak gue!” berulang kali Sangga mengucapkan itu. Telapak tangannya terjatuh ke bawah, membuat tetesan darahnya terjatuh perlahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD