chapter 13

1053 Words
Adara menangis sesegukkan karena perkataan Sangga. Cowok itu punya mulut yang berbisa. Seakan dia tidak peduli dengan perasaan orang. Yang dia pikirkan adalah dirinya sendiri. Adara mencengkram telapak tangannya seakan dapat menenangkan perasaannya. Namun, itu sama sekali tidak berfungsi. Dia tetap menangis dan airmatanya terasa semakin deras. Dia pun menunduk dan menyembunyikan airmatanya di balik lutut. Baru kali ini ada orang yang mengatakan kalau dirinya adalah p*****r. Dan kenapa harus dia yang tidur dengannya? Kenapa dia harus kehilangan akalnya saat itu? Adara terus menyalahkan dirinya dan menangis dengan keras.   Daniela masuk ke dalam kamarnya dan mendapati Adara menangis terisak. Dia pun berjalan mendekati sahabatnya dan memeluknya. Dia mencoba untuk menenangkannya. Adara menangis seperti orang yang kehilangan kewarasannya. Daniela pun menepuk bahunya menenangkannya. Hingga akhirnya Adara pun merasa lebih tenang, Daniela mengambil tisu dan memberikannya pada sahabatnya. Adara pun mengambil tisu dan membersihkan wajahnya, tapi dia tidak bisa menghentikan tangisannya. Airmatanya masih terjatuh satu demi satu, seakan melepaskan seluruh beban yang terkumpul di kepalanya. Dia kembali tertunduk dan menangis. Daniela pun menarik Adara, lalu memeluknya erat.             “Dia b******k, La. Dia b******k! Dia bilang gue p*****r!!” kata Adara disela tangisnya. Daniela berusaha untuk menenangkannya dengan menepuk bahunya.             “Ssst.. udah gak usah lo pikirin ya. Lo tenang dulu. Inget anak lo, oke?” mendengar perkataan Daniela. Adara pun berusaha untuk berhenti menangis. Dia tidak ingin terjadi sesuatu pada anaknya. Daniela pun berjalan ke dispenser dan mengambilkan minum untuk Adara.             “Lo minum dulu,” ucap Daniela. Tangan Daniela masih mengelus punggung Adara agar merasa lebih tenang. Setelah sahabatnya itu minum, ia pun menyuruhnya untuk beristirahat. Cukup lama untuk Adara membuat dirinya tertidur. Karena setiap kali ia menutup matanya, seakan ada jutaan mimpi buruk yang datang. Mama yang selalu marah-marah dan membandingkannya dengan adiknya, Debby yang seakan tertawa dengan kebodohannya dan Sangga yang seakan ingin membunuh anaknya. Dia harus mencengkram selimut dengan erat untuk menghilangkan ketakutannya. Dan perlahan ia pun teridur.   Setelah yakin Adara sudah pulas dan tidak lagi terbangun. Daniela pun keluar dari kamar dan turun kebawah. Sangga tertidur di sofa dengan darah yang masih mengalir dari buku jarinya. Daniela mengambil obat kotak P3K, lalu berjalan ke tempat Sangga. Dia menarik tangan saudaranya itu perlahan, tapi sepertinya ia tidak tidur dengan pulas. Karena saat Daniela mengangkat tangannya, ia langsung terbangun dengan panik.             “Udah sadar?” tanya Daniela.             “Kenapa gue ada di sini?” tanya Sangga balik.             “Entar lo inget-inget sendiri aja,” kata Daniela. Dia kembali tangan Sangga. Dan membersihkan lukanya. Sangga mengerutkan kening, menahan rasa sakit di buku jarinya. Seperti ada pecahan kaca yang masuk ke dalam lengannya.             “Besok-besok, kalau lo kehabisan duit, coba bikin pertunjukkan debus,” ucap Daniela. Sambil mengeluarkan beling kecil dari dalam kulit Sangga.             “Sakit bego!” terak Sangga. Daniela tidak mempedulikan itu, karena memang seperti itu Sangga. Dia selalu kasar dan memaki siapa pun. Tapi sebelum dia seperti ini, Daniela sangat tahu bagaimana manisnya Sangga. Saudara lelakinya ini selalu menjaganya. Membuatkan rumah dengan seprai, sampai menangkal monster yang selalu ingin masuk ke dalam kamar Daniela. Namun, semuanya berubah dan dia menjadi seorang monster yang menakutkan.             “Gue gak tau apa yang lo pikirin tentang anak yang ada di dalam kandungan Adara. Tapi tolong, kalau lo berpikir untuk nyakitin Adara, mending lo tinggalin dia,” kata Daniela. Dia merapatkan perban dilengan Sangga dan mengikatnya.             “Maksud lo?” tanya Sangga. Daniela meletakkan kotak P3Knya di meja dan menatap sodaranya.             “Lo inget apa yang lo lakuin ke Adara tadi?” tanya Daniela. Sangga  terdiam seakan mencoba mengingat apa yang ia lakukan. Dan pada saat itu juga rona wajahnya menjadi berubah. Dia kembali terlihat marah.             “Gue gak suka cewek itu deket sama cowok b******k itu!” bentak Sangga.             “Aron bukan cowok b******k. Dia temen kampus kita dan dia orang baik,” jawab Daniela. Sangga semakin geram dan tatapannya terasa menakutkan.             “Gak usah ikut campur. Ini urusan gue dan teman lo itu!” ucap Sangga dengan nada dingin.             “Lo pikir gue bakal diem aja? Lo udah bikin temen gue hamil, terus lo gak percaya kalau itu adalah anak lo dan sekarang lo bikin dia stress karena ucapan lo! Dan lo masih bilang ini bukan urusan gue?! Coba pake otak lo!” balas Daniela. Mereka terdiam dengan saling tatapan. Jika Daniela bukan sepupunya sudah pasti cowok itu akan memukulnya. Daniela pun mengucapkan peringatan.             “Jangan pernah lo deketin Adara lagi! Atau gue bakal bilangin semua ini ke om Firza,” perkataan Daniela, membuat Sangga semakin geram.              “Terserah lo! Gue akan pastiin anak itu bakal jatuh ke tangan gue!” kata Sangga. Daniela terpaku untuk beberapa saat. Mata Sangga seakan menggambarkan semuanya.      “Jangan macem-macem, Ga! Gue gak akan izin lo nyentuh anak itu! Apalagi nyakitin dia!!” bentak Daniela. Sangga tidak berkata apa-apa, dia hanya tersenyum seperti iblis dan meninggalkan rumah Daniela.   Daniela sangat menyayangkan Sangga yang sekarang, dia seperti monster yang menakutkan. Padahal dulu dia adalah malaikat penjaga. Daniela menarik napasnya dan menghelanya. Kenapa juga harus Sangga yang menjadi ayah bayi itu?! Bikin semuanya jadi tambah rumit dan tidak ada jalan keluar. Daniela menyandarkan kepalanya di sofa dan menutup matanya.   Satu putaran cerita masa kecil Sangga terlintas di kepala Daniela. Sebelum umur dua belas tahun, Sangga benar-benar sangatlah manis. Tapi setelah umurnya mencapat tiga belas tahun. Tiba-tiba saja semua berubah. Cowok itu pernah masuk penjara dan kakek yang mengeluarkannya. Cowok itu menghajar teman sekolahnya hingga orang itu masuk rumah sakit. Bahkan sampai kritis. Tidak ada yang tahu apa yang cowok itu lakukan pada Sangga. Karena Sangga tidak mau membuka mulut sama sekali.   Dan setelah keluar dari penjara, om Firza, ayah kandung Sangga menjemputnya dari rumah kakek. Dan sebelum mereka pulang, om Firza memukuli Sangga. Dalam diam Sangga merasakan pukulan om Firza karena kenakalannya. Dan satu yang Daniela mengerti tentang Sangga. Dia memiliki banyak luka. Dia memiliki banyak tangisan yang ia tahan. Dan dia mengeluarkannya dengan melukai orang lain. Dan Daniela berharap saudaranya itu tidak berniat menyakiti Adara dan kandungannya.   Daniela tahu Sangga adalah orang baik. Dia tidak pernah melakukan apa pun tanpa alasan. Hanya saja dia tidak pernah mau menceritakan apa pun pada orang lain. Dia menyimpan seluruh lukanya sendiri. Membuat luka itu mengering dan menutup hatinya. Daniela menarik napas dan menghelanya berulang kali. Sepertinya masalah ini bukan hanya akan membuat Adara gila, dirinya pun akan gila karena masalah ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD