Chapter 11

1098 Words
Kelas selesai pada saat pukul sepuluh siang. Dan langsung berlanjut ke kelas lain. Dan pukul dua siang mereka pun sudah selesai. Adara merasa lega setelah seluruh pelajaran selesai. Adara berjalan dilorong kampus dengan Daniela. Namun, dengan tiba-tiba sahabatnya itu berbalik ke kelas untuk mengambil buku catatannya yang tertinggal. Adara pun berjalan sendirian dan sebisa mungkin dia menghindari Tasya dan Cila. Bukan hanya karena ia marah dengan candaan mereka. Tapi jujur saja Adara sangat gugup karena apa yang mereka candakan itu benar. Bagaimana kalau kehamilannya tersebar? Dan apa yang akan orang-orang katakan? Julukkannya akan berubah, dari Adara yang jual mahal, menjadi Adara yang murahan. Tasya dan Cila memang tidak pernah berpikir saat bercanda. Seakan semua hal bisa dia candakan. Mereka selalu menertawakan hal-hal bodoh. Terkadang Adara hanya tersenyum tipis untuk menghibur. Tapi ada kalanya dia merasa candaan mereka sama sekali tidak lucu. Dia memang tidak tahu keadaannya, tapi Adara tidak suka saat Cila hampir menyentuh perutnya. Dia mencoba menarik napas dan menghembuskannya untuk menghilangkan emosinya. Apa ini salah satu hormon kehamilan? Membuatnya menjadi sangat emosional dan tidak bisa mengatur perasaannya. Jujur saja belakang ini dia menjadi sangat sensitif. Dia menjadi mudah menangis, mudah marah dan mudah sekali tersinggung. Dari dulu dia memang seperti itu, tapi saat ini seperti petasan yang meledak-ledak. Karena dulu dia hanya akan memendam perasaannya. Apalagi menangis. Dia lebih baik meminum bergelas-gelas alkohol daripada harus menangisi hal bodoh.      “Dara!” Adara menoleh dan dia melihat Aron sedang berlari ke arahnya. Aron adalah cowok inceran Adara. Dia itu cowok paling ramah, baik dan juga humoris. Tadi mereka memang sempat satu kelas, tapi selanjutnya mereka berpisah karena harus masuk ke kelas yang berbeda. Dan kini cowok itu kembali berada dihadapannya. “Lo udah mau pulang?” tanya Aron. Adara mengangguk dan berkata,”iya.” Adara berharap tidak ada hal bodoh di tubuhnya saat ini. Karena dia harus terlihat sempurna di depan Aron. “Gak ngumpul sama temen-temen?” tanya Aron. Adara menggelengkan kepala. Dia mencari Daniela yang sudah pergi ke parkiran lebih dulu. Dengan cepat dia mengirim pesan pada temannya itu.  “Mau bareng?” tawar Aron. Adara berpikir sesaat dan perlahan menganggukan kepala. Pikiran Adara seakan berkata, apa yang akan Aron lakukan jika dia tahu kehamilannya? Apa cowok ini akan tetap seramah ini padanya? Adara hanya tersenyum pada Aron dan berjalan menuju parkiran bareng. Aron menceritakan banyak hal padanya dan membuat Adara tertawa. Cowok itu seakan membuat beban di kepalanya menguap begitu saja.    Adara selalu merasa gugup disamping Aron. Cowok itu seperti membuat degup jantungnya berdetak tidak normal. Dia benar-benar menyukainya. Cowok ini sangat tampan. Rambutnya yang sedikit kepirangan dan mata coklat yang terang. Setahu Adara Aron itu darah campuran Indonesia dan Eropa. Dan bukan hanya tampan, dia juga sangat pintar dan berani. Dia pernah menolak permintaan kakak senior saat mereka meminta Aron melakukan hal yang tidak masuk akal. Adara sangat mengangguminya saat dengan pintar ia berkelit dengan kakak senior dan membuat mereka semua bungkam. Dan Adara memang sangat benci dengan senioritas yang berkembang di dunia. Dimana mereka menyalah gunakan kata ‘senior’ agar bisa melakukan apa pun pada adik tingkat mereka. Dan sikap Aron mengajarkan semua adik tingkat untuk berani berkata.   Suara pesan berbunyi di tas Adara. Dia pun mengambil ponselnya di dalam tas dan melihat balasan pesan dari Daniela.  Lo pulang sama Aron? Gak tau, gue sih gak mau pulang. Moga aja dia ajak gue jalan dulu. Yaudah, entar kabarin gue, ya. Biar gue jemput lo. oke   Adara memperhatikan pesan dari mama yang menyuruhnya langsung pulang. Dia tidak mempedulikannya pesan mama dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas. Mereka masih terus berjalan dan sesekali membicarakan kesukaan mereka. Seperti film kesukaan, musuk dan lainnya.      “Lo mau nonton sama gue?” tanya Aron.     “Sekarang?” tanya Adara, yang dibalas anggukkan cepat oleh Aron.       “Kalo lo yang traktir gue mau,” jawab Adara.     “Wah, alamat bokek nih gue,” balas Aron. Adara pun tertawa dan menggelengkan kepalanya.     “Gak, gue becanda kok,” Kata Adara.      “Gak, gue traktir lo. Gak apa bokek asal lo mau nonton sama gue,” balas Aron. Adara pun tersenyum dengan perkataan Aron. Mereka pun membicarakan penyanyi indonesia. “lo mau nonton konser bulan depan? Gue dapet tiket dari temen gue. Dia udah beli, tapi mendadak ada urusan.” Ajakan Aron tentu saja terasa menggiurkan untuk Adara, tapi bagaimana dia bisa pergi dalam keadaan seperti ini. Dan dua bulan lagi, berarti perutnya sudah semakin mengembung seperti balon. Adara pun menggelengkan kepalanya pelan. “Kayaknya gak bisa deh, Ron. Gue sama Daniela mau pergi liburan,” tolak Adara. Aron hanya mengangguk. Adara menarik napas dan menghelanya. Dia benar-benar kesal dengan keadaannya, karena kebodohannya dan si b******k Sangga, dia harus melepaskan ajakan Aron. Sesampai mereka di mobil Aron, tiba-tiba saja Adara dikejutkan dengan kedatangan Sangga. Cowok itu bersandar di kap mobilnya seraya menatapnya. Tatapannya selalu membuat Adara tidak nyaman. Seakan dia siap untuk menerkamnya kapan pun. Tanpa mempedulikannya, Adara pun masuk ke dalam mobil Aron. Mobil Aron melewati Sangga dan dengan sangat jelas dari kaca jendela dia melihat Sangga menatapnya. Dia berusaha untuk mengacuhkannya. Mobil Aron pun berbelok dan menghilang dari Sangga.  “Lo kenapa? Kayak tegang gitu?” tanya Aron. Adara tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Padahal dalam kepalanya sudah terputar hal-hal buruk. Dia tidak pernah melihat Sangga di kampusnya. Itu sudah menjadi pertanda buruk. Karena cowok itu seperti pembawa sial untuk Adara.  Mobil Aron berjalan keluar dari kampus dan Adara sudah tidak melihat Sangga. Tapi ketakutannya masih menghantuinya. Dia benar-benar khawatir dan cemas. Namun, dengan sangat tiba-tiba Aron menyentuh tangannya, seakan memberikannya ketenangan.      “Lo kenapa? Muka lo tuh kayak abis liat debit kolektor,” ucap Aron. Membuat Adara tertawa.     “Sialan! Emangnya gue ada muka-muka suka ngutang?” rutuk Adara.     “Gak sih, tapi muka lo cocok buat jadi tukang nagihnya. Sama-sama garang,” balasan Aron membuat Adara semakin tertawa. Dia pun bisa meninggalkan sedikit masalahnya dengan candaan Aron. Cowok itu juga melemparkan candaan bapak-bapak yang amat garing.     “Kemaren bapak gue makan permen karet, tapi pas dikunyah malah pedes,” ucap Aron. Adara pun mengernyitkan kening.     “Kok bisa?”     “Soalnya karetnya dua,” jawab Aron. Adara butuh waktu untuk mencernanya, lalu dia pun tertawa saat menyadari candaan itu.     “Ih sumpah! Lo garing banget! Kayak candaan bapak-bapak!” oceh Adara. Namun, dia tidak bisa berhenti tetawa. Aron pun memperhatikan Adara yang tertawa dan tiba-tiba tangannya menyentuh rambut Adara dan membelainya.     “Lo cantik saat ketawa,” kata Aron. Itu bukan hal baru yang cowok katakan. Tapi siapa pun yang mengatakannya, jika orang itu memiliki rasa special, pasti perkataannya punya arti sendiri dihati Adara. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD