chapter 14

1126 Words
Adara berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya. Ini sudah kesekian kalinya dari saat ia bangun tidur. Rasanya tubuhnya tidak memiliki tenaga sedikit pun. bahkan obat anti mual yang Adara minum tidak berguna sama sekali. Dia rebah di kasur dan berharap ini segera berakhir. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh dan Adara belum makan apa pun dari pukul tujuh pagi. Dia tidak memiliki tenaga sedikit pun. Dan sepertinya, jika dia muntah lagi, Adara akan jatuh di kamar mandi. Karena tulangnya sudah tidak bisa menopang tubuhnya.   Pintu kamar Daniela terbuka dan sahabatnya membawakan sarapan untuk Adara. Adara mencoba untuk bangun dan melihat sarapan yang Daniela buat untuknya. Satu tangkup sandwich dengan segelas s**u dan juga beberapa potongan buah.             “Makan dulu, Dar,” kata Daniela. Adara terlihat tidak berniat untuk memakannya, karena rasa mual parah yang ia alami. Tapi bagaimana pun anaknya harus mendapatkan nutrisi. Adara pun memaksa untuk bangun dan mengambil nampan makanan yang Daniela bawa. Dengan perlahan ia memakan buah apel untuk menghilangkan mual yang ia rasakan.             “Masih pusing?” tanya Daniela. Adara hanya menganggukkan kepalanya. Masih memakan dengan sangat perlahan buah apel yang sudah dipotong kecil-kecil.             “Bukan cuma kepala gue, seluruh badan gue sakit semua. Dan ini karena saudara lo yang b******k itu!” rutuk Adara. Daniela memperhatikan Adara yang masih sangat kacau. “Maafin dia ya. Dia lagi gak sadar semalam,” ucapan Daniela membuat Adara menjadi naik pitam. Namun, Daniela langsung menyela perkataan Adara. “Karena dia mabuk, terus dia bisa seenaknya aja gitu? Omongannya nyakitin gue, La,” balas Adara masih sangat emosi. Daniela terdiam untuk beberapa saat, dia tahu saudaranya itu salah. Tapi dia tahu alasan kenapa Sangga menjadi semenyebalkan sekarang. “Gue tau dia udah nyakitin lo. Dan lo kesal banget sama kata-katanya. Tapi dia gak sejahat yang lo bayangin. Dia itu sebenarnya baik, tapi keadaan yang bikin dia jadi kayak gitu. Dia ngerasa gak ada yang nerima dia setelah kepergian nyokapnya. Ada luka yang dia sembunyiin dan dia gak mau berbagi lukanya dengan siapa pun,” kata Daniela. Adara sudah ingin kembali berbicara, tapi Daniela lebih dulu berkata. “Lo punya luka sendiri di dalam keluarga lo. Dan begitu juga dengan sangga. Untuk sekali ini aja, gue minta sama lo untuk maafin dia,” penjelasan Daniela membuat Adara mengerti. Tapi sulit banginya untuk melupakan perkataannya. Adara pun menghela napas. “Gue ngelakuin ini cuma karena lo. Kalo bukan karena lo, gue berani sumpah gak akan pernah maafin dia,” ucap Adara. Daniela tersenyum pada Adara, seakan mengucapkan terima kasih pada sahabatnya itu. Dia pun kembali memakan sarapannya, namun ia tidak bisa menghabiskan satu tangkup sandwich. Rasanya perutnya seperti berulah dan membuat tenggorokkannya terasa mual. Adara pun menaruh kembali sandiwich di piring dan meminum susunya sedikit demi sedikit.   Dan selama itu juga Daniela seakan menceritakan tentang Sangga padanya. Hidup dalam keluarga broken home dan diasuh dengan ayah yang menjadikan kehidupan Sangga menjadi mimpi buruk. Dia tidak tahu mana yang lebih baik, hidup dalam keluarga utuh, tapi selalu kompak membandingkannya dengan adiknya. Atau hidup hancur dan penuh dengan luka mental dan fisik. Tapi dia tetap tidak bisa menerima dengan cara cowok itu. Dia menjadikan lukanya hanya untuk melukai orang lain. Apa itu bisa memuaskan dirinya?   Adara membuka satu cemilan yang Daniela simpan di lemarinya. Daniela memiliki banyak simpanan kripik, berbagai coklat dan juga cemilan lainnya. Dan mungkin itu yang membuat Adara suka berada di rumah Daniela. Karena dia tidak perlu turun ke bawah untuk mengambil sesuatu. Dia memakannya bersama dengan Daniela. Masih dengan Daniela yang menceritakan kisah hidupnya sangga. Cowok itu benar-benar masalah untuk keluarganya, bahkan kakeknya pun tidak bisa mengontrolnya. Sementara ayahnya tidak bisa lagi mengatur anaknya.  “Tante Ina, ibu tiri Sangga baik banget ke Sangga. Tapi Sangga gak pernah suka sama tante Ina. Malah dia selalu terlihat acuh dan sekali pun harus bicara, dia akan bernada ketus ke tante Ina. Dan itu selalu membuat om Firza marah besar ke Sangga,” cerita Daniela. Adara bisa membayangkan semenyebalkan apa wajah lelaki itu.   Daniela menceritakan banyak hal tentang Sangga pada Adara. Dan yang dari Daniela, Adara tahu kalau Sangga tinggal di apartemen yang kakek berikan. Karena dia menolak untuk tinggal dengan ayahnya dan juga dengan kakek. Dan agar cucunya itu tidak hidup dengan sembarangan, kakek membelikan apartemen untuk Sangga. Dan karena itu juga Daniela merengek untuk dibelikan apartemen yang sama dengan Sangga. Dan kakek pun menyetujuinya. Tapi anehnya Daniela tidak mau menempati apartemen itu dan malah menyewakan apartemennya.             “Mending disini, masih ada pembantu. Kalau ada apa-apa gue tinggal teriak. Kalau di sana yang ada gue cuma bisa ngejer sendirian,” kata Daniela. Adara hanya tertawa dan menjitak Daniela.             “g****k lo!” ucapnya.   ****   Adara pulang ke rumah untuk menyiapkan beberapa pakaian. Daniela mengatakan kalau si penyewa apartemen sudah pergi. Jadi dia bisa menempatinya. Adara merapikan beberapa barang yang penting dan memasukkannya ke dalam koper. Adara juga sudah memikirkan tentang pekerjaan, untuk sementara dia akan mencoba untuk menseriuskan jualan online yang ia kerjakan. Selama ini dia tidak terlalu serius menjalani usahanya itu. Mungkin juga nanti dia bisa memperluasnya dengan mengupload tutorial make up, atau memposting outfit yang menarik. Setidaknya dia bisa berusaha untuk kehidupannya sendiri mulai sekarang.   Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan kembali tertutup dengan rapat. Adara menoleh dan mendapati adiknya yang berdiri di depan pintu kamarnya. Adara pun menatapnya dengan tidak senang dengan kebiasaan Debby.             “Lo gak bisa ketuk dulu?!” bentak Adara. Debby tidak menjawab perkataan Adara dan memberikan satu benda yang Adara simpan di dalam laci. “ Dar, ini punya siapa?” tanya Debby. Adara memucat dan menatap Debby semakin kesal. Dia pun mendorong adiknya dengan sangat keras. “Lancang banget lo!” bentak Adara. Debby kembali berdiri dan menatap Adara. “Gue gak pernah peduli lo benci sama gue, Dar. Tapi gue gak nyangka, lo sebenci ini sama diri lo sendiri?!” kata Debby. Adara menggertakkan giginya dan keras dia menampar pipi adiknya. “Jangan ikut campur urusan gue!” kata Adara dengan nada dingin. Debby masih menatap kakaknya itu. Dia masih tidak percaya dengan hasil testpack yang ia lihat di laci kakaknya itu. Padahal dia hanya berniat untuk mengambil kertas hvs di lacu kamar Adara. Tapi tanpa sengaja dia menemukan benda itu. “Lo sebenarnya kenapa sih? Lo sadar gak sih, makin lama lo tuh makin berantakan. Lo suka pulang malam. Bahkan lo suka mabuk!” ucap Debby. “Untuk anak kebanggaan kayak lo. Apa yang lo tahu?! Mending lo keluar dari kamar gue sekarang!!” Adara mendorong Debby agar ia keluar dari kamarnya. Dan setelah adiknya itu keluar, Adara pun merapikan baju dengan dengan cepat. Mumpung mama dan papa sedang pergi ke nikahan keluarga, dia bisa pergi secepatnya. Dia benar-benar panik dan takut sekarang. Dia sudah bisa membayangkan adiknya itu pasti akan mengatakan pada mereka soal kehamilannya.   *****    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD