Chapter 10

1082 Words
Adara pergi pagi-pagi buta untuk menghindar dari seluruh keluarga. Dia tidak ingin berbicara dengan mama atau siapa pun di rumah ini. Soto yang Sangga bawa semalam cukup membangkitkan napsunya. Walau orang yang mengantarnya hampir menghilangkan napsu makannya. Adara juga terkejut karena mama melihat Sangga yang mengantarkan makanan untuknya. Dan lagi-lagi ia berkata dengan peraktaan yang menyebalkan.     “Pacar baru lagi?” tanya mama. Adara tidak mempedulikannya dan menuang sotonya ke dalam mangkuk.     “Kamu ini tuh mau jadi apa sih?! Kerjaan kamu dari waktu sekolah sampai sekarang cuma pacaran aja,” katanya lagi. Adara menggertakan giginya, karena merasa kesal dengan pendapat mama tentang dirinya.     “Kamu ini udah besar, coba lebih serius kuliahnya. Biar cepet lulusnya dan dapet kerjaan yang bagus. Baru kamu pikirin pacaran dan langsung nikah, bukan main-main kayak sekarang,” kata mama lagi.      “Gak usah urusin Adara, ma! Aku bisa urus diriku sendiri, mama cukup urus aja anak mama. Kalau emang mama udah capek keluarin uang buat Adara, nanti aku cari uang sendiri!” Saut adara dengan kesal.      “Kamu tuh selalu aja ngelawan kalau di bilangin. Coba kamu tiru...”     “Debby?! Aku beda sama beda sama Debby, ma!! Kapan mama bisa terima aku??!! Apa mama gak nyesal punya anak kayak aku?! Kenapa mama lahirin aku?!! Kenapa gak mama gugurin aku aja!!” bentak Adara kesal. Dan karena teriakkannya itu membuat Debby dan papa keluar kamar.      “Adara! Jaga sikap kamu!! Dia itu ibu kamu!” ucap papa. Adara hanya mendengus dan membawa mangkuk sotonya ke kamar. Mama juga tidak lagi berbicara apa pun dan papa seakan berusaha untuk menenangkan mama. Saat di lantai atas, Adara melihat adiknya yang berdiri di depan kamarnya. Dia tidak berkata apa pun pada saudarinya itu dan langsung masuk ke kamar dengan membanting pintu kamarnya dengan keras.  ***** Dan karena keributan tadi malam membuat Adara tidak ingin bertemu dengan keluarganya. Dia memilih pergi di pagi buta. Adara menaiki transjakarta dan duduk di bangku kosong di paling ujung dekat jendela. Tatapan Adara tertuju pada jalanan, tapi pikirannya seakan tidak berada di tempatnya. Tangannya membelai perutnya yang sudah sedikit membuncit. Dan untuk menyembunyikan itu, Adara mengenakkan dress yang kebesaran dengan warna hitam dengan panjang mencapai lutut.  Banyak hal yang ia pikirkan, dia takut kalau ia akan menjadi yang buruk. Dia takut akan mengecewakan anaknya nanti. Seperti mama menyakitinya dan mengecewakannya. Tapi dia juga tidak tahu harus berbuat apa. Tidak ada yang bisa membantunya saat ini. Dia harus menjadi orangtua tunggal. Tapi dia sendiri tidak merasa yakin pada dirinya sendiri. Bus masih melaju dengan kecepatan sedang. Dan dia baru sadar kalau bus mulai ramai. Tidak berapa lama ponsel Adara pun berdering. Nama Daniela tercantum di layar ponselnya. Adara pun langsung mengangkat ponselnya.     “Lo dimana?” tanya Daniela.     “Di busway, napa?” jawab Adara.      “Lo kuliah?” tanya Daniela lagi.     “Iya,” jawabnya lagi. Sebenarnya dia merasa malas datang ke kampus. Tapi Adara tidak tahu harus pergi kemana. Apalagi kampus yang ia masuki adalah keinginan papa dan mama. Bukan keinginannya. Mereka sangat ingin Adara akuntansi. Padahal Adara sangat ingin masuk kejurusan bisnis. Mama hanya bilang kalau dia tidak akan bisa memakai itu nanti. Sementara jurusan akuntansi Adara bisa bekerja dimana saja. Bukankah itu sangat menyebalkan? **** Pukul delapan pagi Adara sudah sampai di kampus. Adara berjalan kaki sedikit dari halte menuju kampus. Dia memakai sepatu kets dan menaruh high heelsnya. Karena heelsnya itu bisa berbahaya untuk bayinya. Apalagi jika dia sampai terjatuh. Dan rasanya memakai kets lebih nyaman. Memasuki kampus Adara langsung mengirim pesan ke Daniela. Lo dimana? Gue baru sampe.  Ke kantin dulu. Gue laper banget. Adara pun langsung berjalan ke kantin dan disana sudah ada Daniela, Cika dan Tasya. Adara menggantung tasnya di bangku dan langsung memesan juice jeruk dan mengambil roti sandwich. Dia juga sudah memasukkan s**u ibu hamil ke dalam tumbler.      “Eh, kalian tahu gak? Si Dewi anak psikolog, katanya lagi bunting,” ucap Tasya. Mendengar perkataan temannya itu. Adara pun tersedak dan dia langsung menepuk dadanya.     “Tau darimana lo?” tanya Adara.      “Anak-anak psikologlah! Dia tuh suka mual-mual gitu, terus badannya jadi agak gemuk gitu,” jelas Tasya. Adara menggigit bibirnya dan merasa sangat cemas. Bagaimana kalau Tasya mengetahui kehamilannya? Apa dia juga akan mengumumkannya? Jujur saja Adara tidak bisa percaya dengannya. Adara meminum susunya lagi dengan perlahan. Berharap itu dapat menghilangkan kegugupannya. Dia juga memakan sandwichnya, tapi dia masih degup jantungnya berdetak sangat cepat.  “Lo juga mirip kayak si Dewi. Suka mual dan makan lo sedikit, jangan-jangan lo...” kata Tasya dengan nada bercanda. Namun perkataan itu membuat wajah Adara memucat. Cila pun tertawa dengan candaan Tasya. Membuat Daniela ikut tertawa untuk menutupi kegugupannya dan Adara. Karena wajah temannya itu terlihat sangat panik. “Ngarang banget sih lo!” saut Daniela. Mereka tertawa dengan candaan Tasya. “Yang di tumbler itu apa? Jangan-jangan lo s**u ibu hamil ya...” kini Cila yang menimpali. Adara semakin tersenyum gugup.  “Uh... tayang mama, sehat terus ya...” Tasya mendekatkan tangannya ke perut Adara. Namun dengan cepat di tepis olehnya. “Becandaan lo gak lucu!!” bentak Adara. Dia langsung pergi meninggalkan mereka semua. Daniela pun segera mengejar Adara. Tasya dan Cila terlihat kebingungan dengan Adara yang tiba-tiba marah. Padahal biasanya cewek itu terlihat santai kalau diajak becanda. Mereka pun saling tatap dan kembali menghabiskan makanan mereka. Tasya memperhatikan Adara dan Daniela yang berjalan ke dalam gedung bersamaan. Lalu, ia pun kembali menghabiskan siomaynya.   Dari parkiran mobil Tasya melihat satu lelaki yang langsung berlari saat melihat Adara. Dia menarik napas dan menghelanya. Semua cowok hanya akan memperhatikan Adara. Tasya tidak pernah mengelak, kalau Adara itu memang sangat cantik. Dia memiliki kulit putih dan wajah yang bersih. Rambutnya yang berwarna hitam gelap dan tebal. Dan matanya yang selalu terlihat misterius membuat lelaki menjadi penasaran dengannya. Dan itu yang membuat mereka mengejarnya mati-matian. Dan dari hari pertama Tasya melihat Adara, saat itu dia benar-benar takjub bagaimaan Adara menaklukkan kakak senior. Dia tidak pernah menolak, tapi lebih memberikan harapan palsu. Dan bahkan karena itu Adara mendapatkan perlakuan special dari kakak kelas.      “Sya, ke kelas yuk. Bentar lagi mulai,” ucap Cila. Tasya pun mengambil tasnya dan berjalan mengikuti Cila.      “Lo ngerasa ada yang aneh gak sama Adara?” tanya Tasya sambil berjalan.      “Aneh apa?” tanya Cila balik. Tasya pun menggelengkan kepalanya. Mereka berjalan memasuki gedung dan masuk ke dalam kelas. Tasya memperhatikan Adara yang duduk di pojok ruangan bersama Daniela dan Aron. Cowok yang tadi berlari mengejarnya. Tasya pun mengambil tempat lain bersama Cila. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD