chapter 9

1045 Words
Setelah menginap selama dua hari di rumah sakit. Tentunya tanpa memberitahu mama dan papa, ia hanya bilang kalau ia menginap rumah Daniela. Itu pun Adara hanya mengirimkan pesan. Dan ia langsung mematikan ponselnya, sebelum mama meneleponnya dan membuat kepalanya semakin terasa sakit.   Namun, saat ia kembali ke rumah, kepalanya yang sudah membaik. Kembali terasa berdenyut. Dia harus menelan semua ocehan mama. Dia mencoba untuk mengacuhkan perkataannya, tapi tetap saja itu sangat menganggunya. Dan karena sudah merasa gerah dengan perkataan mama, Adara pun langsung menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar.             “Pulang juga? Mama kira kamu mau pindah ke rumah temanmu itu,” ucap mama.             “Iya, nanti aku pindah,” saut Adara, membuat mama semakin geram.             “Kamu kenapa semakin susah dibilangin sih?! Adik kamu aja...”             “Iya! Aku bukan kayak Debby yang bisa dibilangin! Terus mama mau apa?! Kalau mama emang gak bisa terima aku, kenapa mama gak bunuh aku aja waktu aku lahir! Biar anak mama cuma satu!!” bentak Adara.             “Adara! Jaga ucapan kamu! Mulai sekarang mama gak mau kamu nginep lagi. Apa pun alasan kamu!!” bentak mama. Adara tidak mempedulikan perkataan mama dan langsung menaiki tangga. “Adara! Kamu dengar apa tidak?! Mama tidak mau kamu menginap rumah Daniela lagi!” Adara tidak mempedulikan perkataan mama dan langsung menutup pintu rapat-rapat. Adara menaruh tasnya digantungan dan langsung merebahkan tubuhnya. kepalanya masih terasa sangat sakit. Tante Tanya sudah memberikan beberapa saran, tapi rasanya itu tidak bekerja sama sekali. Dan kata tante Tanya, ini akan berjalan selama tiga bulan. Karena memang kandungannya baru masuk di trimester kedua.   Tangan Adara berjalan ke perutnya dan membelainya. Tante Tanya sudah memberikan hasil usg bayinya. Dan Adara merasa sangat terharu saat melihatnya. Janinnya masih sangat kecil. Dia memiliki degup jantung yang sangat kuat. Seakan memberitahu Adara untuk menjadi ibu yang lebih kuat. Tangannya masih berjalan pada perutnya dan membelainya perlahan.             “mama akan memberikan yang terbaik untuk kamu. mama janji,” kata Adara. Tangannya berjalan ke bibirnya dan memberikan ciuman pada perutnya. Seakan berharap hal kecil itu dapat dirasakan janinnya.   Semakin lama mata Adara terasa sangat berat dan dengan perlahan ia pun memejamkan matanya. Dengan tangannya yang terus memeluk perutnya. Dalam mata tertutup Adara memikirkan bagaimana caranya dia membiayai hidupnya sendiri dan bayinya nanti. Walau Daniela bilang dia akan membantunya, tapi Adara tidak akan bisa bergantung dengan sahabatnya itu.   Karena sudah pasti dia harus merawat dan membesarkannya sendiri. Dan bukan tidak mungkin Adara harus pergi dari rumah ini. Dan dia harus mempersiapkan semuanya. Dia memiliki sedikit tabungan di bank, tapi itu tidak akan cukup sampai setahun. Dia harus memikirkan semuanya dari sekarang. Untuk dirinya dan bayinya. Mungkin dia bisa menjual sesuatu, atau membuat sesuatu, tapi Adara masih terlalu lelah untuk memikirkannya sekarang.   ****   Adara terbangun saat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dan perutnya sudah sangat lapar. Berjalan keluar dari kamar Adara tidak melihat mama atau pun papa. Debby masih ada di kamarnya menjadi anak kebanggaan mama. Belajar dengan rajin dan giat. Menuruni tangga Adara berjalan ke dapur. Mama masak ayam rica-rica dan tumisan. Dan jujur saja dia tidak bernapsu dengan makanan itu. Entah kenapa dia sangat ingin makan soto.   Adara berjalan ke ruang depan dan mencari kunci mobil papa. Dia berniat untuk membeli soto di depan kompleks. Karena menurut Adara soto itu sangat enak. Dia berjalan ke meja depan ruang tamu dan mengambil kunci mobil. Namun, baru saja Adara ingin keluar, tiba-tiba pintu kamar mama terbuka. Dan posisi kamar mama langsung menghadap ke pintu depan. Dan mau tidak mau mama melihat Adara. ” Mau kemana lagi kamu?” tanya mama masih dengan nada kesal.             “Mau beli soto,” jawab Adara.             “Jangan macem-macem deh. Ini udah jam sepuluh,“ larang mama.             “Tapi Dara laper, ma,” rengek Adara.             “Mama kan udah masak. Kenapa? Masakan mama gak enak? Gak kayak di rumah Daniela?” pertanyaan mama membuat Adara geram. Adara pun mengurungkan niatnya. Dia mengembalikan kunci mobil ke tempatnya dan berjalan ke kamar. “Mama gak ngerti sama kamu. Dari kecil kamu beda banget sama adik kamu,” ucap mama. Adara tidak berkata apa pun, tapi dengan sengaja dia menyenggol guci kesayangan mama. Membuat guci itu terjatuh dan hancur. “Adara!” bentak mama. Namun, putrinya itu sudah menaiki tangga dan menutup pintu kamarnya dengan sangat keras. Dan menunduk dibelakang pintu. Kenapa mama selalu membandingkannya dengan Debby? Apa mama tidak bisa menerimanya tanpa harus membuatnya menjadi orang lain. Adara menundukkan kepalanya ke lutut dan menangis. Sampai kapan dia harus bertahan di rumah? Sikap mama membuatnya menjadi tidak betah. Papa juga tidak pernah membantunya, atau sekedar membelanya.   Menghapus airmatanya dan beranjak ke kasur. Dia memeluk perutnya yang terasa sangat lapar, tapi dia hanya ingin makan soto. Dia baru pertama kali merasakan ngidam. Dan bodohnya dia sampai menangis seperti anak kecil. Entah tangisannya karena soto yang tidak bisa dia dapatkan, atau karena mama yang selalu membandingkannya.   Adara menangis seperti anak kecil. Merasakan ngidam itu sangat menyebalkan. Tapi lebih menyebalkan sikap mama. Dia benar-benar tidak betah tinggal di rumah, karena ia tidak pernah dicintai oleh mama dan papa. Dia ingin segera pergi, tapi Daniela menyuruhnya bertahan. Adara pun mengirim pesan ke sahabatnya itu. Dan ia pun langsung menghubunginya. Dengan sesegukkan ia menceritakan pertengkarannya dengan mama. Dan dengan perlahan Daniela menenangkannya.             “Lo mau makan apa?” tanya Daniela.             “Gue mau soto depan kompleks gue, La. Tapi mama gak izinin gue keluar,” ucapnya dengan isaknya.             “Yaudah, lo tenang dulu ya. Gue bakal beliin, kalau udah sampai gue kabarin ke lo. Oke?” balas Daniela. Adara pun terdiam dan berusaha menenangkan dirinya. Setidaknya ia memiliki satu sahabat yang sangat mengerti dirinya dan selalu membantunya. Tidak berapa lama suara mobil Daniela terdengar. Adara pun langsung bangkit dari kasur dan menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Namun, saat Adara keluar yang ia lihat adalah Sangga dengan matanya yang menyebalkan.             “Kenapa lo ada di sini?” tanya Adara yang tidak pernah suka melihat cowok n dihadapannya ini.             “Lo pikir gue mau ke sini, kalau bukan karena Daniela yang ngerongrong gue untuk beliin soto buat lo!” balas cowok itu. Tangannya terjulur ke dalam pagar seakan memberikan soto itu untuk Adara. Kalau saja bukan untuk anaknya, rasanya dia malas menerima apa pun darinya. Adara pun menarik bungkus soto itu dan langsung masuk ke dalam rumah.   *****                
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD