Bu Rere Datang!

1124 Words
Pada pagi ini, seperti biasanya seluruh anggota pers mahasiswa kampus menyiapkan peralatan untuk melakukan diskusi bersama Bu Rere. Selayaknya organisasi pada umumnya, ada yang menyiapkan teh hangat, kopi, dan camilan-camilan berbahan dasar tepung dan micin. Tapi, semuanya dilakukan saja karena tidak ada pilihan lain untuk bersiap-siap. Bu Rere membuat janji jam sembilan pagi, di mana semua anak-anak sudah berkumpul pukul delapan pagi. Emang nih ya namanya anak organisasi, organisasi paling utama, dan masuk kelas titip absen. Seperti yang dilakukan sama Andin tuh hehe. "Oy!" Tisya menyenggol Andin yang sedang membuat teh hangat. Untung saja air panasnya sudah dituangkan terlebih dahulu, jadi aman terkendali tidak terkena kulit mulus Andin. Ya walau kulit Andin gak mulus-mulus banget sih. "Iya kenapa, Tis? Eh ngomong-ngomong jangan suka ngegetin ya," Balas Andin seraya mengangkat teko teh hangat dan beberapa gelas kecil ke tempat diskusi yang sudah disiapkan. "Menurut kamu Bu Rere bakal dateng gak ya? Aku pengen banget ke kelas ngumpul sama geng di kelas untuk gosipin Jeon Jong Kook," Ujar Tisya. Tisya memang suka aneh-aneh nih. Kadang yang diomonginnya selalu gak penting di telinga Andin. Andin mendenguskan napasnya. "Ya elah Tisya ... Coba deh sekali-kali tinggalin dulu Korea mu itu. Ini kita sedang dalam acara yang penting loh," Tukas Andin yang agak geregetan. Tisya menampakan bibirnya yang manyun. "Bukan gitu, Din. Soalnya aku itu udah cinta mati banget sama yang namanya Jeon Jong Kook. Kalau sehari gak ngomongin atau gak nontonin dia nih, hati aku itu kayak ada yang menggeser, gitu," Terang Tisya yang melakukan pembelaan. "Itu sih alasan klasik aja ya. Kayaknya yang ada di dalam pikiran kamu itu ya gosip aja. Udah ah, kamu di sini aja dulu sampai acara selesai," Pinta Andin langsung to the point dan tidak memerdulikan bagaimana dirinya di mana Tisya. Apakah terlalu tegas, atau sebaliknya? "Tapi Din--" Ucapan Tisya itu pun tidak dihiraukan oleh Andin. "Mesti deh si Andin ini kalau ada urusan organisasi, pasti dianya yang heboh sendiri. Semua orang di suruh ikutin dia hmmmm kadang gemes, tapi sayang," Gerutu Tisya di sela-sela Andin sedang memainkan ponselnya. Andin pun menelpon beberapa anggota yang dirasa "kurang aktif" Untuk mengikuti diskusi pada pagi hari ini. Namun sayangnya, usaha Andin tersebut tidak membuahkan hasil yang baik. Melainkan, para sasaran tersebut tidak ada yang mengangkat telepon dari Andin. "Ya sudahlah, kalau memang maunya mereka seperti itu dan melupakan organisasi ini, aku bisa apa," Tukas Andin pasrah. Ceileh Din udah kayak lirik lagu aja "Aku Bisa Apa" Sejauh 'ku memahami hatiku Aku tak mau mendermakan cinta padamu Walaupun awal mengabarkan yang terpahit Cintaku tetap saja berat kepadanya Dah lah, Andin udah cocok menjadi penggantinya Bunga Citra Lestari, belom? Hihihi. Tak ... Tuk ... Tak ... Tuk ... Suara sepatu yang mirip kayak kuda berjalan itu pasti milik Bu Rere. Dan ternyata benar, dong! Bu Rere sudah datang di depan pintu ruang pers mahasiswa ketika pukul sembilan kurang empat puluh lima menit. Seluruh anggota pun dengan cepat berkumpul di atas karpet yang sudah tersusun rapi lengkap dengan makanannya. "Selamat pagi, apa sudah berkumpul semua hari ini?" Tanya Bu Rere yang celingak-celinguk menatap keadaan di dalam ruangan. "Waw ada cemilan. Jangan sampai kalian lebih menghiraukan cemilan dibandingkan saya, ya," Bu Rere mewanti-wanti dan membuat seluruh anggota tertawa geli. Ah, Bu Rere paling tahu aja deh kebiasaannya anggota yang lain ini, kalau sudah urusannya sama perut, susah banget itu mau dihilangkan. "Sudah kok Bu, ini anggota yang memang aktif dari dulu, sudah berkumpul semua," Ungkap Andin. "Silakan masuk, Bu. Ibu duduk di sini ya," Andin pun mengarahkan di mana tempat duduk untuk Bu Rere. Disediakannya lah karpet kecil khusus untuk Bu Rere dan ada bantal kecil di sana. Emang paling spesial mah kalau ada pembimbing baru datang. Namanya juga mau menarik perhatian pembimbing baru, jadi wajar ajalah mau memberikan yang terbaik. "Baik, Terima kasih ya." Bu Rere duduk ditempat yang dipersilakan oleh Andin. "Kita langsung mulai saja ya, ini gak ada sambutan-sambutan gak penting itu, kan?" Tanya Bu Rere sebelum memulai diskusi pada pagi hari ini. "Hehehe gak ada kok, Bu. Silakan Bu untuk mempersingkat waktunya, boleh dimulai saja," Tukas Bu Rere. "Siap. Saya mohon semuanya bisa memperhatikan apa yang saya ucapkan, dan bisa mengimplementasikan hasil diskusi hari ini dengan hal-hal yang bermanfaat terutama untuk organisasi ini," Ujar Bu Rere dan semua anggota tampak mengamininya. Ya kalau gak mau, keluar aja sana! "Begini, kemarin saja membaca berita yang sudah kalian tulis di koran mini. Dan maaf, pertama kali inilah saya melihat berita kampus yang judul dan isinya tidak begitu penting untuk dibahas. Kalian sudah paham kan di sini berita mana yang saya maksud?" Kata Bu Rere sambil mengulang kejadian kemarin, saat dirinya melempar koran mini ke depan pintu. Semua anggota pun mengangguk dan menyadari apa yang dilakukan Bu Rere kemarin. Mungkin lagi pre menstrual syndrome kali ya Bu Rere ini, jadi main lempar melempar aja. Uhuk! "Terus, siapa yang nulis berita dengan judul seperti itu? Itu tulisan milik siapa?" Tanya Bu Rere kembali. Tampaknya tidak ada yang mengakui, semuanya malah saling melempar pandangan mata mereka dan menyimpan rasa penasaran. Hanya gelengan kepala yang dilihat pada saat itu. "Tidak mengapa, kalian mengaku saja, saya tidak akan marah. Justru saya senang kalau ada anggota yang jujur dan berani bertanggung jawab atas apa yang ditulisnya. Soalnya nih ya, ketika satu orang menulis berita di media pers kita, itu sama halnya menjadi tanggung jawab semua anggota. Tapi kali ini, saya mau mengetahui siapa penulisnya," Tukas Bu Rere yang masih ingin mencari tahu siapa penulisnya. Perempuan berbadan agak gemuk pecinta boyband Korea itu mengangkat tangannya pelan-pelan, dengan menundukan kepalanya. "Sa ... Sa ... Saya, Bu ... " Ujar Tisya. "Itu tulisan kamu? Kenapa kamu menundukan kepala saat saya bertanya hal itu?" Tanya Bu Rere lagi. "Ya habisnya saya malu, Bu... " Jelas Tisya dan malah membuat semua anggota tertawa dengan pengkauannya. Bu Rere pun ikut tertawa, pasalnya Tisya sama sekali tidak berani menatap wajah Bu Rere saat melakukan pengakuan tersebut. "Harusnya kamu gak usah malu saat mengakui perbuatan yang kamu perbuat. Malah kamu harus berbangga diri, karena diri kamu masih ada niat untuk berkata jujur dan berterus terang. Ayo sebelumnya kita beri tepuk tangan dulu sama Tisya," Perintah Bu Rere dengan alih-alih membuat Tisya tidak down. Akhirnya, dengan didengarnya tepukan tangan dari teman-temannya itu, Tisya perlahan-lahan berani menengadahkan kepalanya dan tersenyum lebar memperlihatkan gigi-giginya yang besar dan matanya yang menyipit. "Ciluk? Baaaaa," Bu Rere memberi sebuah ice breaking pada Tisya. Bu Rere paling tahu kalau hati Tisya itu tuh lagi berdebar-debar ketika ditanya siapa penulis dari berita itu. Makanya membuat lelucon sedikit lah. Ya gimana gak berdebar-debar, wajah Bu Rere aja saat menanyakan hal tersebut dengan mimik yang tajam. Ibaratnya tuh ya, siapa yang menjadi pelaku akan dipanjara! Ah tapi, beda lagi kalau ada kongkalikong alias money, bisa bebas deh dari penjara. Ups.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD