4. Kala Bimbang Melanda
Hari ini seusai mengambil mata kuliah Ali meminta Prilly untuk mampir ke rumah. Seperti biasa Ali akan setia menunggu Prilly di parkiran kampus sampai gadis mungil itu datang menghampirinya. Sementara itu ditunggu sementara malah asyik-asyikkan ngobrol dulu sama Dira atau kalau nggak mampir dulu ke kantin buat ganjal perut katanya.
"Jambuul, maaf ya lama nunggunya."
"Nggak papa, udah naik, megangnya jangan erat-erat, cukup pegangan sama jaketnya aja." Dipercaya begitu saja menyetujui malah mengaitkan kembali di perut Ali. "Astaghfirullah, Prilly lepas ah. Jangan kayak gitu," protes Ali tiba tiba tiba-tiba dipeluk begitu. Bukan cuma risih sebenarnya, tapi sebaliknya tetiba jadi jedag-jedug tak karuan. Memang ya yang namanya Prilly Lovita itu bandelnya naudzubillah, malah diperingatin makin dibuat-buat. Gumam Ali.
"Emang kenapa Mbul kalau ada yang melihat?" Prilly malah semakin menjadi-jadi.
"Nanti kita dikira pacaran lagi, dan itu melepaskan prinsip ku Pipi Tupai,"
"Bodo amat! Yang punya prinsip kan lo, bukan gue, wleee!" Prilly menangkap cengiran dan leletan lidahnya.
"Dasar bandel!"
"Yaudah jalan, kalau nggak jalan nggak gue lepas neh meluknya."
Ali mulai mengatur motornya pelan-pelan melewati jalanan ibukota yang lumayan padat. Sepanjang jalan mungkin Ali harus memegang kupingnya agar tidak panas karena mendengar ocehan Prilly tentang banyak hal.
"Assalamuallaikum Mam." sampai di rumah Ali memarkir motor dan mengucap salam di mengunjungi Prilly di belakangnya.
"Waalaikumsalam, eh, ada illy, masuk Ly." Ali menyalami punggung tangan bu Rasti mamanya mengikuti Prilly. "Tante, apakabar?" tanya Prilly basa-basi.
"Alhamdulilah sehat, kuliahnya gimana Ly? Lancar,"
"Iya tante, alhamdulilah." Ali mengundang ke ruang tengah tempat mereka santai atau menonton dvd bareng jika sedang di rumah Ali.
Prilly membeli sofa di tv, sementara Ali pergi ke dapur untuk minum dan minum sebelum diprotes oleh Prilly yang selalu meminta disediakan di sofa ke rumah Ali. "Memang dasar pemalak cantik." batin hati Ali saat dulu kali Ali hanya mengambilkan minuman, sementara Prilly sudah mencak-mencak meminta cemilan.
"Lho Prill, kapan saja datang? Ali nya mana?" saat Prilly tengah fokus di televisi, tiba-tiba ada yang tiba, tiba di tempat lain Bang Hilmy, sepupu Ali dan lumayan dekat dengan si jambul ontanya itu.
"Eh, ada Bang Hilmy, mbul, eh maksudku Ali lagi ngambil minum ke dapur Bang." Hilmy adalah sepupu Ali dari saudara papanya yang asli keturuan arab. Dan sama seperti Ali, wajah Hilmy juga kearab-araban, bedanya hanya Hilmy itu blesteran arab-jawa, mama Hilmy asli jawa.
"Hoey bang, apakah perlu kesini?" sapa Ali yang baru datang dari dapur dengan membawa nampan berisi dua gelas jus jeruk dan beberapa stoples berisi cemilan ringan.
"Barusan, mau nemenin kalian di sini, biar nggak ada yang alias syetan antara kalian, ntar lo khilaf lagi Li sama Prilly." ucapan Hilmy sontak buat Prilly yang baru saja menyeruput jus jeruknya tersedak.
"Eh, hati-hati Prilly minumnya, tenang aja, bebas bercanda kog jangan dianggap serius." ucap Hilmy makin membuat Prilly salah tingkah.
"Astaghfirullah, sembarang aja kalau ngomong. Masih punya iman kali, tapi iya juga sih, yang pasti syetan, dan itu bang syetannya bang!" Ambil jaringan dan berikan pada Prilly yang dibuang tumpahan jus.
"Aku mau minjem mobil lo bentar Li, mobil gue lagi masuk bengkel," terang Hilmy mengatakan maksud kedangannya.
"Lo bawa aja Bang," Ali mengambil kunci mobil di atas rak rak tv pada Hilmy.
"Okey gue bawa dulu ya, makasih Li, Prilly pergi dulu ya,"
"Iya Bang, hati-hati."
Prilly mengembuskan napasnya lega saat Hilmy sudah pamit pergi. Hampir tidak ada orang yang akan dipindahkan dan bisa dipalsukan. Prilly hapal betul, pasti ada saja godaan dan ledekan. Sementara biasanya suka jahil dan menggunakan orang itu Prilly, tapi tetap saja kalau ada yang menggodanya pasti akan asin juga alias salah tingka.
" Halalin aja Li halalin, biar bisa berduaan selamanya," Prilly jadi teringat godaan bang Hilmy kapan pun hari dulu saat berada di tempat yang sama ini. Atau "jambul onta ketemu pipi tupai, ntar anak lo berdua kayak apa ya?" saat itu bang Hilmy yang tak sengaja mendengarkan Ali dan Prilly saling panggil dengan sebutan kesayangan mereka jambul onta dan pipi tupai. Kalau sudah digoda sudah pasti deh pipi merah Prilly akan langsung muncul. Sementara Ali hanya tersenyum-senyum tak jelas saat mendapat godaan dari Hilmy.
"Mau nonton apa neh kita?" Ali memilah-milah dvd yang ada di keranjang dekat tempat dvd. "Filmnya LeeMinhoo aja Li," sahut Prilly tapi mendapat gelengan dari Ali.
"Apaan sih Prill, nggak ah, yang lain aja, horor aja gimana? Menyulap ,?" Kali ini Prilly yang menggeleng tak setuju. Sudah pasti tidak akan mau, kan Prilly itu penakut tulang, bisa-bisa nanti setelah menonton Pasti Ali harus siap begadang hanya untuk menemaninya ngobrol di telpon dengan alasan tidak bisa tidur sambil terus menonton film hantu yang ada di film.
"Makanya kalau mau tidur itu ambil wudhu dulu, terus baca doa tidur pasti nggak akan kepikiran macem-macem," nasehat Ali kapan saja saat Prilly tidak bisa tidur semalaman.
"Prill, bukankah malah ngelamun?"
"Eh, nggak! Pokoknya jangan nonton yang horor deh Li, gue nyerah kalau itu memperbaiki gue balik aja deh."
"Yeee, si pipi tupai ngambek, jangan ngambek dong, yaudah nggak nonton yang horor, terus maunya nonton apa?"
"Ali, Prilly, Mama mau bicara sama kalian berdua bisa?" Baru Prilly ingin menyahut dan memilih film apa yang akan mereka tonton tapi tante Rasti tina-tiba muncul di ruang tengah dan melihat ingin berbicara pada mereka berdua. Ali dan Prilly saling pandang bingung. Tidak Biasa tante Rasti terlihat serius begini. Pikiran Prilly jadi berputar-putar, kira-kira apa yang ingin dibicarakan sama mamanya Ali itu. 'Jantung Prilly kog tiba-tiba jadi nggak begini normal ya Allah, perasaan Prilly nggak ada kerumitan terkait penyakit jantung deh, tapi ini kog jadi dag-dig-dug der begini. Gumam Prilly saat diambil melangkahi Ali ke ruang tamu bertemu mama Ali.
"Mbul, tante Rasti mau ngomongin apaan sih? Kog gue jadi takut ya," katanya pada Ali.
"Nggak tahu juga Prill, aku juga penasaran,"
"Duduk Li, Prill, mama mau meminta hal yang serius sama kalian," ucap tante Rasti saat Ali dan Prilly sudah ada di ruang tamu. "Jadi, kapan Li?"
Ali tiba-tiba jadi seperti orang bloon yang hilang kepintarannya, bingung dengan pertanyaan Mamanya. "Maksud mama? Apanya yang kapan Mam?"
"Kamu kan sudah mau semester akhir Li, lagi lagi wisuda, dan mama lihat kamu sama Prilly makin kesini kamu makin dekat, jadi kapan kamu bawa mama sama papa buat melamar Prilly ,?" kali ini Ali benar-benar seperti orang bodoh yang hanya bisa melongo mendengar pengakuan mamanya. Selain Prilly, di cerca dengan penuturan seperti itu tiba-tiba membuat lututnya terasa lemas, rusak seperti tidak menapak di lantai keramik. Antara bingung dan syok campur jadi satu.
"Tapi Mam, kami itu tidak pernah pacaran, iya kan Prill,"
"Iya tante,"
"Iya Mama tahu prinsip Ali yang tidak mau pacaran, tapi kamu selama ini dekat pasti ada hubungan lebih kan? Maksud mama, Ali taarufan sama Prilly? Mama hanya nggak ingin Ali kelewat batas, makanya bisa lebih cepat lebih baik," mungkin benar apa yang dibilang mama Ali, selama ini dia dekat dengan Prilly bahkan hanya dengan Prilly satu-satunya teman wanita yang menantang Ali bawa ke rumah. Jadi wajar saja jika tante Rasti mempertimbangkan Ali dan Prilly ada hubungan lebih dari pertemanan.
"Maaf tante, tapi Ali sama Prilly nggak ada apa-apa, dan nggak mungkin ada apa-apa, kami murni hanya sahabat, tersedia sekarang Prilly masih mau fokus ke kuliah." jawab Prilly dengan perasaan tak menentu. Ali pun sama, senang jadi tak karuan menunggu saat mendengar jawaban Prilly. Apalagi saat mendengar kata 'nggak akan mungkin ada apa-apa.' hati Ali tiba-tiba terasa sesak. Ali jadi bingung, apa mungkin rasa persahabatan yang ia bangun dengan Prilly selama ini sudah tercampuri oleh rasa yang lain yang didukung masuk dan Ali tidak mengerti itu.
"Benar begitu Li?" tatapan bu Resti beralih ke Arah putranya.
"Iya Ma," Ali menunduk tak berani memandang mamanya. Ali tahu jika mamanya itu pengamat paling jeli, hanya dengan melihat mata Ali hanya mamanya bisa tahu jika Ali sedang jujur atau tidak.
"Enggak kalau begini kan Mama jadi tahu, kalau Ali sama Prilly cuma teman dan nggak lebih," terang bu.
"Sebenarnya dari kemarin Pak Hamid mau ngenalin putrinya sama Ali, kamu tahu kan Namira, tapi karena Mama lihat Ali sudah ada Prilly jadi mama pikir akan bertanya dulu sama kalian berdua," ucap Rasti yang kali ini, buat yang saling pandang dengan perasaan yang sulit diartikan. "Tapi Mam, dai kan .."
"Cuma kenalan dulu Li, lagipula kan nanti kamu akan melanjutkan s2 di luar negeri dan mama sama papa maunya nanti kamu sudah ada pendamping," Ali mengernyit bingung dengan mendengar nama perempuan yang disebut mampir tadi.
Sementara Prilly jadi seperti kelebihan sifat dan mendadak jadi lebih banyak diam. Itu artinya Ali akan dijodohkan oleh kedua orangtuanya. Dan itu artinya Prilly harus segera merelakan waktu kebersamaanya bersama jambul onta kesayangannya.
"Prilly tidak disetujui kan kalau Ali dikenalin ke perempuan lain?" mata bu Rasti menatap Prilly dalam.
"Eh, bukan tante, Prilly malah senang, itu maksudnya lagi Ali ada yang nemenin dan ngejagain," ucap Prilly bohong di depan bu Rasti dan Ali.
Bimbang, itu yang kini Prilly rasakan. Bimbang akan memulihkan sendiri, apa iya dia rela jika nanti harus melepaskan semua perhatian dan kebersamaannya bersama Ali. Juga bimbang akan rasa dihatinya. Benarkah antara dia dan Ali tidak terasa selain sahabat. Atau jangan-jangan malah rasa itu ada tapi antara mereka tidak ada yang mau mengakuinya.
Acara nonton film pun batal saat Prilly memilih ingin pulang ke kostnya setelah berbicara dengan Tante Rasti selesei. Seperti bukan Ali dan Prilly yang biasanya saling melempar candaan dan gurauan, kali ini lebih banyak diam sepanjang perjalanan Ali mengantar Prilly pulang.
#########