"Shalom, saudara-saudara semua, kiranya di hari baru ini setiap kita kembali mengalami kebaikaan dan sukacita Allah. Untuk minggu ini, firman Allah akan diambil dari Kolose 3:1-17. Saudara jemaat semua membacakan ayat yang genap. Sementara saya membacakan ayat yang ganjil."
Selanjutnya, jemaat-jemaat di gereja itu menurut saja apa yang dikatakan pendeta tersebut, yang masih Pak Pendeta Eddy Tjandra. Tampaknya para jemaat yang hadir di kebaktian dewasa kali ini cukup bersemangat. Saking bersemangatnya, Pak Pendeta Eddy Tjandra sedikit menyindir sekaligus mengaitkannya dengan fenomena yang akan terjadi di bulan Februari ini. Akan menghadapi Pemilihan Umum, yang sudah disepakati jatuh pada tanggal 14 Februari.
"Wah, semangat sekali, saudara-saudara, membaca kitab sucinya," ucap Pak Pendeta Eddy Tjandra nyengir di atas mimbar. "Apa karena efek mau Pemilu? Apa di antara saudara-saudara, ada yang nyaleg? Saya turut senang jika ada yang nyaleg. Jika terpilih, jadilah wakil rakyat yang lebih memahami rakyat, apalagi jika lebih memaknai panggilan Tuhan dalam hidup saudara."
Sebagian jemaat tertawa mendengar kata-kata pendeta tersebut. Sebagian lainnya terlihat agak sewot. Ada yang mendadak keluar dari ruang ibadah, karena menerima panggilan telepon. Ada yang sibuk mengulum-ulum permen (mungkin agar lebih fokus menyimak khotbah minggu kali ini). Ada pula beberapa jemaat yang sudah tertidur.
"Sekali lagi saya akan bacakan ayat 2 dan 3, “Pikirkanlah hal-hal yang di atas, bukan yang di bumi. Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.”
Untuk minggu kali ini, Greyzia masih berada di ruang ibadah kebaktian orang dewasa. Seharusnya ia berada di dalam ruang sekolah minggu. Namun, karena ulah seseorang, ia terpaksa absen dari kewajibannya sebagai seorang guru sekolah minggu. Padahal murid-murid sekolah minggu sudah merindukan kehadirannya di ruang sekolah minggu. Salah satunya adalah Carlos.
Begitu melihat Greyzia yang keluar dari mobil Jazz warna merah muda, Carlos langsung menghampirinya dan berkata, "Pagi, Kak Gre, aku kangen sama Kak Gre. Hari ini Kak Gre kan yang bawain firman? Lanjutin lagi, dong, kisah Daud lawan Goliat, Kak."
Greyzia menjawabnya sembari tersenyum, "Hari ini Kak Gre absen dulu, yah, Carlos. Lagian, kan, masih ada Kak Christy. Dia juga lumayan pintar cerita kisah-kisah Alkitab."
"Yaaa," ucap Carlos kecewa.
"Eh, jangan gitu. Mau sama Kak Gre atau sama Kak Christy, sama saja. Jangan sampai bolos sekolah minggu, yagh, Carlos."
Carlos lalu melipir begitu saja. Sepertinya Greyzia tahu ke mana perginya anak laki-laki tersebut. Greyzia sempat memergoki Carlos sedang menikmati makan semangkuk bubur ayam bersama teman-temannya.
Pikiran Greyzia kembali ke arah mimbar. Ia lalu tertawa kecil saat mengingat kejadian tadi pagi setelah sampai di halaman parkir gereja. Suara Pak Lendeta Eddy Tjandra yang lumayan keras karena penyuara gereja, menyelusup ke dalam kedua telinga Greyzia.
"Jika saudara bertanya, 'apa yang Tuhan lakukan, apa yang sedang Dia kerjakan antara pembenaran kita yang sudah selesai dan pengudusan yang belum genap?', maka jawabannya bisa diutarakan dengan satu kata. Kata itu adalah perubahan.
Perubahan itu pasti terjadi dalam hidup kita semua. Yang diberkati dengan anugerah Tuhan. Perubahan bisa terjadi bagi kita, bahkan di tempat yang tampaknya mustahil. Kenapa begitu? Karena sang pemberi anugerah yang mengubahkan telah menjadikan kita tempat kediaman-Nya. Ada amin saudara-saudara?"
Greyzia ikut mengangguk-angguk, yang sama seperti jemaat-jemaat lainnya. Malah perempuan itu masih tetap mempertahankan kebiasaannya setiap menyimak khotbah. Ia mencatat poin-poin yang menurutnya harus ia catat. Berharap poin-poin itu bisa menjadi pengingat sekaligus pegangan hidupnya untuk beberapa hari ke depan sampai tiba di hari minggu lagi.
Kemudian, sebentar Greyzia mengecek jam di ponsel. Ia sedikit menggerutu setelah sempat melihat ke arah pintu masuk ruang ibadah. Selanjutnya, pikiran Greyzia kembali mengawang-awang. Ia teringat dengan kejadian hari minggu sebelumnya.
"Mau ngomongin apa?"
"Apa kamu mau jadi pacar aku, Zia?"
"Hah?"
"Iya, aku selalu mengkhayal kamu itu pacar aku, t'rus kita nge-date ke mana gitu. Mau nggak jadi pacar aku? Terima dulu aja, Zia. Aku tahu dari Gideon, kalau kamu mendem rasa yang sama juga. Kita jalani aja dulu. Toh, masih tahap pacaran dan belum nikah. Nanti, kalau kita terus menemukan ketidakcocokan, dan kamu makin nggak nyaman sama aku, aku siap kamu putusin kapan aja."
Saat itu, untuk kali pertama, ada seorang laki-laki yang menyatakan cinta kepada Greyzia. Caranya sebetulnya tidak romantis. Ia berharap si laki-laki itu mendekati dan menyatakan cinta dengan cara yang hampir mendekati apa yang ia tonton dari beberapa drama dari Korea Selatan yang pernah ia tonton. Namun ia bingung pula dengan responnya saat itu. Entah apa yang mendorong Greyzia untuk menerima ajakan si laki-laki. Mungkinkah karena degupan jantung yang tak keruan, sehingga otaknya menjadi sulit untuk berpikir secara rasional?
Jawab Greyzia saat itu, "Emm, sebetulnya, emm, menurut aku, Bang Firman itu cowok yang baik. Aku selalu terkesan dengan kamu. Mengagumi kamu juga. Dan--"
"Jadi--" potong Firman tersenyum malu-malu. Sepertinya laki-laki itu sama tidak nyamannya dengan Greyzia dengan suara jantungnya.
"Aku juga suka sama kamu, Bang." ucap Greyzia menundukkan kepala. Mungkin untuk menutupi rona wajahnya tersebut.
"Perubahan tidak berarti Allah akan mengubah orang-orang di sekitar kita menjadi seperti keinginan kita, dan tentunya, perubahan bukan berarti Allah akan memakai kuasa-Nya untuk membuat hidup ini lebih mudah dan menyenangkan sesuai pengertian kita. Namun, yakinlah, di mana perubahan diperlukan, di situlah anugerah Allah akan dilaksanakan dan la memberikan apapun yang kita butuhkan supaya perubahan itu benar-benar terjadi."
Kembali suara Pendeta Eddy Tjandra mendaratkan Greyzia lagi ke realita. Greyzia kembali pula mengangguk-anggukan kepala. Ia menuliskan sesuatu di buku catatannya.
"Asyik banget nulisnya, Zia," ucap seseorang pelan yang sekonyong-konyong duduk di tempat duduk yang memang sengaja Greyzia kosongkan untuk orang yang datang itu. "Eh, atau aku panggilnya 'pacar aku'? Kita udah jadian atau belum, sih?"
Greyzia lalu menyambit perut Firman dengan buku catatan tersebut. "Apaan sih, Bang? Lagian, kok telat datangnya? Aku kira kamu mau ngerjain aku. Sempat ngira tadi, mungkin kamu bakal nggak datang."
"Eh, Zia sayang, jangan panggil aku Bang lagi, dong. Udah jadian, masih kaku aja sama aku." kata Firman tertawa terkekeh-kekeh.
Mendadak perut Greyzia mulas saat mendengar kata 'sayang' diucapkan oleh Firman tadi.
"Gitu amat wajah kamu, Zia." ucap Firman nyengir, lalu mengambil permen untuk dikulum.
"Kenapa sih minta aku ikut kebaktian dewasa? Kamu kan tahu aku ada jadwal pelayanan di sekolah minggu." ujar Greyzia yang membelokkan arah pembicaraan.
"Emang sengaja. Soalnya di deretan penerima tamu, ada temanku. Aku mau kenalin kamu ke dia sebagai pacar aku." desis Firman yang sepertinya sangat optimistis dan percaya diri dengan rencananya nanti.
Rona wajah Greyzia memerah lagi. Salahkan Firman atas suara debaran jantung Greyzia yang tidak menentu ini.