Colombus, Ohio(US)
Aurora sadar jika pertengkaran antara dirinya dan ibunya menimbulkan sebuah kecanggungan untuk hubungan mereka berdua.
Selama sepekan ini, hampir setiap pagi ibunya selalu berangkat lebih awal. Tidak ada lagi makanan pesanan ibunya yang diletakkan di atas meja makan setiap kali Aurora pulang dari sekolah.
Sejujurnya, Aurora jauh lebih suka makan bersama dengan Dalton di restoran yang berada di seberang sekolahnya, tapi tidak setiap hari pria itu memiliki waktu untuk makan bersama dengan Aurora. Belakangan ini Aurora sering merasa kesepian, oleh sebab itu Aurora jadi lebih sering menghubungi ayahnya yang sedang berada di Washington. Entah ayahnya sedang sibuk atau tidak, Aurora tetap berusaha untuk menghubunginya. Beberapa kali Aurora melakukan panggilan video dan ayahnya sering menunjukkan teman-teman tim penelitiannya kepada Aurora.
Entah kenapa Aurora jadi semakin dengan dengan ayahnya padahal biasanya dia sangat jarang menghubungi pria itu. Mungkin karena ibunya jadi lebih sering pulang di atas tengah malam sehingga Aurora memiliki banyak waktu sendirian.
“Kau kembali melamun. Ayo katakan padaku, ada masalah apa sebenarnya?”
Aurora mengerjapkan matanya, dia menatap wajah Victor yang memenuhi layar laptopnya. Seperti biasanya Aurora akan selalu menemani Victor yang sedang menyiapkan makanan pesanan yang akan segera diantar oleh kurir.
“Aku melihatmu memasak..” Jawab Aurora sambil tersenyum.
“Bagaimana dengan bimbinganmu hari ini, Aurora?”
Seperti biasanya, ketika Aurora tampak tidak ingin membicarakan suatu masalah, Victor pasti akan langsung mengalihkan pembicaraan mereka. Pria itu selalu berusaha untuk membuat Aurora merasa nyaman.
“Aku sudah menguasai materi yang disampaikan oleh guru sehingga dia mengizinkan aku untuk pulang lebih awal”
Tanpa Aurora sangka, Victor justru tertawa ketika mendengar penjelasannya.
“Aku sudah mengira jika kau pasti akan memiliki cerita yang mengejutkan mengenai bimbingan pelajaran. Tidak seperti manusia pada umumnya, kau benar-benar sangat jenius, Aurora..”
Aurora memilih untuk mengendikkan bahunya.
“Jadi kapan kamu akan berangkat ke Manhattan?” Tanya Victor.
“Menurut Miss Anistton, perlombaan ini akan diadakan sekitar satu bulan lagi..” Jelas Aurora sambil membuka buku catatannya untuk kembali membaca materi pelajaran yang di sampaikan oleh gurunya pagi ini.
“Aku sangat bangga pada pencapaianmu selama ini, Aurora. Kau gadis muda yang sangat luar biasa..” Victor tampak tersenyum sambil menunjukkan kedua jari jempolnya.
Beberapa saat kemudian Victor tampak kembali sibuk dengan urusan dapurnya. Pria itu sangat rapi ketika sedang memasak, dia terlihat begitu cekatan dan juga hebat dalam memainkan beberapa peralatan memasak. Aurora yakin suatu saat nanti Victor akan menjadi seorang juru masak yang hebat.
“Victor..”
“Ya, Princess?”
Aurora menutup mulutnya lagi. dia merasa ragu ketika akan mengungkapkan kegelisahannya kepada Victor. Selama ini Aurora terbiasa memendam rasa khawatirnya sendirian tanpa pernah membaginya dengan siapapun. Tapi sekarang Aurora memiliki Victor..
“Ada apa?” Tanya Victor.
“Bagaimana jika aku gagal?” Pertanyaan ini sudah sering terlintas di kepala Aurora sejak sepekan ini.
Aurora tidak pernah merasa takut pada sebuah kegagalan, tapi semenjak perdebatannya dengan ibunya membuat Aurora merasa khawatir. Dia tidak ingin menjadi gagal seperti yang dikatakan oleh ibunya.
“Apa yang salah dengan kegagalan? Aku juga sering mengalami kegagalan, tapi aku masih hidup hingga saat ini..”
Kepala Aurora tertunduk dengan pelan. Masih ada rasa ragu yang terbesit di hatinya. Dia takut apa yang pernah dikatakan oleh ibunya menjadi kenyataan.
“Ayahku serong profesor di Washington. Dia juga memiliki laboratorium penelitiannya sendiri.. Aku takut aku tidak bisa sehebat dirinya..”
“Kalian dua orang yang berbeda. Hanya karena ayahmu adalah seorang profesor yang berhasil, bukan berarti kau harus sama seperti dia, Aurora. Tetaplah menjadi dirimu sendiri..”
Lalu bagaimana jika akhirnya Aurora gagal dalam memenuhi ekspektasi orangtuanya? Ibunya menikah dengan Dalton, mereka memutuskan untuk tidak memiliki anak dan sepenuhnya menggantungkan harapan terhadap keberhasilan Aurora. Sejujurnya Aurora tidak pernah tahu bagaimana kehidupan pribadi ayahnya, tapi kemungkinan besar ayahnya masih melajang hingga saat ini karena selama sepekan belakangan, ayahnya sama sekali tidak pernah terlihat berada di sekitar wanita. Jadi hanya Aurora saja yang menjadi harapan ayahnya untuk meneruskan keberhasilannya.
Aurora merasa takut jika dia sampai salah dalam melangkah dan justru menghancurkan masa depannya sendiri. Aurora tidak ingin menyalahkan Victor seandainya suatu saat nanti dia mengalami kegagalan, Aurora tidak ingin melakukan hal yang sama seperti ibunya.
“Aku bertengkar dengan ibuku”
“Apa yang terjadi?” Tanya Victor dengan tatapan khawatir.
Sepanjang hidupnya Aurora tidak pernah mendebat setiap keputusan yang diambil oleh ibunya. Aurora mengikuti semua rencana yang dibuat oleh ibunya, tapi baru kali ini dia merasa keberatan dengan pendapat ibunya.
“Kami berselisih karena perbedaan pendapat. Ibuku beranggapan jika alasan kegagalannya adalah karena hubungannya dengan ayahku.. dan dia melarangku untuk melakukan hal yang sama” Aurora menjelaskan dengan sedikit ragu.
“Ini tentang hubungan kita?”
Kepala Aurora mengangguk dengan pelan.
“Ibumu takut jika kamu melakukan kesalahan yang sama. Tapi, hubungan kita bukan sebuah kesalahan, kamu tidak perlu merasa khawatir”
Akhirnya, setelah satu pekan menahan rasa gelisah di hatinya, Aurora kembali merasa lega ketika mendengar penjelasan Victor.
Benar, hubungan mereka bukanlah sebuah kesalahan. Aurora juga tidak akan melakukan kesalahan yang sama dengan ibunya, sehingga tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan.
***
“Mommy masih belum pulang?” Tanya Aurora kepada Dalton ketika mereka berdua sedang duduk di meja makan.
“Dia akan pulang malam. Belakangan ini kliniknya sangat ramai dan ada seorang dokter yang mengundurkan diri sehingga dia jadi sanga sibuk” Jawab Dalton sambil tersenyum.
Ada rasa tidak percaya ketika mendengar alasan yang dipaparkan oleh ayahnya, tapi Aurora memilih untuk tetap diam saja.
“Aku akan berangkat ke Manhattan bulan depan, apakah Mommy sudah menandatangani surat izin dari sekolah?”
Dua hari lalu Aurora memberikan surat izin perjalanan yang dibuat oleh sekolahnya. Surat itu harus ditandatangani oleh kedua orang tuanya, tapi sampai sekarang Aurora masih belum tahu apakah ibunya akan memberikan tanda tangan atau tidak.
“Daddy akan mengingatkan Mommy-mu agar dia segera memberikan tanda tangan. Jangan khawatir, Princess.. kamu akan terbang ke Manhattan dengan tenang tanpa ada satupun kendala..” Jawan Dalton.
“Bisakah Daddy menemaniku ke Manhattan? Aku tidak ingin berangkat bersama dengan Mommy” Aurora menatap Dalton dengan pandangan memohon.
Selama ini ibunya akan selalu ikut menemani setiap kali Aurora harus pergi melakukan perlombaan ke luar kota. Tidak pernah sekalipun Abigail membiarkan Aurora pergi sendirian. Tapi kali ini Aurora sungguh berharap ibunya berhalangan hadir dan akhirnya dia berangkat ditemani oleh ayahnya.
“Daddy akan mengatur jadwal agar bisa ikut menemanimu ke Manhattan, tapi Mommy juga akan tetap ikut..”
Aurora memilih untuk tidak menjawab. Dalton tidak mungkin mau menuruti permintaan Aurora yang berpotensi untuk semakin memperburuk keadaan keluarga mereka.
“Cobalah berbicara dengan ibumu, dia tampak sangat menyesal karena telah bertengkar denganmu..”
Aurora menggelengkan kepalanya sambil meneguk segelas air putih.
“Kenapa harus aku yang meminta maaf? Mommy yang memperburuk keadaan dengan menyalahkan ayahku dalam kegagalan yang ia alami.”
“Jangan keras kepala. Cobalah untuk mengerti bagaimana keadaan ibumu saat itu. Menjadi seorang ibu sangat tidak mudah, Aurora. Kamu juga wanita, suatu saat kamu akan merasakan bagaimana sulitnya menempatkan posisi sebagai seorang ibu”
Aurora menghembuskan napas lalu menganggukkan kepalanya dengan pelan.
“Baiklah, aku akan mencoba bicara dengannya. Tapi jangan salahkan aku jika Mommy tetap marah kepadaku..” Kata Aurora.
“Victor tampaknya seorang pemuda yang baik, dia membuatmu menjadi gadis yang baik juga..”
Entah kenapa Aurora tersipu malu ketika Dalton menyinggung masalah hubungannya dengan Victor.
Sekalipun benar jika Victor adalah seorang pemuda yang baik, Aurora memilih untuk tetap diam tanpa menjawab kalimat ayahnya. Wajahnya terasa panas, pipinya pasti memerah saat ini.
***
Di malam hari, Aurora biasanya akan kembali membaca materi sekolahnya sambil mencari materi lain dari internet. Malam ini ibunya tidak datang ke kamarnya sambil membawa sebuah buku tebal untuk dibaca, jadi Aurora bisa sedikit bersantai.
Belakangan ini Aurora baru tahu bagaimana rasanya bersantai di malam hari. biasanya, hampir dua hari sekali ibunya akan pulang sambil membawa buku-buku tebal yang harus Aurora baca setiap hari. sejujurnya Aurora tidak pernah merasa terbeban ketika membaca buku tersebut, tapi kadang dia juga ingin menikmati kehidupan normal layaknya seorang remaja berusia 17 tahun.
“Ini surat izin milikmu. Segera berikan kepada pihak sekolah agar mereka mengurus akomodasimu..”
Tiba-tiba ibunya datang sambil menyerahkan selembar surat izin yang beberapa jam lalu Aurora tanyakan kepada Dalton.
“Terima kasih, Mommy” Kata Aurora sambil menerima surat tersebut.
Aurora tidak pernah mengikuti lomba dalam tim, dia terbiasa bekerja sendiri sehingga sekolah juga akan menyediakan akomodasi privat untuk Aurora. Lomba kali ini juga bersifat perseorangan dimana artinya hanya akan ada Aurora sendiri yang akan berangkat ke Manhattan.
“Bagaimana persiapan perlombaanmu, Aurora?” Tanya ibunya.
Aurora bangkit dari posisi berbaring dan bersiap untuk menceritakan persiapan perlombaannya. Ini bukan perlombaan pertama Aurora, tapi setiap kali dia akan mengikuti perlombaan, ibunya pasti akan selalu memastikan setiap persiapannya dengan sangat baik. Bahkan dulu ibunya sering memanggil guru privat agar Aurora bisa mendapatkan pembelajaran setelah pulang bimbingan dari sekolah.
“Hari ini aku pulang lebih awal karena guru mengatakan jika aku sudah sepenuhnya menguasai materi yang dia ajarkan..” Jelas Aurora dengan singkat.
Sesuai dengan janji yang ia buat kepada Dalton, Aurora mencoba untuk berbicara dengan ibunya. Hubungan mereka tidak akan segera membaik jika tidak ada yang memulai pembicaraan.
“Kamu yakin sudah menguasai materi itu dengan baik?” Ibunya tampak memastikan.
“Hari ini aku belajar mengenai meteorologi, aku ingat dulu Daddy sering mengajariku masalah meteorologi ketika aku berusia 12 tahun, aku masih mengingat semua pelajaran itu..”
Ayah kandungnya seorang profesor yang ahli dalam bidang meteorologi sehingga materi yang gurunya ajarkan tadi sore jelas sudah Aurora kuasai sejak dia masih berusia 12 tahun.
“Kau masih mengingat apa yang dia katakan 5 tahun lalu?”
Aurora menganggukkan kepalanya.
“Tidak banyak pembicaraan yang terjadi antara aku dan Daddy sejak kalian bercerai. Jadi jelas aku masih mengingat segala hal yang dia katakan padaku..” Aurora menjawab dengan tenang.
Lagi-lagi pembicaraan mengenai ayah kandungnya menyebabkan kecanggungan antara dirinya dan ibunya. Aurora tidak pernah tahu apa penyebab pasti di balik perceraian kedua orang tuanya, tapi melihat bagaimana hubungan mereka saat ini, Aurora yakin sempat terjadi pertengkaran besar antara mereka berdua. Aurora menyayangi Dalton, tapi dia tidak bisa memungkiri jika sebenarnya dia merindukan keluarganya di masa lalu.
“Mommy akan mengurus keberangkatan kita ke Manhattan. Kata Dalton kau ingin dia juga ikut bersama kita..”
Mau tidak mau Aurora memilih untuk menganggukkan kepalanya.
Bunyi rintik hujan di malam hari terdengar dari luar jendela kamar Aurora. Sesekali terlihat cahaya petir dengan gemuruh yang saling bersahutan. Angin membawa dedaunan bergerak dengan tidak beraturan. Sepertinya malam ini akan terjadi badai.
“Apakah Mommy tahu kenapa ada hujan yang disertai petir dan ada hujan yang tidak disertai petir?” Tanya Aurora sambil menatap ke arah jendela kamarnya.
Malam ini langit tampak gelap tanpa adanya bintang maupun bulan. Hujan yang tidak terlalu deras membawa udara dingin yang terasa menusuk tulang.
Tidak seperti orang lain yang suka menutup jendela di kala hujan untuk menghindari udara dingin, Aurora justru melakukan hal yang sebaliknya. Dia suka udara dingin.
“Kau pernah mempelajari meteorologi bersama dengan ayahmu, apakah dia memiliki jawaban atas pertanyaan itu? Mommy seorang dokter hewan bukan profesor meteorologi yang sering melakukan penelitian tidak masuk akal”
“Ini di luar konteks meteorologi. Tapi sepertinya Mommy tidak memiliki jawaban mengenai pertanyaanku..” Kata Aurora sambil tersenyum.
“Apa maksudmu, Aurora?”
“Ada masalah yang terlihat seperti badai, dengan petir dan juga gemuruh yang mengerikan. Tapi juga ada masalah yang mengalir seperti air hujan tanpa badai, terasanya menyedihkan untuk beberapa saat tapi akhirnya usai tanpa kita sadari. Meskipun demikian, keduanya tetaplah sebuah masalah, bukan?”