Sisa hujan semalam masih terasa di sepanjang perjalanan. Genangan air dan juga mendung yang masih tampak berkabut menambah suasana dingin di musim gugur yang akan segera berakhir beberapa pekan lagi. Aurora menempelkan jarinya di jendela mobil yang terasa lebih dingin dari biasanya.
“Apakah aku boleh membuka jendela mobil?’ Tanya Aurora sambil menatap Dalton yang sedang fokus mengemudikan mobil.
“Di luar sedang gerimis, nanti baju sekolahmu bisa basah karena hujan.”
Aurora menganggukkan kepalanya. Dia bukan anak suka membantah orang tua, untuk hal sekecil apapun, Aurora selalu berusaha untuk tetap patuh.
“Hari ini Daddy sedang ada pertemuan penting, apakah tidak masalah jika Daddy sedikit terlambat ketika menjemputmu?” Tanya Dalton seusai pria itu mengangkat panggilan dari rekan kerjanya.
“Bolehkah aku pergi bersama dengan Victor? Kami akan makan bersama di restoran dekat kantor Daddy” Kata Aurora sambil tersenyum.
Untuk beberapa saat Dalton tampak menimbang permintaan Aurora. Selama ini Aurora tidak pernah meminta izin untuk bertemu dengan teman lawan jenis, tapi Victor berbeda. Mereka bukan sekedar teman.
“Daddy tidak akan pernah bisa menolak permintaanmu, Princess. Kalian boleh pergi bersama tapi ingat untuk tidak melakukan hal-hal di luar batas.”
Aurora tertawa ketika mendengar peringatan yang dikatakan oleh Dalton. Memangnya mereka akan melakukan apa? Aurora dan Victor hanya akan makan bersama di dekat kantor Dalton, mereka tidak akan pergi kemana-mana.
“Setelah makan, langsung datang saja ke kantor. Ajaklah Victor juga, Daddy juga ingin berbicara kepadanya”
Aurora kembali menganggukkan kepalanya dengan senang.
***
Sepulang sekolah, Aurora langsung bertemu dengan Victor yang ternyata sudah lebih dulu berdiri di depan pintu ruangan bimbingannya.
Victor mengatakan jika dia baru saja mengantarkan pesanan makanan ke sekolah.
Aurora tertawa di sepanjang lorong sekolah ketika dia mendengarkan lelucon yang Victor katakan. Beberapa teman sekolahnya menatap dengan kebingungan karena mereka tidak pernah mengetahui jika Aurora memiliki hubungan asmara dengan Victor.
Victor tidak memiliki mobil. Pria itu selalu menggunakan angkutan umum sebagai alat transportasi. Aurora sama sekali tidak keberatan ketika dia harus naik bus menuju restoran yang ada di dekat kantor Dalton. Segala hal terasa menyenangkan jika dilakukan bersama dengan Victor.
Sore ini langit kembali mendung. Mungkin satu atau dua jam lagi akan kembali turun hujan seperti kemarin malam. Hujan yang tidak terlalu deras tapi selalu disertai oleh gemuruh petir dan angin yang kencang. Aurora suka pada hujan, tapi dia tidak bisa tidur dengan tenang jika petir masih saling bersahutan.
Perkiraan Aurora tentang turunnya hujan ternyata meleset. Tidak perlu menunggu satu atau dua jam ke depan, hujan turun ketika Aurora baru saja keluar dari bus.
Victor melepaskan jaketnya dan segera menutupi kepala Aurora sambil mengajaknya untuk berjalan menuju restoran yang ada di seberang jalan. Aurora tertawa ketika menyadari jika Victor basah kuyup karena jaket miliknya hanya cukup untuk melindungi Aurora saja.
“Apakah tidak masalah jika bajumu basah?”
Bukan Aurora, tapi justru Victor yang menanyakan pertanyaan tersebut.
Dibandingkan dengan Aurora, baju Victor justru lebih basah.
“Aku baik-baik saja. Lihatlah bajumu, kamu terlihat seperti kucing yang masuk ke dalam got!” Aurora kembali tertawa.
Tetesan air hujan masih menetes dari kepala Victor yang basah. Aurora mengulurkan tangannya untuk mengusapkan tissu ke rambut Victor.
“Seekor kucing? Apakah kau baru saja menyadari jika sedang menjalin hubungan dengan seekor kucing?”
Tawa Aurora kembali terdengar.
Ah, benar.. bersama Victor, segalanya jadi terasa menyenangkan.
***
Tidak banyak makanan yang Aurora pesan. Victor akan merasa sedih jika Aurora meminta untuk membayar makanannya sendiri, jadi dari pada membuat Victor merasa tidak nyaman, Aurora memilih untuk memesan sedikit makanan dengan alasan ia masih merasa kenyang.
Kentang goreng dan segelas soda yang Aurora pesan hanya tinggal sebagian, tapi Aurora sama sekali tidak berniat untuk menghabiskan makanan itu. Victor pasti akan memaksanya untuk kembali memesan makanan ketika melihat makanan di meja mereka telah kosong.
“Apakah ayahmu tidak keberatan jika aku mengajakmu menaiki bus umum?’ Tanya Victor.
Aurora menggelengkan kepalanya dengan pelan.
“Sepertinya tidak masalah. Memangnya ada aturan jika aku tidak diizinkan menggunakan transportasi umum?” Aurora mengulurkan tangannya untuk menyuapi Victor kentang goreng miliknya.
“Tidak tahu..”
“Aku suka menggunakan bus dan kereta. Rasanya bosan jika hanya duduk di dalam mobil tanpa melakukan apapun..”
“Itu yang selalu dikatakan oleh orang yang memiliki mobil..” Victor mengendikkan bahunya.
“Mungkin,” Jawab Aurora dengan pelan.
Restoran semakin ramai ketika hujan turun semakin deras. Banyak pejalan kaki yang memilih untuk berteduh sambil menikmati kentang goreng di tempat ini.
Melakukan perjalanan di akhir musim gugur tanpa membawa payung adalah hal yang sangat ceroboh. Hujan bisa turun kapanpun tanpa dapat diprediksi sebelumnya. Jika mengingat suasana pagi tadi, Aurora seharusnya sudah bisa memperkirakan jika akan turun hujan di sore hari. Sayangnya Aurora terbiasa menggunakan mobil kemanapun dia pergi sehingga Aurora tidak ingat untuk membawa payung yang tersedia di pintu mobilnya.
“Bagaimana rasanya?”
“Apa?” Victor mengangkat kepalanya dan menatap Aurora kebingungan.
“Melakukan apapun yang kau inginkan? Seperti membuka bisnis makanan dan pergi bersama dengan teman-teman..”
Victor tampak mengernyitkan dahinya.
“Maksudmu bekerja keras sepanjang hari?” Victor tertawa pelan.
“Itu hal yang menyenangkan, aku iri padamu..” Aurora berbicara dengan suara pelan.
Jari Aurora bergerak untuk menyentuh ujung sedotan sodanya. Dia membuat gerakan memutar seakan sedang berusaha mencampur sebuah larutan kimia. Gelas soda yang terisi es batu itu terlihat mengeluarkan buih kecil ketika Aurora memutar sedotannya dengan gerakan cepat. Aurora tersenyum samar ketika melihat buih itu mulai bercampur dan meletus dengan pelan.
“Jujur saja kehidupanku tidak seindah yang kau bayangkan, Aurora. Hidup dengan sebuah kekhawatiran akan hari esok. Aku bahkan masih belum bisa memastikan bagaimana masa depanku..”
Aurora sangat suka bergurau bersama dengan Victor. Pria itu memiliki selera humor yang sefrekuensi dengannya sehingga mereka selalu cocok ketika sedang saling melemparkan lelucon. Tapi membicarakan hal serius dengan Victor juga merupakan bagian kesukaan Aurora. Victor bisa menjadi teman cerita, bisa menjadi sahabat yang sangat pengertian, dan juga bisa menjadi kekasih yang begitu perhatian.
“Bukankah tidak ada manusia yang bisa memastikan bagaimana masa depannya?” Tanya Aurora.
“Tepat sekali, tidak ada manusia yang bisa menebak apa yang akan terjadi di masa depan. Sesuatu yang kau anggap menyenangkan, juga tidak sepenuhnya menyenangkan. Kadang kita tidak sadar apa yang kita miliki adalah segala hal yang kita butuhkan..”
“Aku tidak mengerti..” Kata Aurora.
“Kau ingin melakukan sesuatu yang diluar kemauan orangtuamu, bukan?”
Aurora tidak terkejut ketika Victor menebak dengan tepat apa yang menjadi kegelisahannya selama beberapa hari ini.
“Mereka tidak salah, Aurora. Orangtuamu menginginkan hal yang terbaik, tapi mungkin cara mereka yang sedikit salah..”
“Ya, oleh sebab itu aku bertanya kepadamu.. bagaimana rasanya melakukan sesuatu yang kau inginkan tanpa perlu mempedulikan apa yang orang bicarakan tentangmu?”
“Aku masih sering memikirkan apa yang orang lain katakan mengenai diriku. Apalagi saat aku sedang bersamamu..” Victor tersenyum sambil menyedot soda miliknya.
“Apa?”
“Ya, kadang aku berpikir mengenai betapa sempurnanya dirimu. Kau terlihat begitu luar biasa. Usiamu masih sangat muda, tapi sudah banyak penghargaan bergengsi yang kau dapatkan..”
“Penghargaan itu tidak menjamin masa depanku..”
“Tepat sekali. Karena kita tidak akan pernah tahu bagaimana kehidupan kita di masa depan. Dengan pekerjaanku sekarang, kemungkinan besar aku akan terus mendapatkan kesulitan di masa depan, entah dalam ekonomi atau lingkungan sosial, aku akan selalu dianggap remeh. Tapi itu bukan patokan terhadap masa depanku..”
“Jadi maksudmu aku tidak boleh iri pada orang lain?”
Victor tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.
Hampir semua pengunjung restoran adalah pasangan yang sedang berteduh dari hujan. Aurora melihat mereka saling tertawa satu sama lain.
“Apa yang kau anggap baik hari ini, belum tentu baik di masa depan. Tapi apa yang kau anggap buruk juga bukan berarti akan selalu buruk. Jangan sedih, semua orang mempunya masalah dalam hidupnya. Kau iri karena melihat sesuatu yang tidak bisa kau miliki, tapi kau jadi lupa akan segala hal yang kau dapatkan selama ini”
Aurora mulai kembali menunjukkan senyumannya.
Rasanya mereka baru beberapa bulan saling mengenal, tapi Victor seakan tahu apa yang harus dia katakan untuk mengubah cara berpikir Aurora. Sebagai seorang remaja, Aurora sering kali dihantui oleh rasa khawatir akan segala hal yang terjadi di hidupnya. Dia sering merasa iri, merasa takut, dan merasa ragu ketika akan melangkah dalam sebuah perjalanan baru, Tapi selama beberapa bulan ini Victor selalu berhasil menenangkannya.
“Mommy tidak setuju pada hubungan kita. Tapi itu sama sekali bukan masalah, Mommy tidak setuju karena dia masih belum mengenalmu..”
“Apakah ini yang membuatmu gelisah selama sepekan belakangan?”
Aurora menganggukkan kepalanya. Tidak ada hal yang ingin dia sembunyikan dari Victor, tapi kadang Aurora selalu menunggu hingga dia mendapatkan waktu yang tepat untuk menyampaikan segala kegelisahannya kepada Victor.
“Apakah aku harus menemuinya?” Tanya Victor.
“Jangan berani melakukan itu!” Aurora menampilkan raut waspada.
“Aku tidak bisa melihatmu terus gelisah seperti ini..” Victor mengulurkan tangannya untuk mengusap pipi Aurora yang terasa dingin.
“Aku sudah baik-baik saja. Kurasa ada salah paham antara aku dan Mommy. Dia terlihat tidak setuju karena takut aku akan melakukan kesalahan yang sama seperti yang pernah dia lakukan..” Aurora mencoba untuk tersenyum.
“Kesalahan?” Tanya Victor.
“Kurasa kau harus tahu jika sebenarnya aku memiliki kakak yang usianya terpaut dua tahun denganku”
Victor tampak terkejut. Aurora buru-buru melanjutkan penjelasannya sebelum Victor salah paham.
“Kakakku meninggal sebelum dilahirkan karena saat itu Mommy masih sangat muda dan kemungkinan besar dia tertekan dengan keadaannya..”
“Aurora..” Victor mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Aurora.
“Aku baik-baik saja, aku bahkan baru mengetahui fakta mengenai kakakku beberapa hari yang lalu. Orang tuaku bercerai karena ibuku menganggap ayahku sebagai penyebab kegagalannya, mungkin sebaliknya juga begitu. Mereka tidak berhasil dalam menjalani hubungan rumah tangga. Mommy berpikir jika aku akan melakukan kesalahan yang sama dengannya. Jatuh cinta dan menjadi buta akan kebenaran.. lalu aku akan gagal dan menyesal seumur hidupku. Itulah sebabnya dia tidak setuju pada hubungan kita..”
Victor tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
“Aku mengerti..”
“Aku akan mencoba untuk mengatasi masalah ini, tapi untuk sementara waktu.. aku harus tetap fokus pada perlombaanku bulan depan..”
“Aku akan selalu mendukungmu. Kapanpun kau membutuhkan aku, kau selalu bisa menghubungiku, Aurora..”
“Terima kasih, Victor”
Sekali lagi Aurora merasa jika dia menemukan seseorang yang tepat.