“Oh tidak, Princess. Apa yang kamu lakukan hingga bajumu basah seperti ini?” Dalton menatap Aurora dengan pandangan terkejut.
“Kamu kehujanan ketika baru saja turun dari bus, Sir. Aku sungguh minta maaf atas apa yang terjadi hari ini..” Victor memajukan langkahnya dan menjawab Dalton dengan sopan.
Aurora mengendikkan bahunya sambil tersenyum. Semoga saja keadaan ini tidak mempengaruhi penilaian Dalton terhadap Victor.
“Apakah kalian tidak membawa payung?” Dalton langsung mengusap kepala Aurora yang sedikit basah. Sejujurnya Aurora sudah mengeringkan pakaian dan juga kepalanya saat mereka masih berada di restoran, tapi ketika dalam perjalanan menuju ke kantor, hujan kembali turun dengan tiba-tiba setelah reda selama hampir sepuluh menit. Lagi-lagi Victor berusaha melindungi Aurora dengan jaketnya, tapi kali ini keadaan Aurora tidak begitu jauh dengan Victor karena jarak restoran ke kantor Dalton memakan waktu sekitar 5 menit jika ditempuh dengan jalan kaki. Tidak terlalu jauh, tapi juga bukan jarak yang dekat.
“kupikir hujan tidak akan turun hari ini..” Kata Aurora.
“Baiklah, sebaiknya kita segera pulang sebelum kau terserang flu, Aurora..”
Aurora menganggukkan kepalanya dengan pelan. Udara semakin dingin, Aurora rasa dia akan segera menggigil karena kedinginan.
“Dimana alamat rumahmu, nak?” Tanya Dalton sambil berjalan beriringan dengan Victor.
“Ada jalan yang sama dengan sekolah Aurora, Sir. Hanya berbeda beberapa blok” Jawab Victor.
“Baiklah, tidak masalah jika kita pulang bersama. Kami akan mengantarmu pulang terlebih dahulu”
Aurora cukup terkejut ketika mendengar inisiatif yang disampaikan oleh Dalton.
“Terima kasih atas tawaran Anda, Sir. Tapi sebaiknya saya pulang sendiri..”
“Victor.. mari pulang bersama dengan kami..” Aurora langsung menahan lengan Victor dan berusaha untuk meyakinkan pria itu.
“Aku sedang memiliki pekerjaan di sekitar sini, Aurora. Aku akan pulang setelah menyelesaikan pekerjaan tersebut..”
Aurora mengernyitkan dahinya.
“Ada pekerjaan untuk memasak di sebuah pesta yang dibuat oleh keluarga temanku. Aku akan menjadi juru masak di pesta itu.. aku harus segera ke sana agar tidak terlambat menyiapkan makanan..”
“Wow, itu sangat hebat!” Aurora langsung merasa senang ketika dia mendengar jika kemampuan Victor mulai dikenal oleh orang-orang di sekitarnya.
“Terima kasih..” Victor tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
“Kau seorang juru masak?”
“Saya menyiapkan beberapa makanan yang dapat dipesan secara online, Sir. Tapi saya juga seorang juru masak yang bisa dipanggil untuk menyiapkan makanan di sebuah pesta..” Victor kembali memberikan penjelasan dengan sopan.
“Itu langkah yang sangat hebat, Victor. Suatu saat kau akan menjadi juru masak terkenal!”
Diam-diam Aurora mengucapkan hal yang sama di dalam hatinya.
***
Rintik hujan terlihat di kaca mobilnya. Sesekali Aurora membuka jendela dan mengulurkan tangannya ke luar untuk merasakan sendiri udara dingin yang dibawa oleh air hujan.
Beberapa kali Dalton menerima panggilan dari rekan kerjanya sehingga mobil yang mereka tumpangi sering berhenti di bahu jalan karena Dalton tidak suka mengemudi sambil menjawab panggilan telepon. Bagi Dalton, keselamatan dalam berkendara adalah hal yang sangat penting.
“Daddy terlihat sangat sibuk” Kata Aurora dengan pelan.
“Iya, ada beberapa hal yang harus diurus secepatnya sebelum pembukaan cabang perusahaan di wilayah lain. Mungkin bulan depan Daddy akan terbang ke LA untuk mengurus kepindahan pusat perusahaan”
Aurora merasa sangat senang ketika mendengar kabar mengenai perkembangan perusahaan yang Dalton pimpin. Kesuksesan pria itu membuat Aurora merasa bangga.
“Itu sangat hebat! Apakah peresmiannya akan dilakukan dalam waktu singkat? Jujur saja aku berharap perusahaan itu dapat dibuka sebelum musim dingin tiba”
Aurora mengingat akan rencana liburan yang sudah dia sampaikan kepada Alfred saat dia menghubungi pria itu di tengah malam beberapa hari yang lalu. Sampai saat ini Aurora masih belum menyampaikan rencananya kepada siapapun, tidak kepada ibunya dan juga kepada Dalton. Aurora masih menunggu saat yang tepat karena dia tahu rencana liburannya kali ini akan menimbulkan pertentangan dari ibunya.
“Peresmian ini baru bisa dilakukan beberapa hari sebelum Natal. Daddy sengaja memilih tanggal tersebut karena kita bisa sekalian melakukan liburan Natal di LA”
Aurora merasa bimbang ketika dia mendengar penjelasan Dalton. Tangannya kembali bergerak untuk membuka jendela mobil setelah sebelumnya meminta izin kepada Dalton. Rintik hujan kembali membasahi telapak tangannya, membawa sensasi dingin yang merambat ke seluruh tubuhnya.
Hujan.. Aurora menyukai hujan dengan sebuah alasan.
Bertahun-tahun lalu, Alfred pernah menjelaskan bagaimana proses terjadinya hujan. Aurora mendengarkan dengan seksama dan dia merasa kagum akan peristiwa yang terjadi sebelum hujan turun ke bumi.
Air yang dijatuhkan ke bumi akan naik ke langit dan kembali jatuh dengan cara yang sama.
“Apa Daddy keberatan jika liburan Natal kali ini tidak kuhabiskan bersama dengan Daddy dan Mommy?” Tanya Aurora dengan hati-hati.
“Kenapa? Kamu tidak suka dengan suasana LA?”
Suasana LA? Kota metropolitan itu pasti akan memberikan kesan berbeda ketika Natal tiba. Salju akan turun di tengah jalan padat yang dipenuhi oleh cahaya lampu yang menghiasi pohon natal raksasa. Ribuan orang akan turun ke jalan dan menikmati malam natal dengan berjalan kaki di tengah kota yang sedang sibuk dengan pertunjukkan menakjubkan. Suara lonceng gereja, langkah anak-anak yang berlari sambil membawa permen dan coklat, juga lagu-lagu khas Natal yang diputar di setiap pusat perbelanjaan akan memberikan suasana menyenangkan. Tentu saja Aurora tidak akan mau melewatkan kesempatan tersebut. Masalahnya, Aurora telah menyiapkan rencana lain untuk menghabiskan liburan natalnya.
“Aku ingin pergi ke Washington” Aurora menjawab dengan suara ragu.
Dalton menolehkan kepalanya lalu tersenyum seakan pria itu langsung mengerti apa yang sedang Aurora jelaskan.
Merayakan malam natal di kota yang menjadi sentral negara Amerika Serikat bukanlah pilihan yang bagus. Malam natal di Los Angeles jelas lebih menarik dibandingkan perayaan di Washington. Memang benar jika Washington juga memiliki pertunjukan pohon natal yang menakjubkan, tapi pesta natal terbaik akan tetap menjadi milik Los Angeles.
“Daddy akan membantumu agar mendapatkan izin dari Mommy-mu..” Dalton mengulurkan tangannya dan mengusap kepala Aurora dengan pelan.
***
Setelah tragedi hujan-hujan yang Aurora lakukan bersama dengan Victor, Aurora terserang flu dan demam tinggi selama dua hari.
Berkali-kali Aurora mendengar ibunya mengomel karena alasan tidak jelas yang Aurora dan Dalton berikan demi menutupi fakta yang sebenarnya terjadi. Aurora mengatakan jika dia terserang flu karena terus membuka jendela mobil ketika perjalanan pulang dari kantor Dalton. Seakan tahu apa yang menjadi alasan di balik kebohongan Aurora, Dalton memberikan pernyataan yang sama.
Ini memang sebuah persekongkolan untuk membuat kebohongan, tapi Aurora rasa kebohongan akan lebih baik dari pada kemarahan ibunya. Aurora tidak tahu apa yang akan terjadi jika ibunya mendengar fakta di balik flu yang menyerangnya. Aurora kehujanan bersama dengan Victor ketika sedang turun dari bus umu, mereka juga harus berlari di tengah hujan untuk sampai ke kantor Dalton.
Tidak, Aurora tidak ingin mengambil risiko. Pertengkaran dengan ibunya beberapa hari lalu sudah cukup membuktikan jika Abigail tidak menyukai Victor.
“Minumlah obat ini, Aurora. Kau harus cepat sembuh agar bisa kembali sekolah..” Ibunya memberikan beberapa jenis obat kepada Aurora.
Aurora suka sakit, apalagi saat ibunya memilih untuk tidak bekerja dan menjaganya sepanjang hari. Satu-satunya hal yang tidak Aurora sukai dari penyakitnya adalah meminum obat.
“Jangan memaksanya berangkat sekolah sebelum dia benar-benar sembuh, Abigail..” Dalton yang baru saja masuk ke dalam kamar Aurora tampak langsung menunjukkan pendapat tidak setuju terhadap kalimat Abigail.
“Tidak ada yang memaksanya. Tapi kau harus tahu jika Aurora akan mengikuti perlombaan tiba minggu lagi, dia harus melakukan banyak persiapan..”
“Aurora sudah siap, bahkan tanpa perlu mengikuti bimbingan dia sudah menguasai semua materi perlombaannya..”
Aurora menarik napasnya lalu menutup hidupnya sebelum dia memasukkan tiga biji pil dengan ukuran yang cukup besar ke dalam mulutnya. Aurora juga menutup matanya ketika rasa pahit mulai menguasai lidahnya. Air mineral yang ia minum tidak cukup untuk menghilangkan rasa pahit tersebut.
“Aku akan segera sembuh, jangan khawatir,,” Kata Aurora dengan pelan.
Hidungnya masih tersumbat karena flu yang ia derita belum juga sembuh. Tapi pagi ini Aurora beruntung karena demamnya sudah turun.
“Istirahatlah dulu di rumah sampai benar-benar pulih. Jangan terlalu khawatir pada sekolahmu, Aurora..”
Aurora ingin menganggukkan kepalanya. Sekali saja dia juga ingin merasakan istirahat dengan tenang ketika sedang sakit. Aurora ingin berhenti sejenak dan mengistirahatkan tubuhnya dari materi sekolah yang tidak ada habisnya. Tapi mengingat jika sebentar lagi Aurora akan mengikuti sebuah perlombaan, dia jadi merasa tidak tenang jika masih bersantai-santai tanpa belajar. Di luar sana semua orang sedang sibuk untuk mempersiapkan materi, tapi Aurora malah memilih untuk tidur dan bermalas-malasan.
“Besok aku ingin pergi ke sekolah. Kurasa aku sudah benar-benar sembuh..” Kata Aurora.
“Kalian berdua terlalu ambisius jika menyangkut materi sekolah. Apakah tidak bisa jika kalian sedikit bersantai? Ilmu memang penting, tapi kesehatan jauh lebih penting..” Dalton berbicara sambil melangkahkan kakinya untuk keluar dari kamar Aurora.
Hingga malam hari Aurora masih tetap memikirkan apa yang dikatakan oleh pria itu. Kesehatan.. hal yang paling penting adalah kesehatan. Aurora sering lupa makan ketika sedang belajar, hampir setiap hari dia kehilangan waktu istirahat karena tidak sadar telah belajar terlalu lama. Memang benar jika Aurora selalu menjadi rangking satu di sekolahnya, dia bahkan sering menjuarai perlombaan di berbagai bidang keilmuan. Tapi rasanya Aurora telah kehilangan banyak sekali waktu, bahkan Aurora sangat sering mengabaikan kesehatannya sendiri.
Malam ini Aurora menyadari jika ternyata tidak pernah ada hal yang sempurna. Ada banyak masalah yang timbul karena kejeniusannya. Jika hanya dilihat dari satu sisi, menjadi pandai adalah hal yang sangat menyenangkan. Tapi tidak ada yang tahu apa saja yang menjadi konsekuensi di balik kepandaian yang Aurora miliki.
Tanpa sadar Aurora tumbuh menjadi gadis yang sangat ambisius. Aurora takut pada setiap kegagalan, dia khawatir akan mengecewakan ekspektasi orang-orang yang mengharapkan keberhasilannya.
Ternyata.. Aurora mengesampingkan kehidupannya untuk memenuhi ekspektasi orang di sekitarnya.