BERTEMU KEMBALI

1210 Words
Sepeninggal Renny dari ruangannya Bima flash back bagaimana dia bisa mendapatkan perusahaan ini, berawal saat dia masih kuliah di Paris dulu. Bima berangkat ke Paris untuk kuliah saat berusia 16 tahun, dia lulus SMA sangat muda dan kuliah dengan beasiswa ikatan dinas, artinya selulus kuliah dia wajib bekerja di perusahaan yang membiayai kuliahnya. Wlau Bima bukan orang miskin, orang tuannya pemilik lahan perkebunan sawit di Banjarmasin, dia anak tunggal, tapi beasiswa ikatan dinas itu memang sangat menantang dirinya. Sesuai target, Bima selesai kuliah S1 hanya 3 tahun dan hanya tiga semester dia selesai S2. Kali ini abah dan mamanya datang untuk menghadiri wisuda S2 nya. Bima kembali ke Indonesia bersama kedua orang tuanya dan dia harus bersiap langsung terjun ke lapangan yaitu yayasan yang memberi dia beasiswa, karena dia terikat dengan ikatan dinas. Dia terikat kontrak kerja lima tahun di sana, tidak masalah buat dia. Yayasan tersebut yang membuat dia bisa kuliah di Paris. Walau kalau tidak kuliah di Paris saat itu dia sudah mendapat beasiswa juga di universitas negeri di Banjarmasin. Tapi tentu tawaran untuk kuliah di luar negeri walau dengan ikatan dinas sekalipun sangat menggiurkan. Sehingga dia mengambil yang dengan ikatan dinas itu. ≈≈≈≈≈ 10 hari Bima berada di Banjarmasin dia kembali harus berpisah dengan mama dan Abahnya kali ini dia langsung harus terbang ke Jakarta karena perusahaan yang memberi beasiswa berkantor pusat di Jakarta. Walau ada kantornya di Banjarmasin, tapi begitu Bima melapor diri di kantor Banjarmasin, Bima langsung ditarik ke Jakarta. Tentu saja kedua orang tuanya sangat senang Bima langsung menjadi orang Pusat dan di sana dia langsung akan magang sebagai asisten manajer bagian HRD sebagai jabatan masa percobaan. Bisa terbayangkan masa percobaan saja sudah diberi kepercayaan menjadi manajer HRD. Suatu prestasi yang membanggakan. “Abah sama mama jangan berbangga dulu, karena ini kan masih pegawai percobaan tiga bulan. Dan asisten manajernya ada empat orang. Semoga saja aku lulus. Nanti sehabis itu baru aku ditempatkan entah di bagian apa,” Bima tak mau takabur karena masih harus menjalani masa percobaan lebih dulu. “Abah yakin kamu bisa. Yang penting kamu selalu jaga diri dan jangan lupa shalat,” nasihat Achmad Kasrani sang ayah. “Insya Allah,” jawab Bima. “Mama yakin kamu bisa, jangan pernah melenceng dari aturan agama. Gadis ibu kota itu tentu banyak modelnya, kamu harus punya pagar,” kata Dylan Tarulla, mama Bima. “Insya Allah Ma, aku nggak akan pernah melanggar agama,” jawab Bima pasti. “Sekarang sudah ada telepon di rumah, lebih tepatnya di kantor sih. Di kantor perkebunan milik Abah jadi insya Allah kita akan mudah komunikasi, cuma ya aku harus ke wartel, jadi bisa telepon Abah sama Mama. Jangan telepon aku lebih dulu bila tidak penting, karena telepon kantor tidak enak, tapi aku akan tinggalkan nomorku nanti di sini. Sehingga bila butuh apa-apa Mama sama Abah bisa kasih khabar.” “Hati-hati ya Nak. Ingat jangan pernah salah melangkah,” kata Abah Achmad. “Insya Allah Abah, aku akan menjaga tindak tandukku.” Bima pun pamit pada kakek dan neneknya baik dari pihak Mama maupun pihak abahnya. Burhan Kasrani adalah kakek Bima dari pihak abah. “Jangan sembarangan bawa perempuan ke dalam keluarga, karena Kai sudah punya calon untuk kamu,” kata Burhan Kasrani yang bersahabat dengan Rasyid Prawira dan Yusuf Mulla. Burhan Kasrani sudah menjadi besan Rasyid Prawira dengan menikahkan anak perempuannya dengan anak Rasyid Prawira. Sehingga lahirlah Rustam Prawira sebagai sepupu Bima. Burhan Kasrani ingin menjodohkan cucunya yaitu Bima dengan cucu Yusuf Mulla itu sebabnya dia berpesan demikian pada Bima. Tapi Bima tak menggubris, dia tak memikirkan itu adalah hal serius. Dia pikir sang kakek hanya bicara asal saja. “Iya Kai, aku akan mematuhi itu,” kata Bima hanya sekedar lip service. Tak pernah terpikir dia akan melanggar atau pun mematuhi karena dia pikir kakeknya hanya pesan yang lewat, bukan hal serius. Bima pikir kalau hal serius pasti dia akan membahasnya dengan serius pula, itu pikiran Bima saat itu. Bima sungguh tak percaya ternyata nasihat kakeknya sekarang terjadi. Dia dijodohkan dengan gadis yang bukan impiannya. ≈≈≈≈≈ “Kak Bima,” sapa seorang gadis saat Bima sedang menunggu bus di halte, hendak berangkat ke kantor. Gadis itu naik sebuah mobil keluaran terbaru saat itu. Bima memandang perempuan di dalam mobil yang membuka jendelanya terlihat modis dan sangat cantik dia ingat perempuan tersebut. “Hai apa khabar?” sahut Bima. “Mau ke mana Kak? Ayo ikut mobilku. Nanti aku antar,” tawar gadis itu. “Tidak usah. Aku mau ke kantor,” jawab Bima tak enak hati. “Sudah masuklah. Aku antar sekalian kita bicara,” kata Aristy. Gadis itu memang Aristy. Tak enak hati dilihat oleh orang-orang di halte bis, Bima pun naik ke mobil tersebut. “Alamat kantornya di mana Kak Bima? Biar sopir mengarah ke sana.” Bima pun memberi alamat kantor tempat dia bekerja. “Kakak sudah di Jakarta kenapa enggak kasih tahu aku? Wah hebat ya Kakak kerja di perusahaan tersebut. Itu perusahaan multinasional loh,” kata Aristy. Gadis yang pernah menjadikan Bima seorang ‘pesuruh’ saat di Paris dulu. Gadis yang hanya datang saat dia membutuhkan Bima. “Aku kuliah dulu dibiayai oleh yayasan tersebut, baik S1 maupun S2 nya. Jadi aku terikat kontrak di sini lima tahun,” kata Bima. “Wah hebat banget,” akhirnya mereka pun ngobrol sampai tiba di kantornya Bima. “Kalau aku ingin ketemu Kakak bagaimana ya?” tanya Aristy yang sejak dulu lebih aktif dalam hubungan dengan lawan jenis. “Bagaimana ya? Aku juga belum tahu bagaimana cara kita bertemu kembali,” balas Bima tak antusias. Lelaki lain mungkin akan proaktive, tapi tidak dengan Bima, sejak empat tahun lalu saat mereka awal berkenalan di tahun 1986 dia juga tak antusias, karena dia merasa Aristy bukan gadis impiannya. Sangat jauh dari type perempuan yang dia inginkan sebagai pendamping hidup. “Apa aku tidak bisa minta nomor telepon kantormu?” desak Aristy. “Enggak enak lah. Aku hanya pegawai kecil,” elak Bima. Orang tuanya saja tak boleh menghubungi di nomor kantor bila tak urgen. “Mungkin kamu bisa tinggalkan pesan di mess karyawan, nanti aku akan hubungi kamu di mana. Tapi mohon jangan janjian atau minta bertemu ke mana pun. Bilang saja kamu mencari. Juga jangan tinggalkan nomor telepon di sana karena namanya mess pegawai biasa saja beberapa orang akan mencatat nomor tersebut dan akan menemuimu atau menghubungimu. Nanti kamu yang akan repot,” kata Bima. “Ya sudah, aku akan tiap pagi menunggu Kakak di halte tadi saja,” kata Aristy tegas. “Eeh jangan. Jangan seperti itu. Jangan. Saya tidak suka,” kata Bima. Dia jelas menolak dengan menyatakan kata jangan berulang kali. “Tidak apalah. Sudah pokoknya tiap pagi aku akan menunggu Kakak di situ. Kalau Kakak menghindar dengan berangkat duluan, aku tetap akan menunggu,” kata Aristy. Akhirnya Bima pun pasrah. “Terima kasih ya sudah mau mengantar aku,” kata Bima saat akan turun. “Terima kasih Om,” Kata Bima ramah pada sang sopir. ‘Anak muda ini sangat sopan dikejar oleh nona Aristy saja dia tetap menghindar. Semoga dia mendapatkan yang terbaik. Karena aku tahu Nona Aristy ini hanya mencari yang bisa dia andalkan atau manfaatkan. Sejak dulu dia seperti itu, tak pernah berubah. Sama seperti mamanya yang hanya menjadi benalu di keluarga tuan Bima Pranowo.’
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD