IZIN

1231 Words
Ponselku berdering hampir tiap detik. Moondy tak henti-hentinya menelponku. Dan aku sengaja memang tak mengangkat telepon dari Moondy. Aku sedang ingin sendiri. Menata hatiku yang hancur akibat pernikahan kekasihku. "Kenapa kemarin kamu pergi ?" Tanya Moondy begitu membuka pintu ruangan kerjaku. "Aku ada panggilan mendadak dari clienku. Jadi aku harus pergi." Jawabku berbohong. "Aku tau kamu bohong. Aku masih ada jadwal kamu." "Hapuslah. Jangan terlalu ingin tau tentang kegiatanku." "Aku minta maaf sudah membuatmu terluka." Kata Moondy sambil menggenggam tanganku. "Bagaimana dengan malam pertama kamu ? Kenapa cepat sekali kembali ke Semarang ? Harusnya kan kalian beristirahat dulu." "Aku bahkan tidak menyentuhnya sama sekali." "Kenapa?" "Melihatnya pun aku tak sudi." "Jangan begitu. Dia istrimu. Penuhi kewajibanmu sebagai seorang suami. Kamu tau kan hukumnya apa dalam islam jika kamu tidak memenuhi kewajibanmu sebagai seorang suami." "Nanti, ketika aku sudah menikahimu." "Jangan gila kamu !" "Aku serius! Aku akan menikahimu. Pernikahan yang juga sah dimata agama dan negara sama seperti aku menikahi Pelangi." "Aku tidak akan mau. Jangan melakukan hal gila Moondy!" "Jangan panggil aku seperti itu!" Moondy tidak pernah suka jika kami memanggil nama kami masing-masing. Untuk itulah dia merasa marah aku memanggilnya dengan namanya. "Berhentilah bersikap bodoh. Kembalilah pada istrimu. Kasihan dia. Lupakan aku." "Kita akan segera menikah. Pegang ucapanku !" Kata Moondy sambil berlalu. Aku tau bagaimana Moondy. Dia tidak akan main-main dengan omongannya. Keesokan harinya dia menjemputku untuk mengajakku pulang kerumah dan melamarku di hadapan orang tuaku. Moondy berbohong tentang keberadaan orang tuanya saat melamarku. Awalnya orang tuaku keberatan. Selain karena hanya Moondy sendiri, ijab qabul yang diajukan Moondypun terlalu cepat. Tentu tak ada persiapan apapun dari keluargaku. "Kamu pikir pernikahan itu hal main-main ? Kami tidak akan menerimanya jika kamu kemari sendiri. Kami juga ingin orang tua kamu hadir !" Kata ayahku tegas. "Lho... Moon, bukannya kamu itu baru menikah ?" Tanya Diah keponakanku yang tiba-tiba datang ke rumah kami. Kami semua terdiam. Diah ini bekerja di hotel tempat Moondy resepsi kemarin. Tentu saja dia tau tentang pernikahan Moondy dan Pelangi. "Aku sendiri pelayan yang mengatur resepsi pernikahan kalian di hotel lho. Mbak Bulan juga datang kan kemarin ? Wong kita lho ketemu. Masak iya baru kemarin nikah trus saiki meh nglamar mbakku ?" Kata Diah lagi. "Opo iki maksud e ?( Apa ini maksudnya ?)" Tanya ayahku. "Ayah dengarkan dulu penjelasan kami." Kataku. "Jika kamu sudah menikah untuk apa kamu menikahi Bulan anak kami ?" Aku dan Moondy mau tidak mau harus menceritakan semuanya dari awal. Butuh waktu berjam-jam untuk meyakinkan kedua orang tuaku menerima lamaran Moondy. Orang tua mana yang mau jika anaknya dijadikan istri kedua. Begitupun dengan orang tuaku. Ibuku bahkan menangis memohon kepadaku agar aku membatalkan niatku untuk menerima lamaran Moondy. Ayahkupun tak kalah marahnya dengan pernikahan ini. Namun pada akhirnya merekapun luluh luluh juga. Mereka mengijinkan aku menikahi Moondy. Dengan syarat bahwa Rudi tidak akan melukaiku sedikitpun. "Apa kamu sanggup ?" Tanya ayahku meyakinkan. "Jika dikemudian hari saya membuat Bulan terluka saya akan menjauh darinya. Tentu dengan ganti rugi yang begitu besar untuk menebus semua kesalahan saya. Ayah mama dengarkan saya, ini tidak akan membutuhkan waktu lama. Setelah Bulan hamil saya akan mengakhiri semua dengan Pelangi." "Saya pegang janji kamu Moon ! Saya tidak akan pernah rela jika kamu membuat anak saya menangis!" Tembak ayahku. "Jangankan melukai, membuatnya menangispun tidak akan saya lakukan." Janji Moondy pada orang tuaku. **** Hari ini Moondy membawaku kerumahnya. Dia bilang ingin memperkenalkan aku dengan Pelangi. Entah kenapa aku jadi deg-degan begini. Aku bingung apa yang harus aku katakan nanti pada Pelangi ? Apalagi pernikahan mereka baru saja terjadi. Seharusnya mereka masih menikmati indahnya bulan madu. Apakah aku akan menyakitinya nanti "Sayang tunggu !" Kataku menghentikan langkah Moondy. "Kenapa sayang ?" Tanya Moondy. "Haruskah sekarang ? Aku belum siap." "Kenapa memang ?" "Aku tidak enak dengan Pelangi. Dia pasti akan marah dan kecewa, seharusnya dia masih meraup madu pernikahan." "Untuk apa kamu memikirkan dia ? Dia tidak akan marah padamu, dia tidak memiliki hak untuk memarahimu. Aku yang akan membelamu jika dia akan bertindak buruk terhadapmu." "Tapi ......" "Ayo masuk." Moondy menarik tanganku. Moondy memaksaku masuk ke dalam rumahnya. Sedikit lebih bersih dan rapi dari sebelumnya. Mungkin Pelangi yang membersihkannya. Aku tau Moondy tidak ada waktu untuk bersih-bersih rumah. Sesekali aku datang untuk membersihkannya. "Kamu tunggu disini dulu. Biar aku panggilkan Pelangi ya?" "Sayang ... Apa ini akan berakhir baik ?" "Percaya sama aku ya?" Moondy meninggalkan aku di ruang tv. Tidak ada foto pernikahan sama sekali di rumah ini. Aku masih memutari sekeliling ruang tv yang kini ada beberapa barang yang posisi tempatnya sedikit berbeda dari sebelumnya. "Kenapa mas ?" Gadis ayu itu datang dan berjalan di belakang Moondy. Dia berbeda tanpa riasan pengantin. Lebih cantik dan lebih njawani. Khas ayu gadis Solo. Rambutnya hitam panjang sebahu, dengan mata belok, dan hidungnya yang sedikit mancung kedalam menambah ayu wajahnya. Dia memang terlihat seperti anak kecil dimataku. Lebih seperti adikku sendiri. "Pelangi, kenalin ini Bulan." Kata Moondy memperkenalkan aku dengan Pelangi. "Halo, aku Bulan." Kataku sambil menjulurkan tanganku untuk mengajaknya bersalaman. "Pelangi." Balasnya sambil menerima uluran tangan dariku. "Masih ingat padaku ?" Tanyaku mencoba mengemong dia. Pelangi diam. Dia tampak memikirkan sesuatu. Mungkin dia sedang berusaha mengingat pertemuan kami sebelumnya. "Dia pacarku!" Ucap Moondy begitu saja. Bisa kulihat bagaimana ekspresi Pelangi saat mendengar pengakuan Moondy padanya. Mata beloknya membulat dengan sempurna. "Sayang udah !" Kataku menghentikan Moondy. Tidak seperti ini seharusnya. Dia bisa berkata lebih lembut pada Pelangi. "Sebenarnya aku tak perlu ijinmu. Tapi Bulan yang memintaku untuk meminta ijin padamu sebagai istri pertamaku." Moondy melanjutkan kata-katanya. "Maksudnya ?" Tanya Pelangi penuh dengan kebingungan. "Aku akan menikah dengan Bulan dalam waktu dekat. Mungkin tiga atau empat hari lagi." "Apa maksud kamu mas ?" Tanya Pelangi dengan mata berkaca-kaca. Jujur aku tidak mengira jika Moondy akan langsung mengatakannya seperti itu. Kupikir dia akan basa basi dulu terhadap Pelangi. Bisa kulihat wajah Pelangi langsung memerah. Matanya sudah mulai berair meskipun bibirnya terkunci. "Semua sudah kupersiapkan. Pernikahan kita berdua akan dilakukan disini tempatnya. Jadi sebagai istri pertama persiapkan semua dengan baik Pelangi. Kamu harus banyak membantu Bulan mempersiapkan semuanya." Lanjut Moondy. "Kamu anggap apa aku mas ?" "Kamu pikir ? Jangan terlalu kepedean kamu! Aku menikahimu karena terikat perjodohan itu. Jangan kepedean kamu jadi orang ! Jangan mimpi aku mencintaimu. Aku sudah mempunyai Bulan jauh sebelum aku menikahimu." Pelangi melihatku dan Moondy secara bergantian. Bulir air mata mulai membasahi pipinya. Bisa kurasakan bagaimana sakitnya dia. Karena aku juga pernah merasakannya. Setelahnya dia pergi meninggalkan kami ke kamarnya. Aku jadi merasa bersalah terhadap gadis ayu itu. "Sayang, kasihan Pelangi. Harusnya jangan sekarang. Berikan dia waktu dulu." Kataku. "Jika tidak sekarang kapan lagi ? Pernikahan kita sebentar lagi akan terjadi." Kata Moondy. "Bisa kan kita diam-diam dulu. Ini pernikahan lho sayang, bukan sedang berpacaran. Tentu dia akan terluka. Seharusnya perlahan dulu." "Aku tidak punya waktu untuk sekedar berbasa basi sayang. Apalagi aku ingin setelah kita menikah kita langsung tinggal bersama di rumah ini." "Sepertinya aku tidak bisa. Kasihan gadis itu. Dia pasti akan tersiksa melihat kita berdua. Aku bisa dirumahku sendiri sayang." "Tidak! Setelah kita menikah. Kamu dan Pelangi akan tinggal disini. Kita bertiga akan tinggal bersama disini. Dan aku akan menceraikan Pelangi setelah kamu mengandung anak kita." Begitulah Moondy. Aku tidak bisa mencegahnya untuk urusan pribadinya. Maafkan aku Pelangi. Tapi aku sendiri juga tidak bisa menolaknya. Aku mencintai Moondy. Bukan aku yang mengambilnya dari kamu. Tapi kamu yang mengambil Moondy dariku. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD