BULAN YANG SAMA

1176 Words
"Namanya Pelangi." Kata Moondy saat dia berkunjung kerumahku 1 hari setelah pertemuannya dengan calon istrinya. "Nama yang cantik. Pasti orangnya juga cantik." Kataku menghiburnya. Meskipun jujur hatiku sakit saat mengatakannya. "Tidak secantik kamu. Dia masih anak kecil." Kata Moondy. "Anak kecil ?" "Usianya baru 20 tahun, selisih jauh denganku." "Hanya 10 tahun sayang, belum 20 tahun." "Sayang ..... " Moondy menatapku. "Iya sayang ?" "Apa kamu tidak mencintaiku lagi ?" Tanya Moondy. "Kenapa kamu tanya begitu ?" "Aku tidak melihat ada kecemburuan dalam diri kamu sedari awal aku cerita tentang perjodohan ini. Tidakkah kamu berat melepasku ?" Tanya Moondy sambil matanya berkaca-kaca. "4 tahun bukan waktu yang singkat untukku bisa melepakanmu begitu saja. Tapi mengingat ini adalah wasiat dari almarhum kakekmu aku bisa apa ? Aku hanya bisa melepaskanmu meskipun itu berat untukku." Kataku sambil terisak. "Tidak pernah aku membayangkan jika hubungan yang kita bangun harus berakhir seperti ini, tapi apa yang harus aku lakukan ? Setiap hari aku selalu membayangkan jika hari itu tiba, hari pernikahan kita sayang. Dan setelah itu setiap aku tidur dan membuka mata hanya kamu yang kulihat, tapi pada kenyataannya seperti ini akupun tak bisa melarang jika itu sudah menjadi keputusan orang tua dan almarhum kakekmu." Lanjutku. "Jika kamu pergi meninggalkanku karena kamu berselingkuh, mungkin aku akan marah. Bahkan bisa membencimu seumur hidupku. Tapi ini beda, aku tidak bisa marah. Aku tidak bisa protes. Aku tidak bisa melarang selain menerimanya ! Biar bagaimanapun juga aku tidak berhak melarangmu." "Maafkan aku sayang .. Aku mencintaimu." **** "Tau gak sih kalau kita tu sudah ditakdirkan untuk bersama sebenarnya?" Kata Moondy saat kita pertama kali jadian. "Tau darimana ih ?" Kataku. "Sadar gak sih kalau nama kita tuh sama ?" "Masak sih ?" "Bulan dan Moondy. Moon sama dengan Bulan. Berarti kan memang kita sudah ditakdirkan untuk bersama." Kata Moondy sambil mencubit hidungku. "Oh iya ya, kok aku malah ga kepikiran sampai situ ya yank ?" "Makanya sekarang aku yang bikin kamu mikir kalau memang kita berjodoh. Intinya kita harus saling menjaga hubungan ini. Saling percaya dan mengerti satu sama lain." "Iya sayang. Aku cinta kamu." "Aku juga mencintaimu. Nanti jika kamu sudah siap, aku akan bawa keluargaku untuk melamar kamu." Mimpi itu selalu ada. Mimpi untuk bisa menjadi halal untuk Moondy Mimpi untuk bersanding bersama Moondy. sampai maut memisahkan kita. Pernikahan yang indah. Bulan madu di Bali, dan dikeliling anak-anak yang lucu-lucu diantara kami itu tak pernah berhenti. Namun pada kenyataannya takdir harus berkata lain. Tapi aku tak bisa semudah itu melepaskan Moondy. Sulit rasanya untuk melepaskannya. Ikatan batin yang begitu kuat diantara kami membuat kita bergantung satu sama lain. "Lusa aku akan menikah dengan Pelangi." Kata Moondy "Secepat itukah ?" Tanyaku. "Semua orang tuaku yang mengurusnya. Aku hanya tinggal mengikuti mereka." Aku tertunduk sedih. Ingin aku menangis, tapi sulit. Aku tidak ingin Moondy semakin pusing jika melihat aku menangis. "Setelah aku menikah dengan Pelangi aku akan menikahimu." Kata Moondy. "Apa maksud kamu ?" Tanyaku. "Aku tidak akan mengingkari janji yang telah kubuat padamu untuk menikahimu. Meski aku harus membohongi orang tuaku dan harus menyakiti Pelangi." "Jangan gila sayang !" "Aku sudah gila bahkan saat aku menerima perjodohan ini." Moondy memelukku. Dia menangis. Aku tau tak mudah baginya untuk melakukan hal ini. Aku tau Moondy adalah tipe orang yang setia. Tak mudah bagi dia untuk jatuh cinta pada seorang wanita. Apalagi jika sosok itu adalah orang yang baru dia kenal. "Tapi kamu tidak bisa melakukan ini. Itu akan bahaya jika keluarga besarmu tau sayang." "Kamu hanya perlu berkata IYA, selanjutnya biar aku yang mengaturnya. Aku tidak bisa jika harus meninggalkanmu." . "Apakah ini akan baik untuk kita ?" "Kamu percayakan padaku ?" **** "Alhamdulillah sah !" Begitulah yang kudengar dari para saksi pernikahan Moondy dan Pelangi. Aku hadir ? Iya. Aku hadir dalam pernikahan mereka. Itu adalah permintaan dari Moondy. Aku datang untuk menguatkan Moondy tentang adanya pernikahan ini. Aku menyaksikan sendiri bagaimana Moondy dengan lantang dan satu nafas mengucap ikrar pernikahan tersebut. Hancur ? Pasti. Jika saja imanku tidak kuat, mungkin sudah kuobrak abrik pernikahan itu. Resepsi pernikahan kedua keluarga Alsegara dirayakan secara besar-besaran di hotel ternama kota Solo. Aku sakit melihat Moondy kekasihku duduk bersanding dipelaminan dengan gadis mungil berparas manis berkulit sawo matang itu. Dia yang namanya Pelangi. Gadis cantik yang berusia 5 tahun di bawahku itu mungkinkah nanti sungguh akan menjadi maduku ? Ah rasanya aku tidak siap di poligami oleh Moondy. "Bulan ?" Panggil seseorang mengagetkanku. "Kak Starla ?" Kak Starla adalah kakak kandung Moondy. "Aku melihat kehadiranmu sejak tadi pagi prosesi ijab qabul di rumah Pelangi." Katanya. "Aku diundang kak oleh Moondy." "Diundang atau kamu sendiri yang datang ke pernikahan ini?" "Aku diundang kak. Aku tidak berbohong. Jika aku berniat jahat sudah kuhancurkan pesta ini bahkan sebelum ijab qabul terucap kak." "Lan ?" "Iya kak ?" "Aku tau kamu adalah kekasih Moondy. Kita juga sudah mengenal satu sama lain. Tapi kakak harap kamu tau posisimu sekarang. Moondy sudah menikah. Kakak harap kamu bisa melupakan Moondy. Kakak yakin kamu akan menemukan jodoh yang terbaik untukmu. Yang lebih baik dan lebih segalanya." "Iya kak Moondy sudah menceritakan semuanya padaku. Doakan aku semoga bisa segera melupakan Moondy ya." "Maafkan kami sudah mengecewakanmu. Tapi ini sudah wasiat dari almarhum kakek kami, jadi kamu harus bisa menerimanya." "Iya kak." "Kamu cantik, sukses, banyak orang diluar sana yang pantas untukmu. Tapi itu bukan Moondy." "Iya kak." "Mama dan papa berpesan padaku, agar setelah ini jangan lagi kamu bertemu dengan Moondy. Mengingat status Moondy sekarang sudah menjadi suami dari Pelangi. Lupakan masa lalu kalian." "Baik kak." Kak Starla pergi. Aku kembali melihat dari jauh Moondy dan Pelangi yang masih berada dipelaminan sibuk berfoto dengan para kerabat dan saudara. Kurasa aku memang harus pergi dari sini. Aku tidak mau jika harus menerima teguran lagi dari keluarga besar Moondy. Aku menarik nafas panjang kemudian membuangnya pelan. Aku mulai berjalan menuju pelaminan. Mataku dan mata Moondy bertemu. Dia menggelengkan kepalanya memberiku isyarat agar aku tak mendatanginya. Tapi aku bertekad untuk terus maju. Aku kuat, aku bisa. "Bulan ... " Ibu Moondy memelukku saat aku berdiri di depannya. "Selamat tante untuk pernikahan Moondy." Kataku sambil memeluk mama Moondy. "Maafkan jika Moondy menyakitimu. Tapi ini sudah wasiat yang harus kami lakukan. Semoga kamu mendapatkan jodoh yang terbaik ya setelah ini. Lupakan Moondy. Kamu berhak bahagia." "Makasih tante." Ucapku sambil melangkah bergantian bersalaman dengan papa Moondy. Dia tidak berkata apa-apa. Hanya tersenyum penuh isyarat. "Selamat ya atas pernikahan kalian berdua. Semoga selalu bahagia." Kataku begitu aku berada tepat di hadapan Moondy. "Lan .... " Moondy menggenggam tanganku erat. Aku tau saat ini dia ingin memelukku. Dia bahkan tak mengijinkan aku melepas tanganku. Kugelengkan kepalaku agar dia melepasku. "Hai Pelangi. Aku sahabat Moondy. Selamat ya untuk pernikahan kalian berdua." Kataku sambil menggenggam erat tangan Pelangi. "Makasih mbak." Jawabnya. Gadis bersuara medok dan lucu itu penuh dengan kelembutan dari tutur katanya. Aku melangkah perlahan menjauhi singgasana pernikahan Moondy dengan Pelangi. Hatiku hancur. Aku terluka. Cinta yang selama ini kujaga kesuciannya harus berakhir sekejam ini. Aku pergi dengan penuh deraian air mata. Kupukul kemudi mobilku dengan kencang hingga membuat tanganku merasa sakit. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD