KEJUJURAN REINALD

1033 Words
    saat ini kami sedang berada di dalam pesawat, ada banyak kegundahan dalam fikiran kami masing-masing, sedari tadi Raline bersikukuh untuk tidak mengikuti ku kembali ke Jakarta, ia juga menolak untuk menikah, bahkan ia menangisi kegundahan hatinya,ia tidak ingin menjadi duri dalam pernikahan ku, namun aku meyakinkannya bahwa aku berjanji dapat berlaku adil untuk keduanya, aku juga takut apa yang sudah kami lakukkan, akan membuahkan hasil, dan aku tidak ingin ketika ia hamil, ia menjalaninya sendiri tanpa ada suami disisinya, terlebih aku takut ia akan dicemooh karena hamil tanpa suami, tentu saja aku tidak ingin itu terjadi, jika sampai itu terjadi, sungguh aku tidak akan memaafkan diriku sendiri.     masalah Hanna, tidak tahu aku akan menjelaskannya bagaimana, aku harap rahasia ini hanya diketahui oleh kami saja, ya kami, aku, Raline dan juga Hanna, aku berharap ia tidak akan mengatakkannya pada bunda, aku juga tidak tahu harus bagaimana menjelaskannya kepada keluargaku, terutama bunda, untuk saat ini biarlah kami merahasiakannya dulu.    setelah hampir 2 jam terbang akhirnya saat ini kami sudah duduk di dalam taksi, kami akan segera ke apartementku yang letaknya tidak jauh dari kantorku, untuk sementara biarlah Raline tinggal disana, hingga sampai saatnya kami bisa bersatu, mungkin malam ini aku akan menginap di apartementku untuk menemani Raline, nanti pagi, baru aku pulang untuk menjelaskan semuanya kepada Hanna, ah mengingat Hanna hatiku diliputi rasa bersalah yang sangat dalam padanya, entah ia akan memaafkan ku atau tidak, tapi aku pastikan, satu-satunya yang akan ku pertahankan adalah Raline seorang. setelah tiba “ ayo turun sayang, aku akan antarkan ke unit ku.” “ kamu habis ini langsung pulang aja Rei, istrimu pasti sudah menunggu kamu di rumah.” “ malam ini biarkan aku menginap disini, nanti pagi aku baru pulang.” “ kasian istri kamu ditinggal sendirian Rei, aku bisa sendiri disini.” “ tidak mengapa sayang, aku akan mengabarinya nanti.” “ terserah”     kami sudah tiba di apartement ku, beruntung unitku memiliki dua kamar, jadi kami bisa tidur terpisah sementara waktu. karena malam sudah terlalu larut, kami akhirnya berpisah ke kamar masing-masing. setelah aku membersihkan diri aku putuskan untuk segera tidur, sebenarnya aku ingin tidur dengan memeluk Raline, seperti yang terakhir kali kami lakukan, tapi Raline menolak mentah-mentah permintaanku, ia tidak ingin sampai kami khilaf lagi, ku hargai keputusannya, aku tidak ingin membuatnya merasa tidak nyaman. ***     pagi telah tiba, setelah tadi kami sarapan bersama, Raline memintaku segera pulang, ia sangat tidak enak jika harus selalu berduaan denganku, terlebih aku sudah menikah, disinilah aku sekarang, di dalam taksi yang membawaku pulang ke rumah, aku masih terus berfikir bagaimana caranya agar Hanna mengizinkanku menikah dengan Raline, Raline sempat berkata ia tidak akan mau menikah denganku jika istri pertamaku menolak memberi izin, katanya biarlah ia yang mengalah, ia tidak ingin jika ia sampai membuat pernikahanku hancur, meskipun memang kami sudah menorehkan noda pada pernikahanku dengan istri pertamaku.     akhirnya aku pun sampai ke rumah, rumah yang memang aku bangun khusus untuk Raline, tapi ternyata harus kutinggali terlebih dahulu dengan istri pertamaku, tapi tidak mengapa, setelah ini Raline akan menempatinya, menempati rumah yang memang hak nya. ku langkahkan kakiku ke dalam rumah, lalu ketika sampai tak lupa ku ucapkan salam. “ assalamualaikum” “ waalaikumsalam, mas Rei sudah pulang?” ku lihat wajah Hanna tersenyum dengan cerah menyambut kepulanganku, apa aku akan tega menyakiti wanita sebaik Hanna? tak lupa ia juga menyalami ku dengan takzim. oh Tuhan, apa yang harus ku katakkan kepadanya?, bagaimana caranya?. “ iya, saya baru pulang, saya ingin ke kamar dulu, ingin mengganti baju sebentar, kamu tunggu di ruang tamu sebentar ya.” “ iya mas, mau mau aku buatin minum?” tanyanya “ tidak, terimakasih.” Hanna POV     entah perasaanku saja atau tidak, sepertinya mas Rei sedang menghindariku, tatapannya seperti saat-saat awal, dingin dan cuek, padahal aku merasa sebelum mas Rei pergi keluar kota, hubungan kami sudah membaik, terlebih ia sempat bersikap lembut kepadaku, tapi mengapa sekarang sikapnya kembali dingin lagi? apa aku berbuat salah? ah mungkin saja ia sedang merasa lelah dan juga penat dengan kerjaannya.     lalu ku beranjak menuju dapur untuk membuat teh juga mengambil camilan dalam toples, barangkali mas Rei sedang ingin mengemil sambil berbicara. ku lihat mas Rei sudah mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih santai, sambil meletakkan teh dan juga camilan ku persilahkan mas Rei untuk meminumnya, dapat ku lihat wajahnya sangat tegang, aku tak tahu apa yang akan dikatakkan olehnya, semoga saja bukan sesuatu yang buruk. Hanna POV end “ mas ini silahkan diminum dahulu teh nya.” “ terimakasih” HAHH… ku hembuskan nafasku secara kasar, aku tidak tahu harus memulai dari mana, namun aku harus mengatakkan apapun yang terjadi. “ Hanna, saya ingin mengakui sesuatu kepadamu, tolong dengarkan sampai selesai” “iya mas.” “ saat saya di luar kota 2 hari yang lalu, saya tidak sengaja bertemu dengannya, dengan Raline.” diam, ku lihat wajah Hanna, namun reaksi Hanna hanya terdiam. “ saat itu saya ingin membicarakan masalah yang meliputi kami, namun ia menolak untuk berbicara dengan saya, namun karena saya terus memaksanya, akhirnya ia mau berbicara, namun karena waktu sudah maghrib saya meminta izin untuk ke tempat tinggalnya, karena jarak saya dari pantai tersebut ke hotel lumayan jauh, akhirnya kami melaksanakan sholat maghrib dan sekaligus isya disana, karena memang letak rumahnya tidak jauh dari pantai itu, setelah sholat kami makan malam, dan setelahnya kami melakukkan pembicaraan, namun karena sudah larut saya memutuskan untuk menginap disana, tapi kemudian lampu padam, dia sangat takut dengan kegelapan, mungkin karena gemuruh yang besar menyebabkan listrik padam, awalnya saya hanya ingin menenangkannya saja, saya benar-benar tidak berniat untuk melakukkannya, namun mungkin karena suasana yang mendukung juga bisikkan setan, akhirnya kami melakukkannya, ya kami melakukkan apa yang seharusnya dilakukan oleh pasangan halal, Hanna saya benar-benar minta maaf atas kekhilafan yang kami lakukkan, tolong maafkan saya.” ku lihat Hanna menangis, ia hanya menunduk tidak berani menatapku, atau mungkin enggan menatapku. lalu dengan teganya ku ucapkan kalimat yang pasti akan menyakiti hati setiap istri, aku hanya ingin mengatakkan apa yang ada di hatiku saja, tentu saja aku ingin menikahi Raline secara sah secara agama dan Negara. “ Hanna, tidak hanya itu saja, saya juga ingin mengatakkan, saya akan menikahinya pada hari minggu nanti. saya harap kamu memahami keadaan saya.”      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD