PERMINTAAN HANNA

922 Words
“ Hanna, tidak hanya itu saja, saya juga ingin mengatakkan, saya akan menikahinya pada hari minggu nanti. saya harap kamu memahami keadaan saya.”       senyap… tak ada lagi suara yang terucap, hanya isak tangis Hanna yang masih terdengar. lama terdiam akhirnya Reinald memberanikan diri untuk bersuara. “ saya tahu, apa yang sudah saya lakukkan terhadapmu sangat salah, tapi kejadian itu tidak disengaja Hanna, kami sama-sama khilaf, kami sama-sama melakukkan kesalahan yang amat fatal, dulu, ketika kami masih berhubungan pun kami tidak pernah melakukkan hal-hal yang melampaui batas,sungguh naa… saya mohon mengertilah keadaan kami.” Hanna POV     mengerti? aku harus mengerti katanya? sungguh aku tidak tahu harus apa, bahkan diusia pernikahan kami yang belum ada seminggu pun ia meminta sesuatu yang pastinya sangat akan menyakiti setiap istri, poligami? suamiku sendiri meminta izin untuk menikahi kekasihnya, bolehkan aku berkata bahwa mereka sangat egois, tidakkah mereka memikirkan sedikitpun tentang perasaanku, aku tahu pernikahan ini atas dasar permintaan bunda, bukan berdasarkan saling cinta, tetapi bukankah sebelum mas Rei pergi keluar kota, ia pernah berjanji untuk menjalankan pernikahan ini secara perlahan, agar kami sama-sama bisa membuka hati, lalu setelah kejadian beberapa hari yang lalu, dimana ia memperlakukkanku dengan manis bahkan kami sempat saling bercuumbu, lalu sekarang ia mengatakkan akan menikahi kekasihnya itu.     bolehkah aku berharap, agar waktu bisa diputar kembali, dimana pertemuan itu tak akan pernah terjadi, jadi mas Rei hari ini masih sama dengan mas Rei beberapa hari yang lalu, yang memperlakukkanku dengan amat manis, walaupun mungkin belum ada cinta dihatinya,setidaknya dia berusaha menerimaku, lalu apakah mungkin ia masih bersikap manis kepadaku, jika ia sudah menikah dengan kekasihnya, pemilik setiap sudut ruang hatinya?     ahh.. sepertinya sangat amat mustahil aku mampu bersaing dengannya untuk mengharapkan sedikit perhatian suamiku sendiri, jika ia berada diantara kami. jujur aku sendiri tidak tahu lagi apa yang harus ku lakukkan, semuanya begitu membingungkan, sakit, hati ini terasa sangat sakit, suami yang aku cintai meminta ku mengizinkannya untuk menikahi kekasihnya, walaupun pernikahan ini atas dasar permintaan bunda, jauh sebelum ini aku sudah mengagumi sosok suamiku itu, wajahnya yang tampan, tatapannya yang meneduhkan juga tutur kata dan sikapnya yang sopan terhadap orang tuanya membuatku sangat mengaguminya bahkan dia juga sosok pria sangat menyayangi keluarganya, perlahan seiring berjalannya waktu, perasaan kagum ini menjadi sebuah rasa yang lebih dari itu.     namun aku amat sangat sadar, siapa aku ini, aku hanya anak panti yang tidak tahu siapa orang tua kandungku, aku juga sadar status sosial ku dengan keluarganya, maka dari itu aku hanya bisa menyimpan rasa itu seorang diri, namun ketika tiba-tiba bunda memintaku menikah dengannya tentu saja tidak dapat ku pungkiri ada sedikit rasa bahagia dihatiku, namun aku juga sadar melihat responnya tatkala menerima permintaan bunda, ada sebuah keterpaksaan disana, dan aku pun terkejut pada malam pernikahan kami, dimana ia begitu marah mendapati aku tertidur di kamarnya, hingga akhirnya aku tahu bahwa hatinya sudah ada yang memiliki.     jujur, aku sempat terbuai atas perlakuannya beberapa hari yang lalu sebelum ia pergi keluar kota, aku juga sangat senang tatkala ia juga ingin berusaha menjalani pernikahan ini, terlebih perlakuannya yang sangat manis kepadaku, ada secercah harapan dalam diriku untuk pernikahan ini, namun hari ini aku merasa dihempas sejatuh-jatuhnya setelah dibuai setinggi-tingginya, hari ini ia dengan teganya mengatakkan akan menikahi kekasihnya.     haruskah aku menyerah? lalu bagaimana dengan bunda? apa mas Rei sudah membicarakannya dengan keluarganya? atau ia menyembunyikan ini semua? jika aku meyerah apa yang harus ku katakkan kepada bunda dan juga bu Arini, ibu panti yang sudah mengasuhku selama ini, jika aku melanjutkan pernikahan ini pun apa masih bisa berjalan dengan baik? apa mas Rei bisa berlaku adil kepadaku, setelah ia menikahi kekasihnya, terlebih apa kekasihnya bisa menerimaku juga? bukankah ikatan diantara mereka telah terjalin sejak lama? lalu apa mereka bisa menerima orang baru sepertiku dalam kisah cinta mereka?apa aku orang ketiga dalam cinta meraka? atau aku harus menyebut dialah orang ketiga dalam pernikahanku?     memikirkan ini membuatku merasa prihatin pada diriku sendiri, apakah aku tidak layak bahagia? setelah selama ini dibesarkan di panti asuhan tanpa tahu siapa orang tuaku, dikucilkan oleh orang-orang, kini aku juga harus merelakan suamiku menikahi kekasihnya. tidak bisakah engkau Tuhan memberiku sedikit kebahagiaan dalam hidupku, mengapa seolah engkau menciptakan aku untuk terus merasakan kesedihan? Astaghfirullah.....apa yang harus aku lakukkan Tuhan??? *** suara tangisan itu masih terdengar lirih di ruangan tersebut, setelah dapat menguasai tangisannya, Hanna memberanikan diri untuk berucap. “ apa keputusan mas untuk menikahinya sudah sangat yakin?” “ iya saya sudah sangat yakin Hanna.? ku lihat tidak ada keraguan sama sekali disana, ahh tentu saja, ia akan menikahi kekasihnya. “ aku menolak pernikahan mas dengannya” “ kalau begitu saya tidak perduli kamu menolaknya, saya akan tetap menikahinya, dengan atau tanpa izin darimu.” lihat, bahkan ia dengan tidak berperasaannya berkata seperti itu, bukankah hidupku sangat memiriskan?  “ oke, jika mas ingin menikahinya, aku punya sebuah permintaan.” “ apa?” “ tolong ceraikan aku terlebih dahulu.”     sambil menangis ku ucapkan kata cerai, sungguh aku tidak sanggup mengucapkanya, namun aku juga tidak mau jika sampai dimadu, aku tahu tidak ada larangan dalam agama bagi seorang pria menikahi wanita lebih dari satu, namun dalam kasusku berbeda, tidak ada cinta diantara kami, sejak awal hanya aku yang mengaguminya, bahkan mungkin tunas yang baru tumbuh kemarin sudah kandas. aku tidak akan pernah mampu bersaing dengannya, dengan wanita yang sangat dicintai suamiku itu, jika aku menerima pernikahan itupun, belum tentu mas Rei memperlakukkanku sama seperti ia memperlakukannya nanti, aku ragu akan hal itu. jadi mungkin cerai adalah solusinya, biarlah aku yang mundur dan mengalah, membiarkan ia menikahi wanita yang memang harus dinikahinya sejak dahulu.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD