Bab 26. Obsesi Eugene

1156 Words
Entah apa yang terjadi, tangan Caroline bergerak begitu saja. Bahkan pikirannya seakan dimanipulasi oleh seseorang. Manik mata mereka saling menatap satu sama lain, sehingga tanpa sadar menimbulkan percikan api cinta. Tanpa pikir panjang lagi, keduanya mulai berdekatan satu sama lain, tak peduli dengan sekitarnya. Sementara Devon merasa ada yang janggal dengan kondisi mereka. Saat hampir sukses bibir mereka bersatu, telapak tangan Devon menghadang proses ciuman itu. “Luruskan pikiran kalian,” katanya menatap mereka berdua dengan pandangan tajam. Mereka pun terkejut, saling menjauh. Kenapa aku bisa jadi bertindak seperti ini? Aku sangat malu! Hati Caroline berteriak dengan sangat frustasi. Sialan..., kalau bukan karena Devon yang menjadi penghalang, aku akan melumat bibir itu. Keith menatap Devon dengan pandangan cukup sengit, meraih lengan pria itu. “Ikut denganku.” Mereka berdua keluar ruangan, melewati Audrey dan Reta. “Ret, bawa mereka ke kamar dekat dengan kamarku.” “Baik, Tuan.” Reta mengangguk hormat, begitu juga dengan Audrey. Lalu, bagaimana nasib Devon? Pria itu terus diseret menjauh hingga masuk ke dalam ruang kerja. “Kau merusak semuanya, Dev!” teriak Keith sambil mendorong tubuh Devon hingga jatuh ke sofa. “Sekarang aku tanya, apakah kau mencintainya?” Devon merapikan seluruh pakaiannya sambil melihat kebingungan di wajah Keith. “Kau dan dia sama saja. Sama-sama kurang perhatian dan kasih sayang.” “Tutup mulutmu!” sentak Keith cukup keras. “Karena aku sudah bicara padanya. Dia sendiri bilang kalau tak tahu, apakah dia mencintai atau tidak!” Devon juga kepancing emosi karena mereka berdua. Ekspresi Keith langsung berubah, yang tadinya marah sekarang menampilkan rasa ingin tahu. “Jadi, apa yang kau ajarkan padanya?” Belum sempat Devon menjawab, seorang mengetuk pintu ruang kerjanya. “Masuk!” titah Keith dengan lantang. Seorang pelayan masuk ke dalam ruangan dengan wajah panas dingin. “Tuan, Yang mulia raja ada di sini.” Jeder Keith dan Devon terkejut bukan main karena kedatangan Eugene sangat mendadak. “Siapkan ruang tamu di paviliun. Jangan sampai dia masuk ke mansion.” “Sayangnya aku sudah berada di mansion,” sela Eugene berada di ujung pintu. Pelayan itu pun mengangguk dengan ragu, langsung pamit seketika. “Apa yang membawamu kemari?” tanya Keith begitu tenang. Pria itu mengode Devon agar segera pergi dari ruangan itu. “Saya undur diri,” pamit Devon bergegas meninggalkan mereka berdua. Setelah Devon benar-benar pergi, Eugene tersenyum aneh. “Aku mendengar kalau kau menyukai seorang pria.” Desas-desus mengenai Keith menyukai pria sudah menyebar sampai ke kerajaan. Itu artinya, Eugene telah menaruh mata-mata di mansionnya. Siapa mata-mata itu? Ah, karena terlau sibuk mengurusi Caroline, pria itu jadi lupa dengan orang yang ada di depannya. “Kau terlalu percaya dengan rumor yang tak masuk akal.” Keith duduk tenang di sofa, terus menatap ke arah jendela. Tampak jelas matahari mulai turun. “Aku ingin bertemu dengan pria itu!” celetuk Eugene tiba-tiba membuat Keith terdiam. Bertemu dengan Caroline? Tidak mungkin! Karena saat ini gadis itu tak bisa menyamar. “Dia masih ada urusan. Kembalilah dan datang besok,” jawab Keith begitu tenang. “Ah... padahal aku ingin penasaran dengannya.” Eugene pun balik badan dengan cepat. “Aku pergi.” Ia berjalan keluar ruangan sendirian, melewati koridor yang sepi. Beberapa pelayan yang melihatnya langsung menunduk hormat. Mata pria itu tanpa sengaja menatap ke arah seorang gadis yang berjalan cukup cepat. Karena penasaran, Eugene bergegas mengikutinya. Gadis itu ternyata pergi ke dapur untuk mengambil air, dan membawa beberapa makanan ringan. Ketika hendak pergi, Eugene langsung menghadanganya. “Aku tak pernah melihatmu. Sepertinya kau pelayan baru.” “Benar... saya datang pagi ini.” Dia adalah Audrey. Pancaran wajahnya yang tenang membuat Eugene kagum. “Sayang sekali, kau harus menjadi pelayan.” Pria itu menatap Audrey dari atas sampai bawah. Matanya tersentak ketika melihat kedua penglihatan milik gadis itu bersinar biru. “Karena tak ada keperluan, saya permisi.” Audrey berjalan melewati Eugene begitu saja tanpa rasa hormat sama sekali. Saat hendak bergerak mengejar gadis itu, tubuhnya mendadak kaku bak patung hidup. “Apa yang terjadi?” tanya Eugene kebingungan. Tak lama setelah Audrey pergi dan menghilang sepenuhnya, pria itu baru bisa bergerak bebas. “Aku harus mencari tahu siapa gadis itu.” Eugene bergegas pergi, meninggalkan mansion milik Keith. Kereta kuda yang ditumpangi, berpacu cukup cepat agar segera sampai ke istana. Begitu kereta berhenti, Eugene segera turun menuju ke ruang kerjanya, berjalan ke pintu berwana coklat. “Sudah lama aku tak bertemu dengannya. Haruskah aku memasang wajah tersenyum?” Begitu Eugene masuk, lantai bagian bawah yang di pijaki bergerak sendiri. Dua lemari yang berada tak jauh darinya langsung terbuka. Sebuah jalur rahasia itu terpampang jelas, dan Eugene tanpa menunda waktu segera masuk ke dalam jalur itu. Beberapa lampu menyala seketika, menampilkan lorong yang sangat mewah berlapis emas. Bukan hanya lorong, tapi pintu pun juga. Eugene berjalan tanpa ada keraguan sama sekali hingga sampai pintu berwarna emas. Saat memuka pintu, aura menebar dicampur angin berhembus ke arahnya. Ada tengkorak yang di ikat terlentang dengan rantai, dan terekat di tembok. Pakaian yang dikenakan cukup panjang, berlapis emas dan berwarna merah. Bagian gelang dan kaki terdapat aksesoris simbol Kerajaan Hazelmuth. “Apakabar? Kau pasti sangat tersiksa.” Entah sejak kapan Eugene terobsesi dengan kecantikan, sampai tengkorak pun dikoleksi. “Jika kau bukan kencatikan, aku tak akan berbuat seperti ini sampai kau mati.” Eugene mengingat jelas, ketika berumur tiga belas tahun ia bertemu dengan sosok tengkorak yang ada di depannya. Dia sangat elegan dan cantik, sampai raja terdahulu juga tertarik. “Aku akan menggantikanmu sebentar lagi. Ku rasa, aku menemukan yang lebih istimewa.” Jika prediksinya benar, Caroline adalah salah satu keturunan tengkorak yang ada di hadapannya. Selama hidup Eugene, ia tak pernah sekalipun melupakan wajah cantik dari wanita itu. “Sarah... cepat atau lambat dia akan menjadi Sarah kedua, Fufufu.” Sangat menyeramkan jika melihat orang yang terobesis sampai tahap gila. Eugene salah satunya, tereobsesi dengan sarah, wanita yang sudah menjadi tengkorak dalam kondisi terikat. Karena status Sarah sebagai penyihir, pria itu tak mempunyai pilihan lain selain membelenggunya dengan rantai suci yang diberkati oleh naga. “Selamat menikmati hari akhirmu. Setelah ini, aku pastikan kau akan aku kubur drgan layak.” Eugene balik badan, berjalan keluar ruangan. Sepanjang melewati lorong, masih ingat jelas dibenaknya mengenai penolakan Sarah, sehingga harus berakhir menjadi kematian. Sarah adalah wanita penyihir yang membantu Kejayaan Hazelmut selama seratus tahun. Dia bahkan berdiri di depan melawan raja naga. Sayang sekali, karena raja ke sebelas terobsesi padanya, ia harus terbelenggu di dalam istana. Berkat bantuan si kecil Eugene, Sarah bisa melepaskan diri. Namun ternyata, Eugene lebih gila dari raja sebelumnya. Siapa sangka bahwa pria kecil itu telah membunuh ayah kandungnya sendiri hanya karena ingin memili Sarah. “Aku tidak sabar ingin bertemu dengan Caroline.” Eugene datang ke ruangan sebelah, terdapat beberapa gambar milik gadis itu. Tapi sayang, setiap harinya gambar tersebut berbeda karena ia sendiri perlahan sudah mulai melupakan Caroline. “Lihat saja, aku akan menemukanmu,” gumam Eugene penuh percaya diri. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD