Ketika matahari muncul sepenuhnya, Veto dan dua pengawal telah sampai di altar suci. Mereka melihat Eugene dan Derich yang masih berdiri menatap tenangnya suasana di pagi hari. Entah mengapa, Veto merasakan ada kedamaian sebelum badai menerjang.
“Salam, yang Mulia!” Tiga orang membungkuk hormat, lantas Eugene menoleh sambil menyebarkan senyum.
“Kau datang sangat cepat, sesuai harapanku, Veto.”
Suara dan ekspresi wajah itu, Veto tahu betul dan mengenalinya. Dia adalah Raja Hazelmut yang sesungguhnya, bukan Varlos yang menyebalkan itu.
“Terimakasih, Yang Mulia.”
Mereka bersikap layaknya prajurit setia di mata Derich, dan itu membuatnya kesal setengah mati. Kenapa Veto si panglima kuat berada dipihak seorang raja yang menyukai keindahan, sungguh menggelikan.
“Kita turun ke jalan setapak itu. Aku harus menemuinya.” Eugene berjalan terlebih dahulu, dan Derich mengamati punggungnya sejenak. Sepertinya, sang raja tak akan melepaskan Caroline dengan mudah, padahal gadis itu sudah menyamar sebaik mungkin.
Sial, geram Derich tertahan mengikuti langkah Eugene dari belakang.
Semua tingkah Derich di amati oleh Veto. Seorang jenderal tingkat perak yang memiliki kesombongan luar biasa. Kalau mereka bukan teman sejak kecil, ia tak akan mengizinkan benalu seperti dia berada di sekitar Eugene.
Sayang sekali, Keith yang merupakan jenderal emas harus di asingkan ke perbatasan untuk sementara waktu. Bicara tentang jenderal itu, Veto sudah lama tak mendapatkan kabar dari bawahannya mengenai keadaan orang tersebut.
Aku akan harus bertanya pada mata-mataku mengenai Tuan Griffin, batin Veto sambil mengehela nafas panjang.
Sementara itu, Caroline duduk di meja makan sambil terus menatap Jason tiada henti. Entah kenapa, gadis itu memiliki firasat yang kurang baik. Jika dilihat, sang ayah tampak menyembunyikan sesuatu. Senyum yang dulunya hangat tak pernah ada sama sekali. Justru yang ada hanya senyum penuh kepalsuan.
“Ayah, apa aku boleh bertanya?”
Sejak dulu, Caroline tak pernah tahu penyebab kematian sang ibu. Dan karena ia butuh kebenaran, makanya memberanikan diri untuk mengajukan pertanyaan.
“Tanya saja.” Dengan dingin Jason menjawab dan terus melanjutkan makanannya.
Ada yang aneh dengan tindakan pria itu, seperti jubah yang selalu dipakainya. Namun Caroline hanya bisa menyimpan segala pertanyaan di dalam hati, dan bersikap waspada.
“Kapan kau akan memberitahuku, kematian mengenai ibu?”
Suasana ruangan pun menjadi hening, dan jason menaruh sendoknya begitu saja di piring. Nafsu makannya langsung hilang seketika, bahkan moodnya mulai hancur. Kenapa darah daginya sama persis dengan wanita yang menjadi istrinya? Sungguh sangat memuakkan.
“Aku tak akan menjawab pertanyaanmu, karena membuka luka lama.” Jason mengelap sudut bibirnya dengan kain. “Jangan bertanya yang tidak penting.” Dia menggeser kursinya begitus aja. Sekelibat tato, seperti lingkaran sihir terlihat di pergelangan tangannya, tapi hanya sebentar.
Caroline tertegun dengan sikap Jason yang sudha tak ditemui sepuluh tahun. Apakah itu alasan Bryan mencegahnya menemui sang ayah?
Aku bukan gadis naif, jadi aku akan menyelidikinya dan berpura-pura tidak tahu.
Caroline mulai merasakan kejanggalan, mulai memikirkan perubahan sikap Jason. Lamunanya berhenti begitu pintu ruangan terbuka lebar.
“Audrey, darimana saja kau?”
“Jalan-jalan, Nona,” kata Audrey sambil menggeser kursi. Caroline menoleh ke seluruh ruangan, berdiri tegak takut kalau Jason mendengar percakapan mereka berdua. Tak lama kemudian, gadis itu langsung menyeret Audrey sedikit menjauh menuju ke jendela ruangan.
“Ada yang salah dengan ayahku. Aku harus menyelidikinya.” Wajah Caroline tampak serius. Dan Audrey begitu senang mendengar bahwa dia mulai mengawasi Jason.
“Aku juga berpikir sama, Nona. Jadi, apa rencanamu?”
“Sementara kita awasi dulu gerak-geriknya. Jangan bertidndak gegabah.”
Audrey mengangguk setuju, tersenyum dnegan tulus. Akhirya ia diberi kesempatan untuk membuat Jason merasakan semua penderitaan yang di alami selama ini.
“Aku setuju dengan pandapat, Nona.”
“Kau cari tahu seluk beluk gubuk ini tampan sepengetahuan ayah.”
Meskipun hanya gubuk, tapi tempat itu layaknya rumah. Caroline curiga banyak hal yang disimpan oleh ayahnya. Jika saja kehangatan itu tidak hilang, seperti sepuluh tahun lalu, pasti ia tidak akan melakukan hal seperti itu.
“Baik, Nona. Saya akan melakukannya.” Audrey pun pamit, lekakukan perintah yang direncanakan oleh Caroline. Setelah gadis itu pergi, ia menatap ke arah jendela. Perasaannya kacau balau, talut salah melangkah. Tapi kecurigaannya begitu besar.
“Apakah ayah sudah berubah? Kenapa aku merasa kalau dia bukan ayahku?”
Hati Caroline merasa tidak tenang, dan terus cemas berkepanjangan. Sesekali ia mendesah ringan tanpa mengetahui kalau Jason menatapnya di ujung pintu dalam waktu lama.
Anak gadis yang sepuluh tahun ditinggalnya sudah menjadi sosok yang sangat cantik. Sayang sekali, dia harus menderita untuk segela kemewahan yang akan didapat di masa depan.
Aku serakah, dan aku juga menyayangimu. Tapi aku lebih sayang dengan segala hal yang bisa membuat hidupku nyaman.
Tidak ada yang tahu, pengalaman apa yang terjadi pada Jason selama hidupnya. Mungkin ada keraguan, tapi ia tetap berjalan sesuai dnegan tujuan kedatangannya ke Dunia Pararel.
Pria itu mendesah, pergi meninggalkan Caroline yang masih termenung. Gadis itu menoleh saat melihat kelebatan orang sangat dikenalnya. Entah kenapa keraguannya semakin muncul, dan hatinya tampak gelisah.
“Sudah aku duga.” Gumam Caroline sambil berjalan ke ujung pintu. Tampak punggung Jason yang semakin menjauh dan hilang dari pandangan gadis itu.
“Aku akan mengikuti kemana dia pergi, Nona,” kata Audrey membuat Caroline terberanjat kaget. Gadis itu lantas mengelus dadanya berulang kali.
“Beruntung aku tak punya penyakit jantung,” eluhnya tampak lega.
“Maafkan aku. Karena aku memang selalu mengamatinya.” Audrey tersenyum, lalu pergi mengikuti kemana Jaosn pergi, dan Caroline membiarkan itu terjadi.
Ternyata Jason pergi ke luar gubuk. Sementara Caroline yang segera bergegas menuju ke kamar ayahnya. Begitu kamar terbuka lebar, tampak ada angin yang berhembus begiru kuat.
“Rahasia apa yang disembunyikan oleh ayah? Aku harus mencari tahu sedetail mungkin.”
Caroline mengamati satu-persatu barang milik Jason. Tidak ada yang spesial, hanya ada beberapa buku dan juga alat-alat biasa yang digunakan olehnya setiap hari. Tapi, kenapa dalam benaknya masih ada yang janggal.
Akhirnya gadis itu duduk di ranjang, mendongak ke atas untuk menatap langit kamar. Aneh menurutnya karena ada angin yang bergerak-gerak tipis di atap itu. Semakin dilihat, semakin kejanggalan terus meningkat.
Tidak lama setelahnya, langit menjadi gelap. “Apakah hanya perasaanku saja?” Sontak dalam sekejap mata kamar itu berubah menjadi kamar lain. Caroline sangat kaget dibuatnya.
Sihir ilusi, itulah yang terjadi. Dan sebagai manusia biasa Caroline tak mengetahui tentang adanya sihir ilusi. Dia bisa menembus sihir itu karena merupakan keturunan penyihir yang sudah meninggal sepuluh tahun lalu.
“Apa yang terjadi?” Gadis tersebut langsung bangkit, menatap ke seluruh penjuru ruangan yang tampak berkelas atas, benar-benar mewah dan juga mahal.
“Aku harus keluar dari ruangan ini!”
Tanpa pikir panjang lagi, Caroline membuka pintu ruangan bergegas untuk segera meninggalkan tempat itu. Saat menengok ke belakang, tempat tersebut berubah kembali ke tempat semula.
Sayang sekali, ada hal yang tidak diketahui oleh Caroline. Bahkan dia adalah gadis naif yang tak tahu apa-apa sama sekali. Meskipun begitu, mencoba mencari tahu adalah tujuannya.
“Apakah itu sihir.”
Gadis tersebut menutup kamar Jason dengan pelan, berdiri di depan ruangan itu cukup lama. Kenapa sang ayah menjadi penyihir? Dan tato sihir sekilas yang dilihatnya bukan halusinasi?
“Apa tujuan ayah datang kemari? Kenapa dia bisa berubah begitu banyak?”
Gadis itu tak mengaharapkan apapun karena yang diinginkan adalah kembali bersama menjadi keluarga dan hidup bahagia. Akan tetapi, sepertinya jalan yang dilalui tidaklah mudah.
“Aku tak bisa tinggal diam,” kata Caroline melangkahkan kaki kembali ke ruangannya. Gadis itu menatap ke arah jendela. Dan melihat Jason sudah kembali. Ia juga melihat Audrey mengikutinya dari belakang pria itu.
Mereka sudah kembali, batin gadis itu terkejut.