Bab 10. Rencana Melarikan Diri

1127 Words
Derich tak ingin kehilangan kesempatan untuk kehilangan gadis itu, dan segera mencari ke sekitar ibu kota hingga pelosok hutan. Dalam hal ini, menjadi gila seperti anjing liar yang buas adalah kepribadian pria itu. Saat melihat beberapa prajurit kepercayaan Keith, insting mulai bekerja bahwa gadis yang dijumpainya berhubungan dengan sang jenderal berpangkat emas itu. Hingga akhirnya, dengan mata kepala Derich sendiri melihat Keith sedang mendekati seorang gadis di tengah Bunga sSoba sedang tergeletak lemah tak berdaya. Tentu saja pikiran Derich mulai bercabang, menyungging karena mengerti kalau Keith sedang bermasalah dengan gadis itu. “Sepertinya ada yang bermain-main ditengah hujan yang akan reda.” Keith menoleh sekilas, bersikap acuh karena tak mau berdebat dengan jenderal berpangkat perak yang lebih rendah darinya. Kali ini, tujuan pria itu hanya membawa Caroline kembali ke pelukannya. Saat melihat Keith tak peduli, Derich menyerobot panah salah satu prajuritnya. Ia menambah tepat sasaran, mengenai pipi sang jenderal emas itu. Kegiatan pria tersebut berhenti, menoleh dengan pandangan tajamnya. Derich tertawa lepas, menjentikkan jari. Seketika itu pula Keith dikepung. Beberapa prajurit Keith hendak menyerang. Suasana semakin tambah memanas dan tidak terkendali. Sementara Caroline masih setengah sadar, berusaha mengumpulkan kekuatannya kembali. Inilah dia, dua jenderal saling berhadapan satu sama lain, ditengah Bunga Soba yang menjaid lambang cinta. Bukan hal yang baru jika mereka saling berseteru, hanya untuk mendpatkan sesuatu. Angin pun menerpa, sedikit demi sedikit mendung yang menutupi bulan mulai menghilang. Sinar bulan itu menyoroti semua orang yang ada di hamparan Bunga Soba, tidka terkecuali Caroline. Kedua pasukan jenderal itu lekas menyerang satu sama lain. Bunyi pedang beradu terdengar jelas di telinga Caroline sampai menghela nafas banyak kali. “Untungnya aku tak jadi menutup kedua mataku.” Perlahan tapi pasti, Caroline mulai bangkit, menatap sekitarnya. Beberapa prajurit saling menyerang, dua pria yang jelas ada permusuhan di mata masing-masing. “Lebih baik aku pergi sebelum mereka menyadari keberadaan ku.” Sebisa mungkin, Caroline menjauh-sejauh nya dari kedua pria itu. Jika ia terlibat dnegan mereka, maka tak akan ada hal baik yang terjadi. Kesimpulannya adalah pergi secepat mungkin. Caroline memutuskan untuk merangkak masuk ke dalam Bunga Soba untuk sembunyi tanpa ada yang menyadari. Gadis itu terus menjauh hingga sampai ke pinggir Bunga Soba itu. Matanya terbelalak kaget saat melihat anjing hitam yang sedang berada tepat di depannya. “Jangan bersuara..., jika kau bersuara aku menghabisi mu.” Caroline mencari akal, menoleh kebingungan dalam kecemasan. Satu-satunya ide adalah mencari ranting atau dahan kayu di sekitarnya. “Lihat... aku punya apa untukmu.” Gadis itu berhasil mendapatkan ranting sebesar ibu jari. Diayunkan tepat di depan anjing yang mengangguk-angguk itu. “Namanya anjing meskipun buas tetaplah anjing.” Caroline mulai bangkit walaupun beresiko tapi tetap perlu mencoba untuk melakukannya, yaitu melempar ranting tersebut sejauh mungkin. Sontak naluri anjing itu bergegas untuk pergi mencarinya. Sayangnya anjing itu menggonggong keras, sehingga kedua pria itu mulai sadar jika telah kehilangan Caroline. “Tangkap gadis itu!” titah Keith langsung menghentikan permusuhan mereka. Karena ketahuan, Caroline bergegas melarikan diri. Lagi dan lagi pelariannya harus dihentikan sebab bertemu dengan pria aneh lainnya. “Ternyata aku menemukan kecantikan di tengah kegelisahan.” Gawat....! frustasi Caroline di dalam hati. Ketiga pria aneh yang ditemuinya dalam waktu singkat itu sekarang berkumpul mengelilingi dirinya. Seketika mereka hormat membuat Caroline terkejut seketika. Dia adalah raja, raja dari Kerajaan Hazelmuth yang begitu megah. Ternyata, raja yang memimpin mereka semua masih muda dan juga tampan. Tapi sayang, sang raja memiliki hobi aneh, memuja kecantikan dan mengoleksinya sebagai kenikmatan pribadi. “Aku tak sabar ingin memilikimu,” kata Eugene penuh dengan kesenangan. Keith langsung menghadangnya, meraih tangan Caroline. “Dia b***k ku. Otomatis dia adalah milikku.” Eugene dan Derich tercekat karena tak menyangka bahwa gadis itu adalah b***k yang dirumorkan. Pantas saja Keith bersikeras untuk membawanya. “Aku bukan b***k mu,” kata Caroline melepas menepis tangan Keith. “... tidak ada cap b***k di bagian tubuhku.” Itulah kesalahan Keith, tidak memberi cap b***k kepada Caroline. Jadi gadis itu masih bebas bergerak kemana pun dia mau. “Karena kau bukan b***k milik Keith. Kau bisa mempertimbangkan ikut denganku,” ajak Derich sambil melipat kedua tangannya. “Aku tak akan membiarkan itu terjadi.” Mata Keith berwarna merah menyala sekilas karena amarahnya yang meluap. “Kalian tak pantas mendapatkannya, karena aku akan menyimpannya untuk diriku sendiri.” Eugene mengeluarkan lambang kerajaan untuk menunjukkan kuasanya. Keith dan Derich tahu artinya itu dan mulai waspada. Plakat emas bergambar naga dan singa menjadi satu kesatuan membuat kedua jenderal tak akan berkutik sama sekali. “Dengan ini, aku memerintahkan Keith Griffin dan juga Derich Isaac untuk melepaskan gadis itu dan diberikan kepadaku!” Benda itu bersinar, seolah mengizinkan Caroline di bawa oleh Eugene yang merupakan sang raja. Ingat, titah raja adalah segalanya. Hal itu membuat rumit keadaan gadis tersebut. “Konyol,” gumam Caroline tersenyum mencemooh dirinya sendiri dengan sarkasme. Dunia Pararel yang di datanginya, bukan dunia moderen yang memiliki alat canggih, melainkan dunia zaman kerajaan. Dimana sang raja berkuasa meskipun kepada rakyat jelata sekalipun. Jujur saja, Caroline kesal dengan sistem seperti itu. Tapi kalau dipikir-pikir ada untungnya jika ikut orang berkuasa. Nanti di tengah perjalanan ia akan melakukan pelarian keduanya. Sepertinya, dia mudah untuk di kelabui. Keith merasa kesal dan langsung menolak. “Caroline milikku!” teriaknya cukup keras, langsung menggendong gadis itu ala bridal style. “Kau!” pekik Caroline terkejut bukan main. Hoodie yang dipakai pun jatuh ke bawah sehingga menampilkan rambut miliknya yang berkibar. Eugene yang melihat keindahan tiada tara itu mulai tidak bisa menahannya. “Tangkap Keith karena melawan perintah raja!” Sontak semua prajurit langsung mengepung Keith begitu saja, mengelilingi tanpa celah untuk menghadang kepergiannya. “Situasi ini tak sesuai harapan. Lepaskan aku,” bujuk Caroline sambil menepuk d**a Keith. Pria itu menatapnya sekilas, “Kau aman bersamaku.” “Bodoh... kau jenderal bodoh,” desis Caroline dengan tajam. “Lihat dia,” liriknya kepada Derich. “Dia tenang karena tahu posisinya.” Caroline masih berusaha memprovokasi Keith agar menyerah padanya. “Jika tak ingin mati, turunkan aku.” Hati pria itu melunak langsung menurunkan gadis tersebut begitu saja. “Kerja bagus, Keith.” Eugene berhadapan dengan Keith, menarik Caroline dalam pelukannya. “Mulai hari ini, dia resmi menjadi milikku.” Kedua jenderal itu hanya mengepalkan tangannya dengan kuat, tak bisa berbuat banyak. Milikmu... yang benar saja. Tubuh ini adalah milikku sendiri. Meskipun enggan berada di tangan Eugene, Caroline tetap melakukan lakonnya dengan baik. Tentu saja untuk mempersiapkan rencana pelarian keduanya. Mundur untuk kemenangan adalah hal yang harus dilakukan saat ini. “Siapkan kereta kuda!” titah Eugene merasa bangga. Kedua jenderal itu hanya menatap punggung Eugene yang semakin menjauh. Tatapan itu penuh dengan kekesalan luar biasa. Tapi bisa apa karena dia adalah orang yang berkuasa. Meskipun mereka juga menginginkannya, mereka akan menekan keinginan itu di dalam hati masing-masing. Sungguh ironi sekali.... Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD