Bab 9. Pria Menyebalkan

1103 Words
Satu hal yang dibenci Caroline, adalah pemaksaan. Gadis itu tak suka jika kebebasannya direnggut oleh orang lain. Untung seribu untung karena beruntung sebab nekat, ia bisa lolos dari pria m***m yang baru saja mencengkeram kuat tangannya. “Sial!” geram Caroline tertahan sambil memegang perutnya sendiri. Gadis itu tahu cepat atau lambat perutnya minta di isi. Seketika otaknya membayangkan makanan dan makanan. Karena berada di negara asing, ia masih tak tahu bentuk uang seperti apa. Caroline hendak bertanya kepada seseorang tapi orang itu seperti memandangnya aneh. Gadis itu pun memilih berdiri di dekat penjual kue, sambil rupa dan bentuk uang yang dipakai. Ternyata mereka menggunakan uang koin emas yang memiliki simbul raja dengan memakai mahkota. Satu koin emas setara dengan seratus koin perak. Untuk perak sendiri ada dua jenis, perak dengan lambang singa dan juga lambang naga. Sang raja sengaja menggunakan lambang itu untuk mengingatkan kepada para penduduk kalau para jenderal mudalah yang telah melindunginya selama ini. “Jadi, semuanya tak lepas dari dua simbol itu.” Caroline menghela nafas kasar, malas melihat kegiatan interaksi jual beli itu. Karena lelah dan lapar, ia memilih berdiri menatap bulan di tempat agak sepi. Namun, kenikmatannya menatap indahnya kuasa Tuhan harus berhenti karena mendengar gelak tawa dari seseorang. Entah dorongan dari mana, Caroline berjalan tanpa sadar, seolah tersihir oleh suara tawa itu. “Aku jadi tak dalam mood baik. Tapi aku berusaha untuk menemani kalian.” Seorang pria asing di mata Caroline sangatlah familiar. Seketika aura wajahnya berubah , “Dia... cih... rugi aku datang kemari.” Saat hendak balik badan, pria asing yang di maksud itu melihat siluet familiar, dan langsung bertindak dengan mengambil cambuknya dilayangkan ke tubuh Caroline. Cambuk itu melilit tubuh gadis tersebut cukup kuat. Sementara pria yang tak lain adalah Derich langsung menghampirinya. “Sepertinya pertemuan kita adalah takdir.” Caroline yang terikat berusaha melepaskan diri. Eugine yang duduk tenang tak jauh dari mereka hanya diam saja. Gadis itu pun balik badan, menatap pria lain yang sedang acuh. Padangan matanya beralih pada beberapa gadis yang sedang menanti pria yang ada dihadapannya. Sekali m***m tetaplah m***m, itulah pikiran negatif yang tertulis jelas di otaknya. “Tak ada untungnya kau menangkap ku,” kata Caroline dengan tenang. Mendengar suara Caroline yang lembut dan merdu, Eugine langsung memandang ke arahnya. Perlahan ia bangkit, mendatangi mereka berdua. Ketika pandangan mata mereka beradu, ada getaran aneh yang hinggap dihatinya. Seperti pepatah bilang, dari mata turun ke hati. Sepanjang hidup pria itu, perasaan jantung berdegup hanya dan perasaan gembira yang meluap. “Kecantikan jenis ini jarang sekali ada. Kemunginan satu dari seribu orang.” Eugine terus menatap Caroline, mendorong tubuh Derich agar member jalan padanya. “Koleksi berharga tak jangan pernah dilewatkan.” Amelia menatap Eugine penuh pandangan jijik. Tampan iya, tapi otaknya sudah gila. Awalnya gadis itu mengira kalau pria itu pendiam dan normal. Nyatanya semua prediksinya salah, dia lebih seperti pria aneh yang terobsesi dengan kecantikan. “Eugine...,” panggil Derich menekan bahu Eugine cukup kuat. “... dia milikku.” Caroline mundur beberapa langkah ke belakang, melirik ke beberapa gadis yang sedang menatap tajam ke arahnya. Bisa dilihat mereka sangat cemburu dengan kehadirannya. Wajah mereka menunjukkan kalau ingin mencakar atau memukul dirinya. Aku harus pergi dari tempat untuk segera meninggalkan orang aneh itu. “Kau harus mengalah denganku, Der,” kata Eugine masih dalam kelembutan diwajahnya, karena ia tak mau kalau gadis cantik itu takut. “No... aku menemukan dia terlebih dahulu. Dan aku tak mau kehilangannya.” Keduanya sama-sama ngotot ingin memperebutkan Caroline yang jelas diam-diam sudah menjauh. Gadis itu tak ingin terjebak dalam kegiatan konyol dari para pria aneh. Karena sudah sedikit menjauh, ia mencoba melepaskan cambuk yang melilit tubuhnya, segera lari menuju ke hutan. Dan mereka berdua yang masih bertengkar, belum menyadari jika Caroline sudah pergi. “Aku raja, kau bawahan!” Eugine mulai membawa statusnya. “Memangnya kenapa? Aku tak peduli.” Lihat gaya congkak Derich yang melebihi status Eugine. Para gadis yang mendengar percakapan mereka saling pandang satu sama lain, segera mengangguk dan langsung menghampiri kedua pria itu. “Saya bisa menemani, Anda,” kata gadis bergaun kuning. Sedikit info, bahwa para gadis dan wanita di Kerajaan Hazelmuth yang menjadi bunga malam memakai pakaian yang cukup seksi, seperti dress dengan memperlihatkan punggungnya. Namun, berbeda dengan para gadis atau wanita bangsawan, mereka cenderung memakai gaun tertutup. Jika ada yang memakai celana atau berpakaian pria seperti Caroline, mereka menyebutnya orang bayaran. Orang bayaran bisa melakukan apa saja, termasuk menjadi pemuas nafsu, atau mencuri. Kenapa bisa dinamakan orang bayaran? Karena mereka hanya butuh uang untuk hidup. Para orang bayaran sering kali melakukan transaksi ilegal di bawah kekuasaan Eugine. Meskipun kondisi Kerajaan Hazelmuth berlimpah harta, tapi tidak menutup kemungkinan ada sebagian orang miskin yang merupakan pelarian sedang berusaha hidup melalui status rendah. “Tutup mulutmu!” teriak Eugine keras, mengundang beberapa prajurit. Mereka para bunga malam langsung bersujud memohon ampun. “Ingin naik kasta dengan merayu, jangan harap. Kalian tak masuk kategori jadi koleksiku.” Sementara Derich yang sudah tak peduli dengan ocehan Eugine mulai menyadari kalau gadis incarannya hilang. Segera ia pergi tanpa pamit bersama orang bawahannya. “Kalian cari gadis yang memakai pakaian hitam! Temukan dia!” titah Derich “Baik!” Para bawahan itu segera menyebar mencari keberadaan gadis yang dimaksud. Dua pria dengan banyak orang mengejar satu gadis aneh yang di klaim sebagai b***k. Caroline merasa nasib sial terus mengejar hidupnya. Gadis itu terus lari, masuk ke dalam hutan. Suara anjing menggonggong terus memaksanya untuk bergerak. “Aku seperti buronan yang malang.” Terus menerobos hutan tiada henti, menginjak tanah yang becek. Tiba-tiba hujan lebat turun, kilat menyambar saling bersahutan. Ditengah hujan yang cukup deras, Caroline terus berlari melewati semak-semak. Tanpa sengaja kakinya tersandung, sampai ia berguling-guling ke tanah hingga keluar hutan, sampai di lahan Bunga Soba. Caroline terengah-engah, menatap hujan yang terus mengenai tubuhnya. “Kenapa sulit sekali bertahan hidup di dunia ini?” Ia ingin istirahat sebentar, menikmati air hujan yang sedikit asin itu. Setelah sampai di Dunia Pararel, yang katanya adalah Kerajaan Hazelmuth, Caroline belum istirahat sama sekali. Seluruh tubuhnya merasakan sakit luar biasa, dan juga kepalanya mendadak pusing. “Jangan tidur, Caro.” Caroline berusaha membuka kedua matanya, tapi tetap saja penglihatannya tak bisa di ajak kompromi. Saat benar-benar hendak menutupkan kedua mata, langkah kaki seseorang mendekatinya. Dan dia tepat berada di atas kepala gadis itu. “Rupanya, kau ada di sini. Sungguh merepotkan.” “Kau, pria menyebalkan,” kata Caroline sambil membuka kedua matanya dengan sangat lebar, tersenyum meremehkan diri sendiri, sebab akhirnya tetap tertangkap saja. “Aku lelah.” Gadis itu langsung menutup kedua matanya, tanpa memperdulikan pria menyebalkan yang di maksud. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD