Caroline dan Audrey sudah memulai perjalan kembali untuk mencari informasi mengenai Jason. Ada rumor beredar bahwa orang asing sama persis dengan potret sang ayah. Tidak mau membuang waktu, mereka menuju ke selatan menurut berita itu muncul.
“Nona, haruskah kita mencari penginapan?” tanya Audrey menatap keseluruhan desa. Pandangan mata gadis itu tak lepas dari sikap waspada. Wajar saja karena dia baru saja dilecehkan oleh seorang pria. Untungnya selamat tanpa ada yang kurang.
“Selama sehari, kita harus dapat informasi.” Menetap di sebuah desa yang tak dikenal hanya membuang wajah saja. Tidak aman untuk mereka yang sebagai pelarian jika tinggal.
Audrey mengangguk, menyeret lengan Caroline menuju ke gang yang sepi untuk menghindar dari penduduk. “Ada simbol,” tunjuk nya ke arah titik berwarna hitam.
Caroline mengerti, menoleh ke sana kemari untuk melihat situasi dan kondisi sekitar. Para penduduk sedang sibuk dengan urusan mereka masing-masing, tak peduli dengan pengunjung atau orang baru yang datang. Bahkan tidak ada pemeriksaan sama sekali.
Seorang pelarian jika terlihat mewah, seperti penduduk biasa atau bangsawan maka masyarakat Hazelmuth tidak akan bertindak. Karena apa? Mereka hanya mengira bahwa orang pelarian hanya seorang miskin tanpa uang.
“Di setiap desa, pasti ada orang bayaran. Jika kita menemuinya untuk minta bantuan mereka akan membantu.”
Sayangnya ide itu tak bagus di otak Caroline saat ini. “Apakah kau tahu siapa pemimpin orang bayaran?”
“Nona, setiap orang bayaran mempunyai pemimpin sendiri. Mereka membentuk aliansi di setiap desa. Jika ingin bertemu pemimpin, maka harus datang ke ibu kota yang merupakan markasnya.” Audrey tahu banyak mengenai orang bayaran, bahkan informasi beberapa letak tambang emas yang tersembunyi. Gadis pintar seperti dia sangat disayangkan harus berakhir menjadi b***k.
“Aku tak bisa minta bantuan kepada mereka.” Caroline merasa ada yang aneh dengan para orang bayaran. Kebanyakan dari mereka adalah b***k pelarian. Sepertinya si pemimpin sengaja membuat aliansi gelap untuk melawan sesuatu. Entah apa itu? ia sendiri juga tak tahu sama sekali.
“Jika kita tak minta bantuan kepada mereka, nona akan sulit mencarinya?”
Segala informasi yang sulit hanya bisa diselesaikan oleh orang bayaran, tapi Caroline masih enggan. “Aku tak bisa percaya begitu saja dengan mudah terhadap orang lain, apalagi seorang pria.”
Caroline mantap selembaran milik Jason yang sudah digandakan beberapa lembar ketika masih berada di desa sebelumnya. Dengan mengambil nafas panjang, gadis itu mulai berjalan. “Ayo.., kita ke pusat desa untuk menempel selembaran ini.”
Audrey menatap punggung Caroline yang mulai menjauh, beberapa detik kemudian wajahnya tersenyum penuh misteri. Sementara itu, seorang pria yang mengikuti tak jauh darinya itu tersentak ketika melihat ekspresi wajah gadis berusia lima belas tahun tersebut.
Entah apa yang membuatnya merinding dicampur takut, pria itu langsung bersembunyi dibalik tembok tak berani menatap kedua matanya. “Apa yang kau lakukan, Kak?”
Iya, mereka kakak beradik, Jeff dan Rian yang sedang mengemban tugas dari Tuan K. “Pelan kan suaramu,” kata Jeff langsung membungkam mulut adiknya.
Rian yang penasaran langsung mengintip, tak ada apa-apa, bahkan orang sekalipun. “Kau ketakutan tanpa alasan, Kak.”
Jeff ikut menatap ke tempat dimana Audrey berada, dan gadis itu benar-benar sudah tak ada ditempatnya.
“Aku benar-benar merasakan hawa tak nyaman ketika melihatnya.”
“Sudahlah..., kita ikuti Caroline lagi.” Rian bersiul, berjalan santai mendahului Jeff. Yang masih berdiam diri ditempat. Firasatnya tak pernah salah sama sekali, dengan buru-buru ia menulis sesuatu, lalu bersiul. Muncul merpati pembawa pesan.
“Bawa surat itu dengan selamat ke Tuan K.”
Merpati itu terbang di udara, pergi menuju ke tempat Keith berada. Tampak pria itu sedang berada di lokasi robohnya jembatan karena ulah para b***k.
“Jenderal,” panggil salah satu prajurit yang siap melayani Keith.
“Bagaimana dengan b***k lainnya.” Keith berjalan angkuh, menatap lokasi tambang batu bara dari jauh, Beberapa b***k berjalan masuk ke dalam tambang.
“Mereka sudah mulai bekerja kembali.”
“Sisa berapa orang?” tanya Keith dengan wajah dinginnya.
“Sisa seratus orang.”
Itu artinya lebih dari separuh orang yang pergi melarikan diri. Keith menatap ke arah langit dengan ekspresi yang tak bisa di baca oleh orang sekitar. Entah apa yang dipikirkan, mungkin adalah cara untuk menemukan para b***k pelarian.
“Jika kita tidak menemukannya, mereka akan melakukan pemberontakan, Jenderal.”
Tidak menutup kemungkinan adanya pemberontakan untuk membalas dendam. Hanya saja, mereka tak akan bisa bergerak kalau tidak punya dukungan dari orang terkuat. “Asalkan tak ada orang dibaliknya maka tak perlu khawatir.”
Keith berjalan menuju ke lokasi tambang untuk melihat kinerja para b***k. Semua b***k yang melihatnya memasang wajah penuh kebencian, dan pria itu hanya acuh saja. Karena prajurit tahu, merek ayang tidka menghormati jenderal langsung menerima cambukan.
Keith yang acuh hanya melengos pergi, tanpa memperdulikan jeritan mereka. Sisi kanan matanya pun bersinar merah, menatap merpati yang hinggap di pohon tak jauh darinya.
“Turun...” titah Keith. Merpati itu langsung turun, hinggap di pundak sang jenderal. “Belum ada sehari sudah mengirim pesan.” Begitu surat itu dibuka, pria itu malah ber-semirik.
“Seorang gadis ingusan, tak mungkin menghalangi rencanaku.” Keith merobek kertas itu sampai tak berbentuk. “Sepertinya aku harus segera mengakhiri permainan kejar mengejar ini. Aku tak sabar ingin melihatnya.”
Begitulah Keith, seorang yang bisa memanipulasi hidup orang lain. Lambat tapi pasti Caroline telah masuk ke dalam perangkapnya. Pria itu mengeluarkan kertas, menulis sesuatu dengan cepat. “Kau antar kan surat itu.”
Setelah burung tersebut terbang, Keith bersiul. Carlos yang sedang minum di tepi sungai langsung berlari kencang menuju ke arahnya. “Jika kau pergi jauh lagi, aku akan menghukum mu.” Kuda itu berbunyi, seolah tahu perkataan sang majikan.
“Kita pulang ke mansion.”
Wajah Keith terlihat bahagia, entah apa yang dipikirkan seolah pihak lain tidak tahu sama sekali. yang jelas di otaknya hanya ada Caroline. “Aku akan mempersiapkan sesuatu untuk menyambut kedatangannya kembali.”
Bisakah semua sesuai rencana Keith? Memang dia yang merencanakannya dnegan epik, sesuai kehendaknya. Tapi Keith tak tahu bahwa Caroline bukan robot, melainkan seorang manusia yang memiliki pemikiran sendiri.
[DIKENDALIKAN]
Tidak mungkin, karena Caroline tak akan mau dikendalikan. Gadis seperti dia bisa lepas dari sangkar, terbang bebas seperti burung di udara. Dan Keith tak akan bisa memasukkan dia ke kandang.
Kuda Keith berpacu cukup cepat, sehingga sudah sampai ke mansion dalam waktu singkat. Reta yang berada di halaman langsung menyambut pria itu seperti biasa. “Aku sudah bilang, jangan menunjukkan wajahmu.”
Keith terlihat sangat marah, tapi Reta tak putus asa, berharap amarah pria itu bisa dikendalikan. “Tuan, saya sudah menyiapkan makanan kesukaan anda.”
“Cih, rupanya kau mulai menyogok ku.”
Reta langsung bersujud di depan Keith, meminta maaf untuk mencari simpati. “Saya lancang. Saya tak akan mengulanginya lagi.”
Dimasa lalu, mungkin Keith akan peduli dengan tindakan Reta, tapi pria itu sekarang malah acuh, memilih membiarkan wanita itu bersujud. “Aku tak akan mudah kau kendalikan seperti dulu, Reta.”
Bola mata Reta seakan mencuat keluar, kakinya yang semula kokoh mendadak lemas dan langsung bersimpuh duduk di tanah, Keith telah banyak berubah, tak bisa dikendalikan seperti dulu. Dan sekarang, kepercayaan pria muda tersebut sudah luntur tak tersisa sama sekali.
Bersambung