Bab 52. Iblis Berkedok Manusia

1149 Words
Sepuluh tahun Caroline mempunyai ambisi untuk bertemu dengan Jason, bahkan mengorbankan masa pertumbuhannya. Gadis itu mengingat betul perjuangan selama mencari keberadaan sang ayah. Dari mulai bertengkar, mencurigai, dan juga menyalahkan Bryan. Ah, disaat mengalami hal sulit, kenapa Caroline teringat akan Bryan? Tidak hanya itu, ingatan masa kecil bersama dengan Jason juga terlintas. Gadis itu pun memandang sayu ke arah Jason yang tampak senang. Seorang ayah tega membunuh darah dagingnya sendiri hanya karena kekayaan dunia. “Apakah ayah lebih suka aku pergi dari dunia ini?” Caroline bertanya dengan wajah penuh kecemasan sampai menggigit bibirnya sendiri. “Walaupun aku menusuk jantungmu, kau tak akan mati, Caroline.” Jason sudah mengeluarkan pisau dan cawan yang disimpannya selama beberapa tahun. Darah Caroline yang keturunan asli penyihir, tentu bisa membuka jalur rahasia menuju ke tempat permata itu berada. Caroline yang tampak syok tak percaya kalau Jason benar-benar akan melakukan hal sekejam itu. “Tapi sayangnya, bukan sekarang waktu yang tepat. Tunggu bulan purnama muncul, baru darah itu aku ambil.” Pisau dan cawan itu menghilang dalam sekejap. Caroline yang semula melayang di udara lantas di turunkan begitu saja. Sementara Audrey yang masih tergeletak di berikan ramuan pelumpuh lagi. “Dia tak akan bisa bergerak sampai hari spesial tiba.” Jason menutup pintu dengan kasar, lantas tanaman rambat perlahan menghilang. Caroline yang masih duduk dengan lemas, menatap Audrey sambil merangkak ke arahnya. “Audrey,” panggil gadis itu sambil meneteskan air mata. Semua salahnya karena membawa gadis belia itu dalam masalah pelik kehidupan yang di alami. Jika saja ia tak egois, tentu Audrey tidak akan mengalami hal yang lebih buruk lagi. “Maafkan aku, Audrey.” Mata Audrey langsung terbuka lebar, langsung bangkit memegang tangan Caroline. Meskipun terkejut, gadis itu tampak lega melihat dia baik-baik saja. “Syukurlah...,” kata Caroline sambil menenteskan air mata. Tanpa menunggu waktu, gadis itu bergegas memeluk Audrey cukup erat, seperti tak esok. “Pergilah..., jangan bersamaku.” Pelukan itu dilepas. “Bersamaku akan membawa kemalangan bagimu, Audrey.” Mata Audrey tampak sayu, terlihat ia mengepalkan tangan sekuat tenaga tanpa diketahui oleh Caroline. “Ayahku bukan ayahku lagi. Dia orang lain.” Miris memang, tapi itulah kenyataan pahit yang harus di alami. Dunia yang indah tak seindah seperti yang dibayangkan. Ekspetasinya hidup bahagia bersama dengan sang ayah, menjalani kesederhaan dan kebagaian. Itulah mimpinya sampai sekarang. Namun, mimpi itu sudah hancur dan tak terisisa lagi. Kecewa, sakit, dan juga pedih seraya ditusuk seribu jarum besar di seluruh bagian tubuhnya. Jika bisa memutar waktu kembali, Caroline akan memilih untuk tak datang ke dunia tersebut untuk mencari Jason. Sayangnya, semua yang diinginkan itu tak bisa terkabulkan. “Apakah nona akan menyerah begitu saja?” Audrey memegang bahu Caroline. “Jika kau menyerah dengan hidupmu, tidak akan yang berubah.” Jason tetaplah Jason. Dia seorang pria yang menggunakan topeng untuk menjerat mangsanya. Dulu, Caroline terpesona dengan kebaikan dan kasih sayang dari pria itu. “Kita bisa merubah semuanya.” Audrey meyakinkan Caroline untuk bangkit kembali. “Pepatah bilang, mati satu tumbuh seribu. Jika ayah nona seperti itu, maka akan banyak ayah lain yang menyayangimu, Nona.” Perkataan gadis belia itu membuat Caroline tertegun, seakan dia telah mengalami banyak hal pahit di dunia ini. Apa yang dikatakan benar adanya. “Bagaimana nona bisa berpikir demikian?” Audrey menundukkan kepala sembari meneteskan air mata. “Kau tak akan menyerah dengan mudah.” Caroline menyentuh sayang kepala Audrey. “Aku kecewa, bukan menyerah. Aku hanya tak ingin melibatkanmu dengan urusan keluargaku.” Gadis itu hanya syok dengan perbuatan Jason yang ternyata hanya mementingkan harta dunia saja. Ternyata hidupnya hanya dihargai batu permata yang ada dibawah Gunung Suci. “Kita harus pergi dari sini,” kata Audrey sambil mendongakkan kepalanya. “Asalkan aku bersamamu, semua baik-baik saja, Nona.” Audrey begitu tulus kepada Caroline. Kebaikan hati itu seolah akan menjadi bumerang keserakahan nantinya. Bisakah ketulusan itu bertahan? Jika gadis itu tahu, suatu saat ia akan meninggalkannya, apa yang terjadi nanti? Namun sayang sekali, pemikiran Caroline hanya menjadi kecemasan hatinya belaka. Di luar dugaan, identitas Audrey yang masih tersembunyi itu lebih mencengangkan. “Aku tak bisa membawamu bersamaku. Setelah ini, kita harus berpisah,” jawab Caroline sambil menggigit bibirnya. Untuk saat itu, Audrey memilih mengangguk saja. Yang jelas tujuan utamanya adalah ekluar dari belenggu milik Jason. Pria itu berpikir dengan menggunakan cairan pelumpuh akan membuatnya tergeletak tak berdaya, padahal nyatanya tidak. Mereka pun berjalan menuju ke sisi jendela. Banyak tanaman rambat yang bergerak dan juga hutan lebih gelap dan menyeramkan, padahal di siang hari. “Ilusi. Apa yang kita lihat bukanlah sebenarnya.” Caroline pun mengangguk setuju meskipun perasaan merinding hinggap di dalam hatinya. “Meskipun nona keturunan penyihir, sejatinya kau adalah manusia biasa,” tambah Audrey lagi. Bukan berarti keturunan penyihir bisa menjadi penerus penyihir. Bahkan ada keturunan yang tidak bisa menggunakan kekuatannya sama sekali. Salah satunya adalah Caroline, dia adalah manusia biasa yang memiliki darah penyihir dan tak memiliki kekuatan sama sekali. Sementara Jason, adalah manusia biasa a yang mempelajari ilum sihir dengan banyak pengorbanan. Namun tetap saja, akan ada imbal baliknya dari semua hal yang dilakukan pria itu. Dengan sekali mantra, sulur itu pun berhenti bergerak. Mereka berdua keluar bebas dari gubuk tanpa disadari oleh Jason yang fokus memantau Keith yang sedang terkena dampak ilusi. “Sungguh disayangkan. Pion cerdikku terlibat dengan situasi ini.” Awalnya Jason hanya ingin menggunakan Keith untuk melindunginya suatu hari nanti jika ada kejadian mengusiknya. Tentu semua sebagai balas budi yang telah dilakukan beberapa tahun lalu. Berkat dirinya, keluarga Griffin bisa mencapai puncak kejayaan seperti sekarang. “Sepertinya, aku harus memanfaatkanmu lebih dalam lagi. Tapi bukan sekarang.” Bola kristal berwana hitam itu pun meredup setelah Jason tampak bosa melihat Keith yang maish mencari jalan keluar hutan. Matanya terbelalak ketika menyadari kalau kekuatan yang mengalir di dalam gubuk miliknya berhenti. “Kurang ajar! Aku terlalu meremehkan mereka!” Jason bergegas keluar gubuk untuk mencari keberadaan mereka. Dia menjentikkan jari supaya markasnya terlindungi dari orang luar. Seketika itu pula seluruh tanaman yang ada di sekitar langsung menyelimutinya. “Aku tak akan membiarkan mereka kabur begitu saja!” Jason lari, menyelusuri hutan untuk mencari keberadaan dua gadis itu. Sedangkan mereka sudah berada di tengah altar dan bertemu dengan sang Raja Hazelmuth. Bagaimana bisa mereka bertemu? Ternyata, rombongan Eugene terkena ilusi dan hanya berputar-putar sekitar pinggiran Altar. Mereka baru sadar saat melihat Audrey keluar bersama dengan Caroline dengan menggunakan lingkaran sihir. “Aku tak menyangka kalau gadis kecil itu adalah penyihir,” kata Eugene mengawali percakapan mereka. Derich dan Veto sendiri juga syok melihat penyihir lain hidup. “Aku ingin kau melupakan kejadian ini, Yang Mulia,” kata Caroline dengan tenang. Wajahnya tanpa ekspresi untuk menyembunyikan kegelisahannya. Tujuan utama dari hidupnya sekarang adalah pergi dari Jason secepat kilat. “Boleh saja, tapi kau harus memenuhi permintaanku.” Augene lebih berbahaya dari ketampannya. Caroline tampak waspada meskipun wajah tersenyum pria itu sangat menggoda. Dia memang iblis berkedok manusia. Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD