Bab 33. Menyelinap Keluar Mansion

1163 Words
Caroline menatap langit kamar, sambil menunggu tengah malam tiba. Disamping gadis itu ada Audrey yang sudah tertidur pulas. Posisi yang semula terlentang, beralih menjadi miring, menghadap ke gadis belia itu. Satu hal yang dipikirkan Caroline adalah keselamatan Audrey. Tidak seharusnya ia membawa gadis kecil itu ke dalam mara bahaya, seperti urusannya dengan Eugene. Caroline pun bangkit dengan perlahan, mengambil nafas panjang. Selimut yang digunakan, diselimutlan kepada Audrey. Karena jam dinding sudah menunjukkan pukul dua belas malam lebih sedikit, ia pun memutuskan untuk pergi ke perpustakaan. Begitu sampai diperpustakaan, Caroline terdiam di depan rak pintu rahasia. Ia balik badan, menatap buku tebal miliknya. “Malam ini aku harus menemukan petunjuk.” Seperti biasa, gadis itu masuk ke dalam ruang rahasia tanpa ada yang tahu. Matanya langsung mengarah pada buku milik Jason. Sesuai dugaan, buku itu isinya sangat penting. Selain menulis tentang perjalanan, tapi juga sebuah batu safir berwarna biru. Batu safir iru adalah petunjuk mengenai ras penyihir, dimana dengan kekuatan batu itu maka penyihir akan terdeteksi. Untuk mencari keberadaan benda itu, Jason pergi ke kerajaan. Di bukunya tertulis kalau tempat batu ada di ruang rahasia tertutup. Dan hanya anak raja yang tahu letak batu safir itu berada. Perlu diketahui, batu safir adalah energi kehidupan bagi penyihir sebagai pelindung diri dari ras dragon. Namun, batu itu juga bisa menjadi belenggu jiwa agar penyihir hidup abadi. “Aku akan mengambil buku ini.” Caroline sudah memutuskan untuk segera melakukan perjalanan demi mencari keberadaannya ayahnya. Gadis itu tak mau membuang waktu lebih lama lagi, dan memilih segera pergi dari tempat ini. Begitu buku disimpan, Gadis itu bergegas keluar perpustakaan tanpa menyadari kalau Keith sudah mengawasi gerak-geriknya. “Aku ingin melihat, apa yang kau lakukan malam ini?" gumam pria itu dengan wajah penuh ketenangan. Melihat Caroline masuk ke kamar, Keith yang menunggu cukup lama mulai bosan. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi dari tempat persembunyiannya. Lalu, apa yang dilakukan Caroline? Gadis itu berupaya keras membangunkan Audrey yang tidur nyenyak. “Drey,” panggilnya untuk sekian kali. Audrey mulai membuka kedua matanya perlahan, karena terusik ada orang yang terus memanggilnya. “Ada apa, Nona?” “Bangun..., aku ingin bertanya mengenai Organisasi Gelap.” Meskipun didera kantuk luar biasa, Audrey berusaha membuka kedua matanya. “Apa yang ingin kau tanyakan, Nona?” “Apakah Organisasi Gelap bisa melakukan apa saja?” tanya Caroline tak sabaran. “Tentu saja bisa, asalkan ada uang.” Nah, solusinya tetap uang. Dan untungnya Caroline menyimpan uang yang di ambil dari Eugene. “Baguslah... antar aku ke organisasi itu sekarang.” Mata Audrey langsung terbelalak ketika mendengar perkataan Caroline. “Ini sudah malam, di luar sangat berbahaya.” “Aku tak bisa menunda waktu lebih lama lagi. Kita harus kesana sekarang.” Caroline mengambil jubah hitam di lemari. “Ayo....” Audrey hanya bisa mengikuti Caroline, mengantarnya ke tempat Organisasi Gelap. “Jika nona nanti masuk ke Rumah Madu, kau harus memilih arak.” Mereka berdua pun keluar dari kamar, menuju ke halaman belakang dengan perasaan was-was takut ketahuan. Dan akhirnya, kedua gadis itu berhasil keluar dari mansion. Jika dengan kuda, kita bisa sampai dalam waktu tiga puluh menit. Tapi kalau jalan kaki akan memakan waktu lama.” Di tengah malam seperti ini, siapa yang menyewa kereta kuda. Caroline tak tahu sama sekali tentang ibu kota. “Kita sewa kereta kuda. Kau pasti tau tempat menyewa.” “Kebetulan waktu jalan-jalan aku tanpa snegaja melihatnya,” kata Audrey dengan wajah tersenyum. Mereka berjalan melewati pasar, sampai di tempat penyewaan kereta kuda. Ternyata tempat itu adalah Bar yang dibuka dua puluh empat jam. Adurey masuk duluan, diikuti dengan Caroline. Gadis itu menatap pelayan bar lalu mendekat. “Kami ingin pergi ek suatu tempat. Adakah kereta kuda yang bisa disewa?” Dua gadis itu menjadi pusat perhatian oleh kaum pria. Tanpa sengaja, Jeff yang masih bermain judi mendnegar percakapan mereka. Melihat tatapan lapar para pria, tentu tak baik bagi seornag pria kecil dan satu pelayan. “Biarkan aku yang mengantarmu!” seru Jeff menggelegar diseluruh ruangan. Semua orang kembali fokus pada aktivitasnya. “Kemana kau akan pergi.” Caroline yang masih menyamar menajdi seorang pria bergerak mendekati Jeff. Dia, batin gadis itu tak percaya. “Rumah Madu,” jawab Caroline sambil berbisik. “Aku akan mengantarmu.” Jeff siap mengantar mereka, langsung bergegas menuju ke luar bar. Semenatra Caroline dan Audrey saling mengangguk satu sama lain, lalu mengikuti kemana pria itu pergi. “Tarifku mahal, lima koin emas,” kata Jeff sambil membuka pintu kereta kuda. Caroline langsung memberikan koin yang di minta. “Sepertinya kau sangat kaya. Baguslah... karena kau bertemu denganku.” Jeff menutup pintu kereta itu setelah mereka berdua masuk, dan segera memacu kereta kudanya dengan kecepatan penuh. Sementara itu, Keith masih belum menyadari kalau Caroline dan Audrey sudha meninggalkan mansion. Pria itu masih mengatur strategi untuk perang selanjutnya. Devon yang menemani dia juga sedang mempersiapkan bebepa berkas. “Apakah kau akan pergi ke perbatasan?” tanya Devon penasaran. “Iya,” jawab Keith singkat. “Kenapa kau tak menolaknya? Kau bisa mengusulkan tugas itu kepada Dercih.” Devon membantu Keith memasukkan beberapa berkas ke dalam tasnya. Keith pun bangkit dari kursi, berjalan menuju ke lemari untuk mengambil tas Caroline. “Besok, berikan tas itu padanya. Aku akan berangkat malam ini.” Ada alasan kenapa Keith mau menyetujui perintah Eugene, agar ia bisa bergerak bebas tanpa ada yang mengontrol. Makanya pria itu mau melakukan dengan senang hati. “Jaga gadis itu untukku.” “Aku tak mau berurusan dengannya. Kau tahu sendiri dia membenciku.” Yang dimaksud membenci disini bahwa Audrey yang bersikap acuh padanya. “Ini perinta, Dev.” Keith menaruh tas Caroline di atas meja. “Jika Eugene atau Dercih datang, jangan biarkan mereka menemuinya.” Bisa gila aku berurusan dnegan mereka berdua. Siapa yang bisa mencegah itu terjadi. “Aku tak bisa berbuat banyak untuk mencegah mereka,” kata Devon sambil menghela nafas panjang. Keith memasukkan jubah perangnya ke sebuah peti dan juga beberapa berkas lainnya. Devon pun membantu mengangkat berkas, sambil mengantar kepergian pria itu. Sampai dikereta kuda, Peti itu dimasukkan dengan hati-hati. “Jaga dirimu.” Devon merasa aneh mengantarvkepergian Keith. “Kau tak perlu khawatir.” Pria itu masuk ke dalam kereta kuda, lalu meninggalkan Mansion Griffin tanpa melambaikan tagan seklaipun. “Aku tak suka dengan wajah dinginnya,” gumam Devon kesal setengah mati. Setelah kereta kuda cukup jauh dari mansion, Keith meminta snag kusir untuk berhenti. “Kau pergi ke perbatasan. Aku ada sesuatu yang harus di urus.” “Baik, jenderal.” Prajurit itu membawa kereta kdua menjauh setelah mendapatkan intruksi dari Keith. Begitu dia pergi, pria itu bersiul memanggil Carlos. Tidak lama kemudian, suara kuda terdengar di telinga Keith. Carlos berlari cukup kencnag karena panggilan dari tuannya. Tadi sebelum menyiapkan kepergiannya, pria itu sengaja melepaskan kuda tersebut. “Lar sekencang mungkin. Kita menuju ke markas!” Keith naik ke punggung kuda, dengan memakai topeng dan tudung jubah miliknya untuk pergi ke markas Organisasi Gelap. Seperti apa nantinya jika Caroline dan Keith bertemu tanpa sengaja? Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD