Bab 34. Rumah Madu

1168 Words
Siapa yang tak tahu Rumah Madu, semua penduduk ibu kota tahu bahwa Rumah Madu adalah tempat kenikmatan sekaligus sebuah organisasi yang dipimpin oleh Tuan K. Mereka para bangsawa kerap sekali berurusan dengan organisasi itu. Hanya rakyat biasa tak mengetahui tentang keberadaan dari organisasi. Untuk bisa bertemu dengan orang bayaran secara resmi, ornag baru harus mempunyai plakat. Pelakat ditujukkan kepada salah satu kepercayaan organisasi selama tiga kaali transaksi. Ada tiga plakat yang membedakan di antara para orang yang meminta bantuan dari orang bayaran. Pertama, pelakat hitam adalah pangkat terendah, dimana setiap kali transaksi hanya bisa bertemu dengan tentara bayaran berlevel sedang. Mereka bisa saja gagal menjalankan misi, jika gagal uang tak bisa kembali. Kedua, pelakat perak adalah level menengah. Orang yang memiliki pelakat perak bisa meminta bantuan kepada panglima orang bayaran. Ketiga, pelakat emas adalah level tertinggi. Mereka yang memiliki pelakat ini akan ditangani oleh pemimpin sendiri, yaitu Tuan K. Tak banyak yang bisa bertemu dnegan Tuan K, karena dia pemilih. Meskipun mendapatkan pelakat emas, para bangsawan tersebut belum tentu berurusan dengan pemimpin organisasi. Dan sekarang, Caroline bersama Audrey sudah berada di depan Rumah Madu, dipandu oleh Jeff. Mereka berdua adalah orang awam, tak tahu seluk beluk rumah madu sama sekali. Begitu masuk, banyak para gadis dan wanita yang menyambutnya. Jeff angkat bicara, “Tamu ini adalah spesial. Kalian tak boleh menyentuhnya.” Pria itu pun menggiring mereka ke dalam ruang tunggu. Namun Jeff melakukan kesalahan karena sebelah ruang tunggu adalah ruang tata rias. Orang awam yang baru masuk, dilarang berdekatan dengan ruang tata rias, karena bisa memicu konflik atau kesalah pahaman. Sebab orang awam kebanyakan tak mengerti dengan situasi di Rumah Madu. “Kalian tungggu di sini dulu, aku akan memanggil asisten Tuan K.” Jeff pergi begitu saja setelah membiarkan mereka berdua masuk ke dalam ruangan. Sampai di dalam ruangan, Caroline langsung membuka topeng kulit manusia yang sudah menempel sehari. “Wajahku sangat panas.” “Nona, pakai topeng itu kembali. Jika identitas nona terbongkar, kita dalam masalah.” Audrey mencoba memasangkan topeng kulit manusia itu, tapi terlambat karena ada dua gadis masuk ke dalam ruangan. “Oh maaf, ruangan ini ternyata sudah ada penghuninnya.” Kedua gadis itu menutup kembali pintu ruangan, dan meminta maaaf kepada pelanggan. Namun, si pelanggan malah menerobos maasuk begitu saja. “Tuan!” teriak dua gadis itu cukup keras. Audrey langsung menyembunyikan topeng kulit manusia itu, sedangkan Caroline segera balik badan, memakai tudung jubah miliknya. “Oh... ternyata ada orang rendahan.” Suara itu dikenali oleh Caroline, lalu matanya melirik ke arah Audrey yang terus menatap pria itu cukup tajam. “Tempat ini sudah dipakai, silahkan tuan pergi.” Audrey berpura-pura tak mengenal pria bertopeng itu. “Pakai ini,” gadis itu memberikan sebuah topeng untuk menutupi wajah Caroline. “Maafkan aku, aku menyusahkanmu.” Setelah memakai topeng itu, mereka berdua memutuskan untuk segera pergi. Begitu melewati pria yang juga memakai topeng, tangan Caroline dicekal olehnya. “Aku tak ingin membiarkanmu pergi begitu saja,” ancam pria itu terus menatap Caroline dnegan pandangan tajam. Saat mata mereka beradu, ada getaran kecil terasa di d**a pria tersebut. Audrey menepis pelan tangan si pria, tapi tetap tak bisa sebab pegangannya terlalu erat. Tiba-tiba, jendela yang ada diruangan terbuka karena angin, sontak Caroline menoleh dan tudung jubah yang digunakan jatuh dengan pelan. Pria itu terkesima cukup lama, menatapnya sambil melongo. Gadis itu tampak familiar, seperti pernah bertemu. Akan tetapi kenapa harus bersama bocah belia yang benama Audrey? “Tolong, lepaskan tanganmu. Kau sudah bersikap tak sopan.” Seketika itu pula, tangan pria itu ditarik kembali, merasa canggung luar biasa. Ketika hendak meraih topeng milik Caroline, Jeff datang menghampirinya. “Apa yang terjadi?” tanya pria itu sambil menatap bangsawan yang ada di depannya. “Hanya kesalahpahaman, Tuan.” Dua gadis itu segera mempersilahkan pria bertopeng masuk ke dalam ruangan. Sedangkan Caroline memakai tudung jubanya kembali. “Kalian pasti menunggu cukup lama. Mari ikut denganku.” Jeff menuntun mereka berdua menuju ke koridor sepi. Di ujung koridor, tampak sebuah pintu berwarna coklat tua. “Kita sampai..., tapi hanya satu orang yang bisa masuk ke dalam.” Caroline pun menatap Audrey yang mengangguk, artinya dia mengizinkan gadis itu masuk ke dalam ruangan. Begitu sampai di dalam, seorang pria bertopeng rubah sedang membelakanginya. “Apa yang kau inginkan?” tanya pria itu tanpa balik badan. Suara itu sangat familiar, membuat Caroline ragu untuk bicara. Ia menatap k seluruh ruangan yang polos, dengan nuasa tembok berwarna putih. Selain meja kerja, ada satu kuris yang ada di depan Caroline. Gadis itu pun memutuskan untuk duduk. “Aku ingin sebuah informasi.” Bola mata pria itu melotot sempurna dengan wajah terlihat gelisah. Suara itu, suara orang yang dikenalnya. Caroline tak mungkin datang kemari. Karena penasaran, dia pun memilih untuk melihat siapa gerangan kliennya. Benar saja, begitu mata mereka bertemu, pria tersebut sudah mengetahui bahwa orang yang ada dihadapannya adalah Caroline. Bagaimana ini? Dia baru saja lolos dari kematian karena Veto membatalkan misi. Dan sekarang dia malah datang kemari. “Setiap anggota baru, akan dapat pelakat. Pelakat apa yang kau inginkan?” tanya pria itu masih dalam kondisi tenang. “Plakat emas. Aku ingin bertemu dengan pemimpinnya.” Caroline duduk santai, menatap pria yang ada dihadapannya dengan penuh lekat. Pasti hanya firasatku. Dia tidak mungkin adalah Rian. “Tuan K sedang tak ada ditempat. Anda bisa menunggu di kamar tamu.” “Kemana dia pergi?” tanya Caroline tidak ingin membuang waktunya percuma. Hais... alasan seperti apalagi yang aku miliki. Aku bahkan tak tahu kapan tuan akan datang. “Tunggulah..., aku akan mengirim sesorang untuk memberitahumu nanti jika tuan sudah datang.” Pria itu berusaha mengulur waktu. “Baik, aku akan menunggunya sampai menjelang pagi.” Caroline tidka mau menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan Tuan K. Jika nanti dia tak datang, besok ia akan kembali lagi. Gadis itu bangkit, berjalan menuju ke pintu keluar. “Ngomong-ngomong kau persisi temanku yang bernama Rian.” Wah, Pria itu terkejut saat mendengar nama Rian. Begitu pintu tertutup, ia langsung membuka topengnya. “Aku harus bilang kepada tuan mengenai Caroline.” Saat hendak menulis surat, lemari yang tak jauh darinya terbuka. “Tuan,” panggil Rian dengan rona wajah bahagia. “Kenapa wajahmu seperti itu, pasti ada masalah.” Keith berjalan menuju ke kursi bekas tempat duduk Caroline. “Kita tak punya waktu, Caroline ada di sini!” Pekik Rian cukup keras. Keith yang semula duduk santai langsung berdiri tegak. “Bagaimana bisa? Bukankah dia berada di kamar?” Keith tidak percaya bahwa Caroline menyelinap pergi di malam hari. “Dimana dia sekarang?” “Aku memintanya untuk menunggu di kamar tamu. Sayangnya Caroline dan Audrey pergi ke arah lain bersama dengan Jeff. “Kenapa kalian tak menunggu di kamar tamu? Sangat jarang ada orang yang dapat fasilitas tersebut.” Pria itu tak mengerti sama sekali dengan pikirkan mereka berdua. “Kita kembali ke ruangan tadi,” titah Caroline berjalan duluan. Ada hal yang harus dipastikan oleh gadis itu, mengenai sesuatu. Jika tak bisa bertemu dengan Tuan K, pasti orang tang ditemuinya tadi tahu. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD