Bab 44. Rencana yang Gagal

1101 Words
Megan diam terpaku karena bertemu dengan saudarinya dalam misi yang sangat besar. Di dalam hidupnya, pertemuan kembali dengan Audrey adalah sebuahh keajaiban besar. Gadis itu tak curiga sama sekali, kalau Caroline dalam penyamaran. Karena yang menguasai otaknya saat ini adalah membawa Audrey bersama kembali hidup seperti dulu. “Kenapa kau lebih memilihnya dari pada aku?” Audrey mengerutkan kening, tak ingin menambah masalah dengan gadis yang ada dihadapannya itu. Dia kenal? Jelas tidak karena ingatan masa kecilnya sudah terkubur lama. “Jujur, aku tak mengenalmu sama sekali.” Mungkin memang menyakitkan, tapi itulah fakta. “Tuanku adalah keluargaku satu-satunya.” Disini, Caroline merasa sangat bersalah. Dia sendiri bukanlah bagian dari dunia itu. Jika kembali nanti, pasti Audrey akan sendirian. “Audrey,” panggil Caroline dengan lembut. “Kau bisa bersama dengan saudaramu.” Mendengar pria itu berkata demikian, Megan langsung angkat suara, “Dia saja mau melepaskanmu. Ikutlah denganku, Audrey.” Mata gadis itu sudah merah, menahan tangis kedua kalinya karena tak ingin kehilangan Audrey. Sungguh membuat orang merasa kasihan dan juga sedih. Caroline pun tak bisa membiarkan semua berlalu begitu saja. “Audrey,” panggilnya seraya memohon. Gadis itu memejamkan mata dengan kuat, menatap kedua tangannya. Hidup kedua yang dimiliki, bukanlah miliknya. “Setelah aku mengantar tuanku, aku akan menemuinya. Jadi, bisakahkah kau melepaskanku?” tanya Audrey sambil membuka kedua matanya. Sekilas mata itu berwarna biru, sontak Megan seperti tersihir. “Baiklah,” jawab Megan singkat. Caroline melongo dengan jawaban gadis loli itu. Bagaimana ia bisa berubah secepat kilat dalam hitungan detik? “Aku akan pergi. Sampai jumpa nanti.” Megan memberi kode pada para bandit agar melepaskan mereka. Tidak mau menunda waktu keduanya langsung bergegas pergi meninggalkan tempat itu. Keith yang melihat mereka dari jauh, tampak tersenyum karena keadaan bisa di atasi dengan baik. Sementara itu Derich yang berjaga di bagian timur hutan merasa ada yang janggal. Entah bisikan dari mana pikirannya melayang pada para bandit yang kerja sama dengan mereka. “Jaga tempat ini. Aku akan pergi ke sisi barat.” Derich memacu kudanya cukup cepat, sampai akhirnya melihat beberapa bandit yang sedang dalam keadaan kebingungan. Ada sosok gadis kecil yang sedang diam terpaku ditempat. “Hey..., apa yang terjadi?” Melihat lambang kerajaan, salah satu bandit itu pun langsung melapor. “Ada yang tak beres dengan tuan kami. Dia diam dalam waktu lama. Kami hendak memanggilnya tapi takut.” Dahi Derich berkerut, turun dari kudanya. Tampak gadis kecil itu seperti gadis lemah, bahkan tubuhnya tidak memiliki otot sama sekali. Jika dibandingkan dengan ksatria wanita, jauh lebih rendah levelnya. Derich menepuk bahu Megan cukup keras, sampai tersentak kaget. “Akhirnya kau sadar juga.” Gadis itu langsung melayangkan tinju ke arah Derich, tapi dia berhasil menghindar. “Apa yang kau lakukan disini? Seorang jenderal perak jauh-jauh kemari untuk merusak rencanaku.” Tawa Dercih pecah, “Justru aku menolongmu. Kau diam cukup lama, sampai anak buahmu kebingungan.” Mata gadis itu melihat seluruh arah karena merasa ada yang hilang. Melihat tuannya kebingungan, salah satu bandit memberitahunya. “Tuan, tadi Anda membebaskan gadis bernama Audrey dan tuan prianya.” Kaki Megan langsung lemas, bersimpuh di tanah menangis sesenggukan. Sedangkan Dercih yang mendengan nama Audrey disebutnya langsung naik kuda kembali. “Aku akan mendapatkanmu.” Derich tahu, bahwa orang yang selalu bersama dengan Audrey adalah Caroline. Besar kemungkinan gadis itu menyamar sebagai pria kembali. Trik lama untuk mengelabui musuh tak akan berhasil dengan mudah. Sementara Keith yang masih memantau keadaan terlihat gelisah, takut kalau Derich menemukan Caroline. Pria itu pun akhirnya mau mengambil resiko keluar dari hutan. Tampak para bandit yang mengetahuinya langsung melakukan perlawanan. Lalu, apa yang dilakukan oleh Megan? Gadis itu tidak peduli sama sekali, karena pikirannya sudah kacau. Seharusnya, ia mengirim sinyal kepada para pengawal kerajaan, tapi malah tenggelam dalam kesedihan. Karena pemimpinya tidka bergerak, salah satu bandit dengan lancang menyalakan peringatan. Kembang api bala bantuan pun di luncurkan, sheingga para pengawal kerajaan bergegas menuju ke sisi barat hutan. “Akhirnya Tuan K muncul juga,” teriak Veto terus memacu kudanya dengan cepat, diikuti para pengawal yang lari dibelakangnya. Keith yang merasa terancam langsung menarik Megan untuk dijadikan sandera. “Jika pemimpin kalian ingin selamat, lepaskan aku.” Megan yang dijadikan sandera mengangkat kedua tangannya supaya para bandit berhati-hati. “Peringatan sudah diluncurkan, kau tak akan selamat,” katanya memperingati. Keith mundur beberapa langkah ke belakang, menuju ke tebing yang cukup curang. Megan yang tak ingin mati dengan mudah langsung berteriak, “Apakah kau sudha gila! Aku tak ingin terjebak denganmu! Aku harus bertemu Audrey!” Keith tersenyum sinis, “Kau dan Audrey kenal dengan baik. Aku bisa menjadi perantara kau dengannya.” Pria itu memang gila, ditengah kesulitan selalu saja mencari kesempatan untuk menundukkan lawan. Meskipun hidupnya di ambang bahaya, ia tetap punya cara lain. Tiba-tiba, terdengar suara kudda dna langkah kaki ratusan pengawal kerajaan. Keith masih santia, menunggu jawaban dari Megan. “Apa yang kau inginkan?” tanya Megan sambil melihat Veto dari jauh. “Terjun bersamaku ke bawah. Kalau kau tidak ikut terjun, aku yakin Veto akan membunuhmu karena gagal dalam misi.” Belum sempat menjawab, Veto sudah menarik panah menuju ke arah mereka. Keith bergerak dengan refleks ke kiri, bersama dengan Megan. “Veto! Kau gila! Kau bisa membunuhku!” teriak Megan tak terima. Suasana semakin tegang karena para bandit merasa Veto memang sengaja ingin membunuh tuan mereka. “Kau mau menghianatiku!” sentak Megan tak menyangka. “Barang yang tak berguna harus mati bersama benda rusak!” Veto kembali memanah mereka berdua. Para bandit langsung menyerbu para pengawal kerajan. “Sialan! Jatuh ke jurang saja!” Mendapat jawaban dari Megan, Keith langsung menarik mereka ke bawah begitu saja. Karena kehilangan kesempatan, Veto yang lari memacu kudanya sangat kesal dan menebas para bandit yang dilewatinya. Lihat, pednag yang berlumuran darah itu sangat menjijikkan. Ibarat dia adalah seorang tirani yang tak berbelas kasihan. Sisa para bandit pun memilih lari bersembunyi untuk menyelamatkan diri, takut akan keganasan Veto di medan pertempuran. “Cari mereka sampai ketemu!” tangan Veto di angkat memberi intruksi. Sisa para pengawalnya langsung mengikuti perintah pria itu. Mereka berjalan menuju ke tebing jurang, melihat kondisi dari medan tempat jatuh Keith. Sayangnya, dasar dari jurang tak terlihat ssama sekali. “Aku rasa mereka sudah mati,” kata salah satu pengawal. Mendengar itu, Veto langsung menebas kepalanya hingga putus, menggelinding ke tanah. Smeua pengawal bergetar hebat melihat aksi itu. “Jika mayat mereka belum ditemukan, jangan berasumsi hal yang tidak pasti. Apabila itu terulang kembali, aku akan membungkam mulut kalian selamanya!” Brutal, kejam, tak berperasaan. Itulah peliharaan Eugene yang sangat setia. Semua orang memberi julukan anjing gila, persis seperti rumor yang beredar. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD