Kenan melirik arloji yang menunjukan pukul enam sore, dia sudah siap dengan pakain formalnya. Tak berapa lama terdengar suara sepatu yang berjalan ke arahnya dari belakang.
Kenan menghela napasnya dengan berat melihat penampilan Niara yang memukau. Tapi sayangnya dia tidak menyukainya, belahan dress yang dikenakan wanita itu terlalu tinggi sehingga menampilkan kaki jenjangnya.
"Apa?" Tanya Niara ketus.
"Bukankah kita sudah sepakat? Mengapa kamu terus memakai sepatu tinggi itu?!"
"Mas Ken cerewet sekali, lagipula ada Mas Kenan yang akan menjagaku kan? Jadi tenang saja, aku tidak akan apa-apa selama suamiku berdiri di sampingku,"
Dan Kenan hanya bisa menghela napasnya mendengar jawaban Niara.
Kenan benar-benar selalu berdiri di samping Niara selama acara berlangsung. Pria itu melarang Niara meminum alkohol, Niara juga tahu dia tidak boleh minum-minuman itu. Dalam keadaan biasa pun dia tidak minum, apalagi sekarang ketika dia sedang mengandung.
Selama acara berlangsung Niara hanya membalas pertanyaan kolega Kenan. Mereka penasaran dengan dirinya, terlebih Niara sekarang menjadi istri seorang Kenan. Pastilah mereka penasaran akan dirinya, yang tidak pernah terlihat sekalipun dengan Kenan di acara seperti.
"Aku tidak menyangka kamu menikahi wanita secantik ini, Ken." Ujar seorang pria dengan seringai menggoda. Pria yang diketahui salah satu koleganya diperusahaan.
Kenan hanya mendengus sebagai jawaban, sedangkan Niara hanya tersenyum malu-malu.
"Wanita yang terakhir kau bawa, sepertinya tidak sebanding dengan istrimu ini, Ken."
Niara seketika terdiam ketika mendengar sahutan teman Kenan yang lain.
"Kau ini, tentu saja berbeda. Jelas sekali jika istrinya itu memiliki asal usul nya, sedangkan wanita itu ---"
"Berhentilah untuk membicarakan orang lain, itu tidak sopan." Desis Kenan dingin terlihat dirinya terganggu.
Kenan segera menarik lengan Niara yang masih terdiam, pria itu membawa Niara untuk ke tempat makan. Membiarkan Niara mencari makanan, Niara yang mood nya sedang naik turun itu pun hanya berdecak. Dia segera mengambil beberapa kue, pudding dan juga jus.
Kenan sendiri hanya meminum anggur yang berada di tangannya, sampai kemudian ponsel di dalam saku celananya bergetar.
MonCoeur
Kapan kau pulang?
Kenan
Tunggu sebentar lagi,
MonCoeur
Baiklah, aku akan menunggu.
Kenan
Mau aku bawakan apa?
MonCoeur
Tidak usah, cukup bermalam saja di apartemenku.
Kenan tersenyum membaca balasan dari wanita itu.
Niara memandang Kenan yang tersenyum sendiri dengan ponselnya. Dia jelas penasaran, dengan siapakah pria itu berkirim pesan, namun dia tidak akan bertanya dan mencaritahu. Lagi pula untuk apa? Hubungan mereka bukan suami istri pada umumnya, yang mengikat mereka hanya janin di dalam kandungannya.
"Kita pulang." Ajak Kenan setelah memasukan ponselnya ke dalam saku celana.
Niara hanya menuruti pria itu, dia tidak mau bertanya mengapa mereka pulang sekarang. Acara yang dihadiri mereka bahkan baru di mulai, tapi dia tidak peduli toh kakinya sudah merasa pegal.
Sesampainya di apartemen, Niara langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa. Kakinya begitu pegal, dan dia malas untuk berganti baju dan mandi. Jadi dia memilih untuk istirahat sejenak di sofa.
"Aku ada urusan, mungkin akan pulang malam. Kamu sebaiknya segera istirahat,"
Niara hanya mengangguk dengan mata terpejam, dia malas sekali untuk menjawab perkataan Kenan. Sebenarnya tanpa memberitahunya, dia tidak masalah mau pria itu tidak pulang pun dia tidak peduli. Hatinya sudah mati rasa dengan pria itu.
***
Niara sudah berjanji akan makan siang dengan Bagas, pria itu baru pulang dari Ausie. Niara tentu saja menerima ajakan makan siang kekasih keduanya, lagi pula dia suntuk berada terus di butik.
Bagas melihat Niara yang berjalan menghampirinya dengan senyum cantiknya.
Niara padahal hanya mengenakan pakaian seperti biasa, namun karea sudah lama tidak berjumpa dengannya membuat kekasihnya itu terlihat jauh lebih cantik.
"Kau semakin cantik sayang."
Niara mendengus mendengar pujian kekasihnya.
"Baru dua bulan tidak bertemu, kau menjadi perayu ya?"
"Hanya kepadamu,"
Dan dibalas Niara dengan dengusan.
"Jadi, kita makan siang di mana?" Tanya Niara sambil menggandeng lengan kekasihnya.
"Restoran favorite mu?"
"Tidak, sepertinya aku ingin makanan berkuah?"
Alis Bagas tertarik ke atas.
"Soto? Kau mau makan itu?"
"Boleh, soto Betawi sepertinya enak."
Bagas tersenyum. "Baiklah, mari kita cari restoran yang menyediakan soto untuk mu."
Niara mengangguk dengan semangat, kemudian mereka mulai mencari restoran yang menyediakan keinginan Niara. Setelah beberapa menit mencari, ternyata restoran yang menjual soto tidak jauh dari tempat kerja Alan kekasih ketiga Niara. Pada awalnya Niara ingin pergu mencari tempat lain, namun perutnya yang sudah lapar Niara mengurungkan niatnya.
Pesanan mereka datang tak lama, Niara segera menyantap makan siangnya di ikuti Bagas. Sambil makan mereka bercerita tentang keseharian mereka, terlebih setelah dua bulan mereka ldr.
"Aku membawa oleh-oleh untuk mu."
"Apa itu?"
Bagas mengeluarkan sesuatu di dalam celana kerjanya, lalu menaruh di atas meja. Sebuah kotak beludru berwarna hitam. Kenan membukanya dan langsung membuat Niara terperang dengan isi di dalamnya. Gelang itu begitu cantik dengan hiasan bunga-bunga di atasnya.
"Boleh aku memakaikannya?"
Niara mengangguk dengan senang hati. Gelang cantik itu terpasang indang ditangan Niara.
"Kau menyukainya?"
Niara mengangguk dengan senang. "Terima kasih, ini sangat cantik."
"Sama-sama, ketika aku melihatnya aku teringat padamu, kau cantik dan gelang itu juga cantik. Kau pantas memakainya."
"Terima kasih, aku benar-benar menyukainya."
"Bagus lah, aku senang mendengarnya."
Dan setelah itu mereka kembali memakan makan siangnya, Niara tak henti-hentinya tersenyum. Sebenarnya perlakuan seperti ini selalu Niara dapatkan dari semua kekasihnya yang lain. Mereka selalu memanjakan Niara dengan apapun, bukan hanya perhatian yang dia dapatkan tapi keinginan yang dirinya selalu simpan di dalam hati selalu terwujud oleh kekasihnya selama ini.
Niara pulang dengan mood yang bagus, wanita itu bahkan selalu menampakkan senyum setiap berpapasan dengan orang lain.
"Bagaimana rasanya makan dengan pria lain? Apakah begitu menyenangkan?" Tanya suara berat di belakangnya.
Niara seketika terperanjat mendengar perkataan tiba-tiba Kenan. Pria itu berdiri di belakang pintu, pantas saja dia tidak mengetahui jika suaminya sudah pulang.
"Kenapa Mas Kenan begitu peduli?"
"Ara!"
"Apa? Bukan kah kita sudah sepakat? Kita tidak boleh mencampuri urusan pribadi masing-masing!"
Kenan menaikan alisnya tinggi.
"Aku tidak pernah menyetujuinya."
Niara berdecak sebagai jawaban.
"Tidak usah mencampuri urusanku, karena aku juga tidak mencampuri urusanmu!"
"Aku tidak suka kamu berjalan dengan pria lain, kamu itu istriku! Bagaimana mungkin kamu tidak merasa bersalah berjalan dengan pria lain di belakang suamimu? Bagaimana jika orang-orang mengetahuinya? Apa kamu ingin keluarga kita tahu?"
Niara memandang Kenan dengan tatapan aneh.
"Tidak usah mendramtisir, Mas Kenan itu bukan artis. Jadi tidak usah terlalu memikirkan yang tidak akan pernah terjadi, lagipula belum tentu Mas Ken tidak melakukan apa yang aku lakukan di luaran sana. Bisa saja Mas Ken melakukan yang lebih parah, siapa tahu?"
Dan setelah menjawab perkataan Kenan, Niara melengos begitu saja meninggalkan Kenan yang mencerna perkataan Niara.
***
Setelah hari itu, hubungan Niara dan Kenan malah semakin buruk. Mereka berdua tidak pernah bertegur sapa, pergi mengecek kandungan pun Niara lakukan sendiri tidak meminta bantuan pada Kenan maupun keluarganya. Dia hanya akan meminta Siska untuk menemaninya, itu pun jika keadaan butik tidak ramai.
Usia kehamilannya sekarang sudah menginjak 4 bulan lebih dia juga sudah mengetahui jenis kelaminnya. Jika bayi yang di kandungnya berjenis kelamin laki-laki. Pantas saja selama ini dia selalu mengidam makanan Kenan sial, pria itu benar-benar membuatnya kewalahan. Pada awalnya dia tidak mau memberitahukan jenis kelamin anaknya pada keluarganya, namun ketika sewaktu dirinya pulang berbelanja perlengkapan bayi. Di apartementnya sudah ada Kenan dan kedua keluarganya, mau tak mau dia akhirnya mengatakan yang sejujurnya.
Kenan yang mengetahui jika anak yang dikandungnya laki-laki terlihat menyunggingkan senyuman. Entah dia bahagia atau tidak, dia tidak tahu karena dirinya tetap tidak mau berbicara dengan pria itu kecuali penting. Dan semenjak itu pula, Kenan selalu membawakan dirinya makanan. Katanya agar dia tetap mengemil meskipun dia tidak makan, pria itu juga selalu membuatkan s**u hamil untuknya dengan berbagai rasa.
Dokter yang memeriksanya selalu mengingatkan padanya untuk hati-hati, dan tidak boleh dirinya kecapek'an bahkan stress. Karena kandungannya masih lemah, tapi Kenan tidak tahu. Ingat pria itu tidak pernah tahu jika dirinya memeriksa kandungan, bahkan mungkin tidak terlalu peduli.
Namun, dua minggu ini dia merasa gusar. Hati dan pikirannya tidak tenang, mungkin karena pekerjaannya yang selalu banyak dengan deadline kerjaan yang selalu mepet. Membuat dia terkadang stress, dan itu sedikit mempengaruhi moodnya.
Niara bangun pagi sekali, dia ingin ke kamar mandi. Namun belum sempat dirinya ke kama mandi, ponsel di atas nakas milik Kenan bergetar pertanda pesan masuk. Niara menaikan alisnya tinggi, dia tidak ingin tahu siapa orang yang mengirimi pesan pada Kenan di pagi buta seperti ini. Namun ketika dia akan membiarkannya, ponsel Kenan kembali bergetar dan Niara bisa melihat siapa yang mengirimi pesan lewat pop up.
MonCoeur
Kau benar-benar keterlaluan yah, membuatku tidak bisa berjalan. Xixixi...
Seketika saja perasaan Niara seperti dihantam oleh sebuah godam besar, hatinya sakit. Sakit karena Kenan tidur dengan wanita lain di saat dirinya tengah hamil, memang dia tidak pernah memberikan kebutuhan biologis untuk Kenan. Karena untuk apa? Pria itu bahkan terang-terangan menolaknya di awal. Bahkan mengatakan jika tubuhnya tidak membuatnya tertarik, jadi untuk apa dirinya memenuhi kewajibannya untuk menjadi seorang istri?
Niara memang tidak mencintai Kenan, bukan tidak. Tapi selama ini dia mencoba untuk menghapus perasaan itu. Dan selama ini dia selalu berjalan dengan kekasihnya itu hanya alibi agar hatinya tidak semakin patah. Tapi sekedar itu tidak sampai melewati batas, sedangkan Kenan sendiri? Ck pria itu mungkin sudah sering menghabiskan malam dengan wanitanya. Meskipun dia tidak masalah, tapi mengapa hatinya sakit membaca pesan teks tersebut.
Dan akibatnya setelah membaca pesan itu, Niara tidak bisa tertidur. Dia masih saja berpikiran yang aneh-aneh membuat perutnya terasa tidak enak.
"Mas Kenan pulang jam berapa?" Tanya Niara ketika melihat suaminya itu sudah rapi dan akan pergi bekerja.
"Seperti kemarin." Balas pria itu tidak acuh.
"Ah begitu, bisakah nanti siang bawakan aku sup iga? Sepertinya aku menginginkan itu."
Kenan memandang Niara lama, tidak biasanya wanita itu menginginkan dirinya dibawakan sesuatu.
"Baiklah, saya akan bawakan."
Niara tersenyum mendengarnya. "Terima kasih."
Dan Kenan hanya mengangguk kemudian pergi bekerja, sedangkan Niara memilih untuk bolos bekerja.
Niara menunggu dengan sabar pesanannya, namun sampai jam menunjukkan pukul 4 sore batang hidung Kenan tidak terlihat. Niara menghela napasnya, ini bukan keinginannya tapi keinginan anak yang dikandungnya. Tapi mengapa pria itu tidak membelikannya? Apakah sebegitu sibuknya sampai Kenan tidak membelikan apa yang dia inginkan? Dengan sedih dia beranjak dari duduknya, dan masuk ke dalam kamar. Dia tidak makan bahkan sampai Kenan pulang, pria itu tidak membawakan pesanannya. Ah dia melupakan, jika Kenan tidak mungkin sempat untuk membelikannya ini dan itu karena pria itu pasti sibuk bermesraan dengan wanita lain. Kenapa dia bodoh sekali? Dia benar-benar buta selama ini atas perhatian kecil yang pria itu berikan padanya.
Ingat, jika pria yang pada awalnya cuek dan kemudian berubah itu pasti ada sebabnya. Karena pria itu menutupi kelakuan gilanya dengan berpura-pura perhatian, persis seperti apa yang dilakukan Kenan selama ini.
Tidak seperti biasanya Kenan masih di rumah, dan sekarang Niara yang memilih keluar untuk membeli makanan yang diinginkan olehnya.
"Niara, mau ke mana?"
"Aku ingin camilan,"
"Diam saja dirumah, nanti saya bawakan."
"Tidak, aku tidak mau. Terakhir aku meminta tolong, Mas Kenan tidak membawakannya. Jadi selagi aku bisa sendiri mengapa aku harus meminta padamu."
"Ck kamu tidak mendengar perkataan-"
"Stop, jangan diteruskan. Aku hanya ingin makanan yang aku mau, ini juga bukan kemauanku! Tapi anakmu, Mas Ken. Jika ayahnya saja tidak peduli, aku harus bagaimana? Aku tidak mau anakku nanti memiliki iler jika keinginannya tidak dituruti, jadi berhenti untuk mengekangku!"
Setelah itu Niara pergi meninggalkan Kenan yang kaget akan kemarahan sang istri.
Ego Kenan tersentil membuat Kenan menjadi tidak peduli. Jika keinginannya saja tidak dia turuti, apalagi untuk meminta dirinya pergi ke dokter kandungan. Jelas saja tidak mungkin, beberapa hari ini dia mencoba untuk mengajak Kenan pergi ke dokter kandungan namun Kenan beralasan tidak bisa. Dia memiliki rapat yang penting alhasil dia selalu tidak jadi, dan dia jelas saja tahu itu hanya alasan pria itu. Kedua, dia merasakan ada yang aneh dengan perutnya dan dia selalu mendapati bercak-bercak darah. Pada awalnya dia merasa masih biasa-biasa saja, namun ketika makan siang dia merasa jika itu pertanda buruk. Dengan cepat dia menelepon Kenan tidak peduli jika pria itu tengah rapat atau bahkan bermesraan.
"Siapa ini?" Tanya seorang wanita di ujung sana.
Niara tersentak dengan suara wanita yang mengangkat panggilannya, suara wanita yang terdenger familiar ditelinganya.
"Kau siapa? Cepat berikan ponselnya pada Kenan."
"Ck kau mengganggu, Kenan sedang mandi, untuk apa kau meneleponnya?"
"Bisakah kau jangan banyak bertanya? "
"Dengar yah, kau itu hanya pengganggu! Kenan dan aku sibuk, kami bahkan baru selesai b******a. Kau jangan mengganggu kami, pergi saja kau dari kehidupan kami. Bawa anak sialanmu juga, Kenan bahkan tidan peduli dengan kalian!"
Setelah mengatakan hal itu, sambungan telepon terputus. Niara jelas kaget dengan ucapan wanita itu, perutnya semakin kesakitan. Dia tidak ingin berpikir lagi dengan rasa sakit hatinya, yang dipikirnya hanya satu. Anaknya. Dia tidak ingin anaknya kenapa-kenapa dan dengan itu, dia langsung saja pergi ke dokter kandungan.
Namun, baru saja dirinya akan masuk ke dalam lift. Dia merasakan jika ada sesuatu yang salah dengan tubuhnya, Tubuhnya begitu lemas, beruntung saja seseorang membantunya membawa ke klinik bersalin.
Sesampainya di sana, Niara sudah pingsan. Dokter kandungan menelepon Kenan namun, ponsel pria itu tidak aktif. Mereka kemudian menghubungi Siska, karena Siska berada di dalam panggilan kedua setelah Kenan.
Begitu Siska tiba, dokter langsung memberitahunya. Dan mereka meminta Siska untuk menyetujui tindakan yang akan mereka ambil. Bayi yang di kandung Niara tidak selamat, sedari awal kandungan Niara memang lemah.
Siska berterima kasih pada pria yang menolong Niara di apartemen, pria itu turut berduka dengan yang terjadi pada Niara. Setelah Siska mengucapkan terima kasih, pria yang menolong Niara pergi.
Kini yang ada di sini hanya Siska seorang, dia tidak bisa pergi. Niara pasti terguncang dengan ini, dia juga tidak bisa memberitahu keluarganya. Siska hanya bisa menangis melihat Niara seperti ini, dia harus menelepon Kenan. Pria itu harus tahu, karena dia amat sangat tahu jika Niara seperti ini oleh Kenan.
Ponsel Kenan aktif ketika dia meneleponya, begitu Kenan baru saja mengatakan hallo, Siska seketika menyeburnya dengan berbagai u*****n.
"b******n KAU! APA YANG KAU LAKUKAN PADA SAHABAT KU b******k! CEPAT KEMARI SEBELUM AKU MENGHANCURKAN PERUSAHAAN MU ITU! AKU AKAN MELAPORKAN MU PADA POLISI JIKA KAU TIDAK JUGA DATANG KEMARI!"
Tanpa mendengar balasan dari Kenan, Siska langsung mematikan ponselnya. Dan dia kembali menangis melihat Niara yang terlihat pucat, dia benar-benar sahabat yang buruk.
***