Prolog ( Awal dari segalanya)
Patah hati karena cinta bertepuk sebelah tangan, membuat Niara melakukan perubahan besar-besaran. Tidak ada lagi Niara si kutu buku, yang ada Niara si playgirls. Itu julukan yang sahabatnya sematkan padanya, selama 7 tahun ini hidupnya banyak berubah. Terlebih Niko sang kakak yang memilih kuliah di luar negri bersama sahabat-sahabatnya, dia sendiri jelas memilih kuliah di negri tercintanya sekaligus kota yang membuatnya patah hati untuk pertama kalinya.
Setelah lulus S1 nya, Niara memilih untuk membuka usahanya sendiri. Dia membuka butik untuk anak-anak, karena menurutnya jarang sekali ada yang membuat butik untuk anak-anak. Dan beruntungnya selama dua tahun ini butiknya sudah ramai, banyak yang memakai jasanya.
"Ra, abang lo, kapan balik?" Tanya Siska kemudian mengambil tempat duduk di depan Niara yang sibuk menggambar.
"Nggak tau tuh," balasnya tak acuh.
"Hubungan lo, gimana sama Bagas?"
"Biasa aja,"
"Roby?"
"Nggak asik."
"Alan?"
"Lumayan lah,"
"Erik?"
Niara menghentikan gerakan menggambarnya, kemudian memandang Siska dengan senyum penuh arti.
"Apa maksudnya?"
"Dia goodkisser, babe..."
Siska kemudian bersiul dengan wajah yang konyol menurut Niara.
"Kalau gitu, habis ini lo bakalan putusin Bagas, Roby dan juga Alan dong?"
Niara menggeleng.
"Tergantung, kalau gue udah bosen sama mereka sih yah, bisa lah gue putusin. Liat mood gue dulu deh, hari ini gue masih mood sama mereka."
Siska menggeleng takjub kepada Niara. Akibat patah hatinya 7 tahun lalu, membuat Naira berubah. Baik dari sifat maupun penampilan. Tidak ada Niara si polos, tidak ada Niara si kutu buku yang kini hanya ada Niara si seksi nan menggoda. Bagi dirinya itu bentuk dari pemberontakannya, dan dia benar-benar menyukai Niara yang sekarang. Karena Niara yang sekarang tidak pernah takut dengan apapun, dan selalu percaya diri.
"Parah lo, Ra. Tapi, gue kangen deh sama abang lo, lama banget perasaan di sana?"
"Dia kan kerja juga, Sis. Mana di izinin ortu kalau dia cuman maen-maen doang di sana,"
Siska mengangguk menyetujui.
"Dia masih ya, sama ceweknya?" Tanya Siska lagi yang kini berdiri mengikuti Niara yang beranjak dari kursinya.
"Masih, lo masih ngarep sama abang gue?" Tanya Niara yang sejak dulu tahu perasaan Siska kepada kakaknya itu.
"Nggak, gue sadar diri aja sih." Balas sisksa lirih.
Niara kemudian menepuk pundak Siska.
"Udah lah, nggak usah galau-galau lagi. Makan yuk, gue udah laper nih,"
Siska mengangguk kemudian berjalan mengikuti Niara dari belakang.
***
Niara menaikan alisnya bingung ketika mendengar suara yang begitu berisik di dalam rumahnya. Dia bertanya-tanya, siapa yang berada di dalam rumahnya. Apakah itu sang mama dengan teman-teman arisannya? Ah tapi tidak mungkin suaranya besar seperti ini. Suara ini lebih berat seperti suara seorang pria, apa mungkin sang papa? Tapi ini jam berapa, ini masih siang dan sangat tidak mungkin sekali jika papa nya itu pulang di jam seperti ini. Berusaha acuh tak acuh Niara membuka pintu rumahnya. Dia berjalan ke arah sumber suara yang berada di dalam ruang keluarga, tepat di sana dia melihat Niko berserta teman-temannya.
Niara yang sudah begitu rindu dengan kakak tercintanya itu segera berlari menghampiri sang Niko.
"Mas Nikooo." Seru Niara sambil menghambur kepelukan sang kakak.
Niko terkekeh sambil membalas pelukan adik satu-satunya itu.
"Kangen," ujarnya manja yang mendapat dengusan dari Niko.
"Wuih, Ra. Makin cantik aja kamu," goda Ardan salah satu sahabat kakaknya.
Niara melepaskan pelukannya lalu duduk di samping sang kakak, dengan masih bermanja-manja dengan Niko.
"Terakhir kali ketemu tahun lalu kan, kok makin cantik aja, seksi lagi." Goda Bara salah satu sahabat Niko juga dengan kerlingan menggoda memandang Niara.
Niara yang di goda oleh kedua sahabatnya itu menutup wajahnya dilengan Niko. Akibat kelakuannya itu lah, perut dan punggung Niara terekspos bebas. Karena Niara hanya memakai crop top berwarna hitam, dipadukan dengan jeans di bawah pinggang berwarna navy.
"Astaga Ara! Apa-apaan pakaian kamu?!" Bentak Niko yang baru tersadar jika pakaian adiknya itu terbuka.
Niara yang mendengar seruan Niko mulai membenarkan letak duduk dan baju yang di kenakannya dengan wajah kusut.
"Ganti pakaian kamu!"
Bukannya menjawab Niara malah mendengus sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Yang bagi Bara dan juga Ardan terlihat menggemaskan.
"Ganti nggak?"
"Nggak mau," jawab Niara yang masih memalingkan wajahnya.
"Oke kalau nggak mau ganti, kamu nggak boleh ikut nanti malam."
"Siapa juga yang mau ikut," sewot Niara yang masih mempertahankan aksi merajuknya.
"Fine, kamu bakalan diam di sini sendirian. Aku sama anak-anak mau party, dan kamu nggak boleh ikut."
"Terus Mas Niko tega biarin aku sendirian tidur di rumah?!" Serunya dengan nada yang meninggi.
"Kamu kan nggak mau ganti baju, jadi yaudah diem di sini. Bi Ijah sama Pak Ihsan Mas suruh pulang tadi, jadi kamu bener-bener diem di rumah sendirian!"
"Oke, oke aku ganti baju." Kesal Niara yang mulai berjalan meninggalkan ruang keluarga di ikuti tatapan Bara dan juga Ardan.
"Mau gue colok mata lo berdua, hah?!" Seru Niko kesal melihat kedua temannya itu yang memandang Niara.
Bara dan Ardan terkekeh geli melihat begitu over protective nya Niko. Tapi menurut mereka itu wajar, karena memiliki adik yang begitu cantik dan seksi. Mungkin jika mereka di posisi Niko pun akan melakukan hal yang sama.
***
Niara tidak percaya jika party yang di adakan itu ternyata di rumah Kenan. Sial jika dia tahu, dia tidak mungkin untuk ikut, lebih baik dirinya diam di rumah sendirian. Tidak masalah jika diam sendiri, daripada dirinya harus bertemu dengan pria yang dibencinya selama ini. Matanya bergulir ke arah lain, mencari-cari sosok kakaknya yang kini beralasan mencari temannya. Sampai pandangannya bertemu dengan Erik, pacarnya yang baru dikencaninya selama lima bulan ini. Ini rekor baginya, karena dia berpacaran paling lama hanya satu bulan, lain halnya hubungannya sekarang dengan Erik. Pria itu cukup memuaskannya, puas dalam hal memanjakannya, puas dalam hal bisa membawanya ke mana-mana karena pria itu tampan, dan puas karena pria itu jago berciuman. Dan juga, Erik adalah pria yang memujanya.
"Honey." Sapa Erik terkejut melihat sang kekasih yang berada di sini, dengan mata yang berubah berbinar.
Erik seketika memeluk pinggang Niara kemudian berbisik seksi.
"You're so gergouse."
Wajah Niara memerah, pria ini benar-benar perayu ulung.
"Kau mau minum?"
Niara menggelengkan kepalanya. Bisa di tendang oleh Niko jika dirinya minum-minuman seperti itu. Dia tidak ingin abangnya itu murka, bisa habis dirinya di omeli dan yang lebih parah mungkin tidak di izinkan lagi main seperti ini.
"Nggak deh, aku bisa di tendang sama mas Niko."
"Yakin? Kamu nggak mau icip? Ini alkoholnya dikit kok, nggak akan buat kamu pusing," tawar Erik lagi.
Sejujurnya yang dikatakan Erik memang benar adanya, minuman yang dipegang Erik itu hanya coctail yang kandungan alkoholnya rendah. Itu menurut Erik, lain lagi dengan Niara yang belum pernah merasakan minuman seperti itu. Dia penasaran sih, lagi pula ini hanya coctail boleh lah jika dia mencobanya.
Dengan ragu, dia mulai mengambil gelas kecil tersebut. Niara menciumnya terlebih dahulu, dan dia hanya mencium bau buah-buahan yang menurutnya terasa segar. Perlahan namun pasti, Niara mencicipi sedikit minuman tersebut. Ia mengernyit merasa aneh dengan rasanya yang terasa sedikit pahit. Namun lama kelamaan dia bisa menimatinya, Erik yang sedari tadi memperhatikan Niara meminum coctail itu tersenyum. Kekasihnya itu benar-benar terlihat polos namun seksi di saat bersamaan terlebih pakaian yang dikenakan Niara malam ini begitu seksi.
Niara benar-benar merasa ketagihan dengan minuman yang diberikan Erik kepadanya. Sehingga dia tidak menyadari jika Erik mulai berani menjalankan tangannya yang mengelus-ngelus lengan Niara dari samping. Dan mulai berani mengelus punggung Niara yang terbuka, meskipun Niara sudah mencoba untuk menolak sentuhan Erik.
Pakaian Niara yang terbuka seperti itu jelas membuat siapa saja memandangnya akan terpesona. Terkecuali Kenan, pria itu baru saja turun dari kamarnya dan melihat Niara yang tengah berdiri di samping seorang pria. Pada awalnya Kenan akan membiarkan Niara dan Erik itu, namun ketika melihat pakain yang dikenakan gadis itu, juga tangan kurang ajar Erik. Membuat Kenan tidak bisa untuk diam, gadis itu adalah adik dari sahabatnya yang berarti sudah dia anggap sebagai adiknya juga. Maka dari itu lah, dia menghampiri kedua sepasang kekasih itu yang tengah berciuman mesra.
"Cukup!" Bentak Kenan dengan tangan yang menarik lengan Niara untuk menjauh dari Erik. Mata tajam pria itu menyorot Erik dingin.
Erik yang menyangka jika pria di hadapannya itu kakak dari sang kekasih, menatap Kenan dengan pandangan meminta maaf. Karena selama ini Niara suka membicarakan kakaknya yang tinggal di luar, dan kekasihnya itu juga mengatakan jika sang kakak akan pulang kembali ke Indonesia. Namun dia tidak tahu dengan pasti kapan waktunya itu, maka dari itu lah ketika pria di hadapannya menarik Niara. Dia menyangka jika pria itu adalah Niko calon kakak iparnya.
"Maaf, Mas. Niara sepertinya mabuk,"
Kenan melirik Niara yang berdiri di ssmpingnya dengan mata yang menger-erjap lucu. Niara benar-benar sudah mabuk rupanya, entah berapa gelas coctail yang diminum wanita itu hingga bisa membuatnya mabuk.
"Kamu ..."
Belum sempat Kenan berbicara, Erik terlebih dahulu memotong perkataannya.
"Saya, Erik. Pacarnya Niara,"
Kenan mendengus, kemudian tanpa basa-basi dia membawa gadis itu. Pada awalnya Kenan memapah Niara, dan akan membawanya pada Niko. Namun, dia tidak melihat Niko di manapun membuat Kenan akhirnya memilih untuk membawa gadis itu menuju kamarnya.
Sesampainya di dalam kamar, Kenan segera membaringkan tubuh Niara yang sudah tertidur. Kenan memandang Niara dengan tatapan yang sulit di artikan, gadis itu sudah lama tidak ditemuinya. Dan setelah bertahun-tahun lalu dia kembali bertemu dengan Niara, yang menjelma menjadi seorang wanita dewasa.
Sadar jika pikirannya mulai salah, Kenan berbalik lalu berjalan menuju kamar mandi. Namun sebuah erangan dari Niara berhasil menghentikan langkahnya. Niara yang tengah tertidur itu mengerang, kepalanya begitu sakit juga perutnya terasa mual. Niara mulai bangun dari tidurnya, dia memuntahkan isi perutnya ke lantai membuat Kenan menghela napasnya. Dan mata Kenan seketika melotot melihat Niara yang kini mulai membuka dress yang dikenakannya, hingga kini Kenan dapat melihat tubuh polos Niara tanpa cela.
Sial
Dia laki-laki normal, dan jelas pemandangan di hadapannya telah membangunkan sesuatu. Dia harus segera pergi dari sini sebelum terlambat, meniduri Niara adalah terlarang baginya. Karena itu sama saja dengan i****t, Niara sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri jadi tidak mungkin dia tidur dengan adik dari sahabatnya itu.
Dengan terburu-buru Kenan masuk ke dalam ruang kerjanya yang masih berada di dalam kamarnya. Ini adalah pilihan terbaiknya, dia lebih baik diam di sini dan membiarkan Niara di luar sana. Itu lebih aman untuknya dan untuk Niara.
Kenan lantas terdiam, dia kemudian mengambil salah satu minuman pemberian dari sahabatnya yang berada di luar negri dulu. Vodka. Minuman yang membuatnya rileks, dan minuman yang membuatnya lupa. Lupa jika dirinya tengah mengadakan party, lupa karena di luar sana pintu kamarnya belum terkunci dan Niara tengah tidur dalam ke adaan telanjang! Yang bisa saja, salah satu temannya itu masuk ke dalam kamarnya.
"Oh s**t!"
Umpat Kenan keras, yang kemudian menaruh botol minuman itu ke atas meja. Kenan kemudian membuka pintu ruang kerjanya, dan seketika dirinya kaget melihat Niara yang berdiri di depannya masih dalam keadaan telanjang. Benar t e l a n j a n g dengan wajah yang berantakan karena air mata.
Apa wanita kecil ini menangis? Tapi kenapa?
"b******k! Gue bersyukur jika dari sekian doa yang gue panjatkan ini terkabul. Gue benar-benar mimpi bisa nemuin lo dan mukul lo, jadi karena ini masih di alam mimpi gue benar-benar ingin ngehajar lo Mas Ken!" Seru Niara marah yang seketika memukul d**a bidang Kenan yang masih terlapis pakaian kerjanya.
Niara memukul d**a Kenan dengan sekuat tenaga, diiringi air mata yang perlahan membasahi wajah cantiknya. Hingga ketika tenaganya lelah, Kenan menahan kedua lengannya. Onyx pria itu menyorot mata tidak fokus Niara, kulit bertemu kulit, alkohol bertemu dengan alkohol. Dan entah siapa yang memulai kegilaan ini, karena sekarang Niara berada diatas ranjang dengan Kenan yang mengukungnya.
Mereka mendesah bersama, saling berbagi kehangatan, berbagi rasa, juga berbagi sentuhan. Dan membuat kamar Kenan dihiasi oleh suara berisik mereka yang menghiasi kamar Kenan. Dan tentunya tidak akan terdengar sampai keluar karena kamar pria itu kedap suara.
Sampai pagi menjelang, mereka masih bergelung di dalam selimut tanpa busana. Dengan Kenan yang memeluk tubuh Niara posesif.
Suara gedoran pintu di luar tidak membuat Kenan dan Niara terganggu, jelas saja mereka baru bisa tidur dua jam lalu.
"Ken, lo udah bangun kan? Gue ikut ke kamar mandi lo ya, di bawah macet, di kamar tamu ada si Bara." Seru Niko yang kembali menggedor pintu kamar Kenan.
Niko yang sudah tidak tahan ingin buang air kecil pun membuka pintu kamar Kenan, yang beruntungnya tidak dikunci. Agak mengherankan bagi Niko karena biasanya Kenan selalu mengunci pintu kamarnya.
"s**t!"
Niko mengumpat karena melihat pakaian yang berserakan di lantai dekat kaki ranjang. Juga adanya muntahan yang berada di samping ranjang. Niko ingin muntah melihat ini, sampai dia merasa penasaran dengan wanita yang menghabiskan malam dengan sahabatnya itu siapa.
Hingga Niko seketika terdiam mematung, melihat seorang wanita yang telah dipeluk oleh Kenan dengan posesif. Firasatnya mengatakan jika dia mengenal wanita itu, dan benar saja begitu dia berjalan mendekati ranjang sebelah kanan, yang ditiduri oleh Kenan. Mata hitam miliknya menajam, darahnya seketik mendidih melihat wanita yang berada di dalam dekapan sahabatnya itu adalah Niara- adiknya sendiri.
"b******n!"
****