Bab 8

1847 Words
Kenan tersentak bangun dari tidurnya, dipandanginya Niara yang masih tertidur di samping ranjangnya. Wajahnya ia usap kasar, mimpinya benar-benar mengerikan. Sialan, bisa-bisanya dia memimpikan jika dia telah kehilangan anaknya. Bagaimana pun juga anak yang di kandung Niara adalah anaknya, darah dagingnya sendiri. Tidak mungkin dia tidak menginginkan anaknya, oke lah jika ibunya memang tidak terdaftar. Namun, anaknya sedang tumbuh kembang di dalam perut Niara. Minggu lalu, ketika dia mendapati jika anak yang dikandung Niara adalah laki-laki dia senang. Itu artinya, anaknya itu akan mirip dengannya di mana gen ayah lebih unggul. Akibat dari mimpi sialannya, Kenan tidak bisa tidur lagi padahal ini masih subuh. Masih ada dua jam lagi untuk dirinya tidur, namun matanya enggan terpejam. Sampai Kenan kembali merebahkan badannya dengan menghadap Niara yang tidur membelakanginya. Entah berapa lama dia melihat punggung Niara karena tak lama kemudian dia kembali tertidur. Niara memandang Kenan aneh, iya aneh. Karena pria itu terus menerus memandang perutnya. "Kenapa?" Kenan mengerjap kemudian menggeleng yang mendapat dengusan dari Niara. "Kamu akan pergi?" Tanya Kenan yang terlihat aneh. "Tentu saja," "Kabari aku kalau terjadi sesuatu," Dan kembali Niara dibuat bingung. "Mas Ken ngigo kah? Mengapa menjadi peduli begini?!" "Turuti saja ucapan saya, jika kamu tidak mau butik kesayanganmu itu saya bakar." "Cih, memangnya Mas Ken siapa? Berbicara sembarangan!" Niara menghentakan kakinya kesal kemudian melangkah meninggalkan ruang makan. Dia segera masuk ke dalam taksi setelah dia pesan terlebih dahulu. Sepanjang perjalanan dia merasa aneh dengan sikap Kenan yang sangat aneh menurutnya, seperti bukan Kenan sekali. Apakah pria itu kerasukan? Karena bertingkah tidak wajar. Tidak biasanya dia perhatian kepadanya, dan ini jelas sangat aneh sekali. Ponsel yang berada di dalam tas nya bergetar, pertanda sebuah pesan masuk. Robby Babe, makan siang bareng? Niara langsung mengetik balasan, sudah lama sepertinya dia tidak bertemu Robby. Pria itu sedang sibuk-sibuknya, dan dia merasa tidak keberatan sama sekali. Karena toh dia masih memiliki ketiga kekasihnya yang lain. ? ? ? Kenan sedikit tenang karena mimpi yang di alaminya tidak terjadi juga, bahkan sekarang usia kandungan Niara sudah menginjak lima bulan. Itu hanya bunga tidur, dan tidak akan pernah terjadi. Akibatnya Kenan jadi tidak kembali memperketat pengawasannya, dia jadi sering lembur dan jarang di rumah sekalipun hari itu hari libur. Niara tidak pernah izin jika ingin pergi keluar, toh menurutnya tidak ada gunanya. Jadi di sini lah dia berada, di pusat perbelanjaan hanya seorang diri. Niara gatal sekali ingin membeli pakian tidur untuk ibu hamil, karena piyama yang selama ini ia pakai sudah sempit dan rasanya tidak menyenangkan. Mata Niara seketika memaku pandangan di seberang sana, dua orang pria dan wanita yang tengah bergandengan tangan masuk ke dalam toko pakaian ibu hamil. Jantung Niara berdetak tidak karuan, melihat suaminya merangkul mesra wanita lain. Tangannya tiba-tiba memegang perutnya yang tiba-tiba merasa tidak enak. Niara merogoh ponselnya kemudian mencoba untuk menghubungi Kenan. Penggilan pertama tidak di angkat, kedua juga tidak begitu panggilan ketika. Pria di ujung sana mengangkat panggilannya. "Hn?" "Apa Mas Ken sibuk?" "Iya," "Ah begitu," "Ada apa?" "Tidak, tidak apa-apa. Hanya saja ingin menanyakan keberadaan Mas Ken saja." "Kenapa? Kamu perlu sesuatu." Awalnya Niara akan mengatakan tidak, namun dia ingin menguji Kenan. "Iya, aku ingin meminta antar pada Mas Ken untuk ke mal." Di ujung sana Kenan mendengus. "Untuk apa?" "Membeli keperluan bayi, dan mungkin baju hamil." "Ck, usia kandunganmu masih kecil. Pamali untuk membeli perlengkapan bayi sekarang. Sudah yah saya tutup telfonnya, saya sedang meeting." Perasaan Niara jelas sakit, sialan. Bisa-bisanya hatinya kembali sakit akan ucapan pria itu. Lihat saja nanti, sampai di mana kau bermain api Kenan. Niara yang sudah kehilangan mood nya segera pergi dari sana, dia tidak boleh menangis dan stress. Biarkan saja jika Kenan bermain gila dengan perempuan lain, dia tidak akan ambil pusing. Yang harus dia pikirkan adalah janinnya, bayi yang berada di dalam kandungannya. Karena meskipun kandunganya terlihat lebih baik, tetap saja dia tidak boleh semaunya. Niara akhirnya memilih untuk pulang, karena merasa jika kakinya sudah pegal. Sesampainya di rumah, Niara langsung mengganti pakaiannya dengan pakaian santai kakinya ia taikan ke atas meja. Memijit kakinya yang pegal, dia ingin menangis rasanya. Bukan karena dia melihat Kenan yang berselingkuh, tapi dia merasa kasihan dengan bayi yang ada di dalam kandungannya dan tentu saja dirinya. Mengapa ketika membuatnya mereka sama-sama enak, tapi ketika dia mengandung hanya dirinya saja yang menderita. Kakinya sering pegal, bahkan terlihat membengkak lalu dadanya juga kadang terasa sensitif. Hormonnya juga naik turun, tapi para pria mana mengerti? Dia benar-benar kesal dengan Kenan bisa-bisanya dia membohonginya. Tak berapa lama pintu apartement nya terbuka, menampilakn sosok Kenan dengan dua paperbag di tangannya. Pria itu melirik Niara yang sedang memainkan remote tv. "Ada apa dengan kaki mu?" Pertanyaan Kenan jelas tidak di gubris Niara. Pria itu menghela napasnya kemudian menaruh paperbag tersebut di atas meja. Sedetik pun Niara tidak melirik ke sana, dia tetap fokus pada layar di depannya. Kenan sendiri memilih untuk membersihkan diri, badannya terasa lengket. Niara benar-benar tidak peduli dengan Kenan dia bahkan tetap fokus pada tv. "Kamu sudah membukanya?" Niara diam saja, membuat Kenan menghela napasnya. "Saya membelikan kamu pakaian tidur, kamu bisa mencobanya jika ukurannya tidak cocok bisa ditukar." Perkataan Kenan sukses membuat Niara menoleh ke arah pria itu. "Tidak, aku tidak mau." Kembali menghela napasnya, Kenan kembali berbicara. "Kamu belum melihatnya sudah berkata seperti itu, cobalah lihat dulu baru berkomentar." Niara sudah muak dengan pria di sapingnya itu, dia beranjak dari duduknya kemudian mengambil paperbag tersebut. Lalu dia melemparkan pakain ibu hamil itu ke wajah Kenan membuat pria itu kaget. "Dengar! Aku tidak mau memakainya, Mas Kenan berikan saja pada wanita itu! Tidak usah memperhatikanku, dan ingat. Aku juga tidak sudi Mas Ken membelikan apapun untuk bayiku! Urus saja urusan Mas Ken sendiri, dan aku juga akan mengurus urusanku sendiri!" Sembur Niara marah kemudian berjalan dengan kasar meninggalkan Kenan yang masih terpaku ditempatnya. *** Sejak kejadian itu, hubungan di antara mereka jelas merenggang. Niara bahkan tidak mau berbicara dengan Kenan, sedangkan Kenan sendiri? Jelas tidak peduli, egonya terasa tersentil mendengar ucapan Niara. Jika Niara ingin seperti itu dia akan menurutinya. Akhir-akhir ini, perut Niara terasa tidak enak ia merasa perutnya seperti bermasalah. Pikiran jelek pun langsung melintas dikepalanya, dia takut terjadi sesuatu kepada bayinya. Sehingga Niara meminta tolong kepada Kenan untuk di antar ke klinik kandungan. Mau tidak mau. "Ada apa?" Ujar sebuah suara serak di ujung sana. "Apa Mas Kenan sibuk?" "Hn." "Baiklah aku tidak akan berbasa-basi, karena aku tidak ingin disalahkan oleh Mas Ken. Aku akan pergi ke klinik kandungan." "Ini jadwal kandungan?" "Tidak!" "Lalu?" "Aku .... Entah lah aku merasa ada yang aneh dengan kandunganku. Aku ingin mengeceknya. Tapi jika Mas Ken sibuk, aku bisa pergi sendiri." "Aku akan menyusul." Dan kata-kata Kenan tidak pernah terwujud, untung lah Niara tidak mengharapkan pria itu. Karena dia sudah menduganya, pria itu hanya akan berbicara tanpa melakukan aksi. Dan sekali lagi dia tidak peduli. *** Sejak mengetahui jika kandungannya kembali lemah, Niara jadi semakin berhati-hati. Dia tidak boleh kelelahan yang bisa saja membuat janinnya tidak selamat. Lalu Kenan? Dia tidak membicarakannya, toh Kenan sepertinya kembali tidak peduli. Meskipun bayi ini tidak di inginkannya, tapi Niara tetap mempertahankannya. Niara tengah berbaring disofa, Kenan berjanji dia akan membelikan makan siang untuknya. Dan Niara hanya mengangguk saja, dia tidak terlalu mengidahkan pria itu. Pria yang dipegang itu ucapannya, tapi Kenan? Ntah lah dia tidak tahu, pria itu mungkin pria jadi-jadian. Jam sudah menunjukkan pukul satu siang, dia sudah makan siang dengan salad sayur juga buah. Perutnya sudah kenyang, ketika dirinya akan pergi ke kamar mandi. Bel pintu apartementnya berbunyi, pertanda ada tamu. Dengan malas Niara berjalan ke arah pintu tersebut kemudian membukanya. "Hello, Niara." "Apa yang kamu lakukan di sini?" "Kau tidak mempersilahkanku masuk?" Niara mendengus. "Tidak," "Kau tidak berubah, yah?" "Ck, apa yang kau inginkan?" "Lepaskan Kenan!" "Kau tidak salah berbicara seperti itu?" "Tentu saja, kau hanya pengganggu." "Sebaiknya kau pulang, aku tidak menerima tamu." "Kau kasar sekali, aku hanya ingin menyampaikan permintaan Kenan. Dia ingin kau membuang bayi di dalam kandunganmu, karena dia tidak menginginkannya. Dan juga, karena aku sekarang telah hamil anaknya kau tidak diperlukan lagi." Perkataan wanita di hadapannya membuat perasaan Niara sakit bukan main. Namun dia harus kuat, tidak boleh memperlihatkan jika dirinya lemah. "Baiklah, suruh pria mu itu yang mengatakannya. Jika kau yang berbicara, kurasa kau berbohong." Ejek Niara yang membuat wanita di hadapannya itu murka. Dengan cepat wanita itu melayangkan tamparannya pada Niara membuat wajah Niara memerah. Niara mendengus merasakan nyeri pada pipi bagian kanannya. "Wah, kau benar-benar menguji kesabaranku yah?" Dengan amarah yang sudah tidak bisa ditahan, Niara menjambak rambut wanita itu membuatnya menengadah dan menjerit sakit. Niara yang sudah murka segera saja ditariknya rambut wanita itu agar mengikutinya untuk berjalan, jeritan, u*****n bahkan ancaman yang dilayangkan wanita yang dia tarik rambutnya itu tak membuat Niara takut. Niara justru semakin kuat menjambaknya, dia berjalan dengan cepat untuk sampai di lift. Memencet tombol di hadapannya dengan cepat, ketika pintu lift terbuka Niara sedikit mematung melihat Kenan yang menatap kaget Niara dan juga Citra. "Urus jalangmu, b******k! Kamu tidak perlu meminta w***********g itu untuk menghilangkan bayiku! Kamu bisa pergi dengan medusa itu, aku tidak butuh dirimu!" Seru Niara sambil mendorong wanita itu ke arah Kenan. Begitu Niara akan melangkah, dia mendengar suara wanita itu kesakitan dan mengatakan kandungannya. Tanpa Niara sadari sendiri jika dirinya lah yang bermasalah dengan kandungannya. "Niara! Sebenernya apa yang kamu lakukan padanya?!" Tanya Kenan marah melihat wanita yang tengah dia gendong itu pingsan. Belum juga menjawab dia merasakan perutnya sakit, ia kemudia melihat seorang pria yang tak jauh dari unitnya. "Kita ke klinik!" Titahnya yang terlihat panik, karena wajah Niara memperlihatkan kesakitan. "Tidak mau! Aku tidak sudi ikut dengan kalian!" "Jangan kerasa kepala Ara! Cepat ikut denganku!" Niara segera menarik pria yang jaraknya semakin dekat dengannya. "Mas bisa ikut dengan saya, kan?" "Hah! Ta-tapi, Mbak." "Plis, saya tidak mau bersama mereka." Pria yang terlihat masih mahasiswa itu hanya mengangguk pasrah. Niat hati ingin santai setelah pulang dari kampus, malah mendapatkan jackpot. Niara benar-benar keras kepala, dia tidak mau satu mobil dengan Kenan. Maka disinilah dia berada, satu mobil dengan pria asing. "Mbak, sakit perutnya?" "Hmm." "Tunggu sebentar saya akan ngebut," Niara tidak membalas, dia sibuk memikirkan bayinya. Dia sungguh-sungguh takut jika bayinya kenapa-kenapa. Sesampainya diklinik bersalin, Niara menunggu gilirannya. Kenan dan wanita yang tidak ingin dia ingat namanya itu sudah masuk duluan. Sedangkan dia menunggu yang lain, dia benar-benar sudah tidak sabar. Begitu dia masuk ke dalam dengan Kenan tentunya yang ternyata mengekorinya. Karena pria itu sudah keluar bersama Citra. Niara segera diperiksa, dan dokter wanita yang memeriksa kandungan Niara menatap prihatin wajah Niara. "Maaf, sepertinya bayinya tidak dapat diselamatkan." Perkataan dokter itu jelas membuat Niara syok begitu juga dengan Kenan. Sampai suara Kenan membuat ruangan itu ramai kembali. "Ini semua salahmu, kamu terlalu egois! Selamat, kamu berhasil menghilangkan bayi kita!" Perkataan Kenan yang sadis kepadanya membuat Niara menangis, dia menangis sejadi-jadinya. Kenan segera pergi dari sana, dia tidak bisa diam lama di sini, pertama karena ada Citra yang menunggunya diluar dan kedua. Dia takut kembali menyakiti Niara dengan perkataanya, dia sadar perkataanya menyakiti istrinya itu. Namun itu semua karena refleks, perkataanya yang jahat hasil dari kemarahan yang tertahan. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD