Bab 4

1135 Words
"Rezim apa maksudnya Jean diganti? Jawablah dengan jujur atau kamu akan berakhir menjadi debu," ucap Ellena tetap tenang. Ellena menatap lekat-lekat mata cokelat Rezim. Sayang laki-laki bertelinga panjang dengan rambut pirangnya tetap terdiam. Memaksa kesabaran hatinya lebih diperluas. Semakin Ellena melangkah, Rezim terpaksa mundur. Begitu terus mereka melakukannya hingga dia berhasil memojokkan elf di hadapannya. "Katakan," ucap Ellena dengan santai. "Putri ... aku rasa Anda cukup berlebihan hanya karena Jean diganti. Bukankah Anda sadar Jean sudah absen selama sebulan ini?" jelas Rezim. Ellena tidak bisa menyangkal, itu memang benar. Namun, informasi yang ingin didapatnya bukan tentang itu. Bagaimana bisa Jean diganti dan apa yang terjadi? Ellena hanya mengembuskan napas lalu berbalik masuk ke dalam ruangan. Dia sengaja menutup pintu dengan kencang. Membiarkan Rezim mematung di sana. Satu hal yang dia tahu, di sangat tidak nyaman di dekat Rezim. Elf cahaya yang satu itu sering bertugas di samping Kaisar Ferarus, tidak ada kecocokan di antara mereka.  Namun, dia hanya bisa pasrah karena laki-laki itu mengekorinya. Satu-satunya tempat yang aman hanyalah ruangan kerjanya. Rezim tidak berhak masuk tanpa seizin Ellena. Dia kembali mengembuskan napas lalu melihat ke langit-langit. "Ini semua aneh," gumam Ellena sambil bersandar di pintu. "Sudahlah, aku harus mengirimkan hujan." Perlahan tubuhnya merosot, kepalanya pusing dan kakinya memang sudah tidak kuat untuk menopang. Di pikirannya mulai nampak apa-apa saja yang terjadi. Mata Ellena bisa melihat jelas semua yang Rezim lakukan pada pelayan pribadinya. Tangannya mulai gemetar dan napasnya tersenggal-senggal. Ellena melihat bagaimana mulut laki-laki itu menghinanya, membuat Jean kesal. Namun, semua hal yang berhubungan dengan Jean hanya sampai di gerbang langit. Rezim tidak tahu apa-apa. Ellena mengerjapkan mata dan merangkak ke tempat kerjanya. Di mana terdapat sebuah kristal segi enam berwarna bening. Sinar memantul pada kristal itu sehingga sekilas terlihat seperti pelangi.  Dia gunakan tangannya untuk memunculkan sinar dan mengaktifkan kristal segi enam itu hingga warnanya berubah menjadi warna biru gelap. Bayangan bagaimana Jean turun ke bumi sekilas muncul di benaknya. Semakin dia mencari tahu, kepalanya menjadi sakit. Sampai dia memilih untuk kebali meredupkan cahayanya. Menutup telinga dan mata sebisa yang dia lakukan. "Putri, Anda tidak perlu memaksakan diri. Lagi pula bukankah Anda sudah mendapatkan surat ancaman dari Yang Mulia? Anda tidak diperizinkan menurunkan hujan atau semua hal yang membantu manusia. Kecuali Anda menyetujui pernikahan ini," ucap Rezim di balik pintu. Ellena kembali membuka mata. Dia menoleh pada pintu tersebut. "Aku tidak akan menikah dengan Atha. Mohon pergilah dari tempat ini, Rezim." "Putri, aku tidak menyangka Anda akan mengorbankan makhluk bumi demi keegoisan Anda sendiri. Ya, aku yakin Jean juga sudah tiada di bumi," jelas Rezim. Ellena segera bangkit dan berlari ke depan pintu. Dia dapat merasakan Rezim yang tersenyum tanpa merasa salah sedikit pun. Sebelum membuka pintu, dia memasang kembali penutup matanya. Rezim menyunggingkan senyum dan membuat Ellena kesal. "Dengan kata lain, Jean ada di bumi," tukas Ellena, "aku akan menyusulnya!" Ellena berjalan melalui Rezim,  tetapi di hadapannya berdiri para peri yang menodongkan pedang padanya. Dia terpaksa tidak melangkah. Apa ini juga salah satu ancaman ayahnya? Rezim pun sama saja. Laki-laki elf tersebut menarik pedangnya dan berdiri di belakang Ellena. "Ada baiknya Putri menuruti kehendak Yang Mulia Ferarus," ujar Rezim. Ellena tidak bisa ke mana pun. Pedang ini dapat melukainya. Jika memang Kaisar Ferarus yang menyuruhnya, maka melawan pun percuma. Para peri berdiri di samping dan Rezim di belakang Ellena. Pedang mereka pegang erat, takut-takut jika Ellena memberontak. Ellena terlalu banyak merenung sampai dia tidak menyadari jika dia telah sampai di hadapan Kaisar Ferarus. Segera dia dan yang lainnya pun memberikan hormat. "Rezim datang melapor, Yang Mulia Raja. Putri Ellena masih berusaha mencari keberadaan Jean dan berniat turun ke bumi," jelas Rezim di belakangnya. Ellena mengangkat wajahnya terlebih ketika dia ayahnya berkata, "Apa itu benar Putriku, Ellena?" "Ya," balas Ellena, "aku tidak bisa membiarkan Jean berlama-lama di dunia bawah. Dan aku tidak mengerti kenapa Kaisar Langit berbuat sampai sejauh ini." Tangan-tangan Ellena sudah mengepal. Dia mendongak pada singgasana di atas sana. Perlu naik sampai seratus anak tangga untuk mencapai tempat ayahnya. Tentu itu buang-buang waktu dan dia lebih memilih berbalik. "Apa yang aku lakukan ini demi dirimu," ucap Kaisar Ferarus. "Maaf, Kaisar berkata demikian untuk anak Anda atau seseorang yang harus memenuhi perjanjian? Apa pun itu, aku tetap menjemput Jean." "Kenapa kamu keras kepala sekali? Ah, terserahlah! Kamu tahu sendiri bagaimana langit membenci bumi semenjak Kaisar mereka memutuskan untuk menikah. "Kamu tidak perlu khawatir soal Jean. Setelah suratnya diantar, dia akan segera kembali. Sekarang masuk ke kamar dan tunggu saja tanggal pasti pernikahanmu," titah Kaisar Ferarus. Kedua matanya membelalak. Tubuhnya dipaksa untuk berjalan keluar dari ruangan. Ellena bisa merasakan kemurkaan ayahnya, dia tahu ucapan itu serius. Ellena mencoba untuk keluar dari kepelikan ini, tetapi para penjaga seolah menganggapnya tahanan. Mereka membawa Ellena ke kamar. Rezim agak mendorongnya masuk dan berkata dengan nada meremehkan, "Buatlah rakyatmu bahagia, Putri. Seorang wanita dalam pohon keluargamu hanyalah pion untuk menjajah bumi." "Jaga mulutmu, Rezim!" ucap Ellena. Sebelum dia membuka mata, para peri sudah lebih dulu menutup pintu. Mengunci paksa ruangannya. "Tidurlah dengan nyenyak, Putri Ellena!" Ellena benar-benar kesal. Dia tidak lagi menanggapi ucapan Rezim. Segera dia pergi ke seberang ruangan, di mana jendela kamarnya terbuka lebar-lebar. Diambilnya pedang panjang yang berada di bawah kasur, jaga-jaga jika ada orang jahat. Dia memastikan lebih dulu pergerakan para penjaga yang fokus pada kamar depannya. Ellena tersenyum karena para penjaga benar-benar meremehkan matanya. Meski dengan mata tertutup, dia dapat melihat jelas. Pelayannya, Jean, sudah tahu rahasia kecil itu dan harusnya ayahnya tidak meremehkan dia dengan perlakuan seperti ini. Segera Ellena berdiri pada penopang jendela dan melompat. Tidak peduli gaunnya akan rusak. Ellena berlari memutar ke arah luar ruangan. Dia harus sampai secepat mungkin ke gerbang. Harusnya dia gunakan matanya untuk membaca masa depan, tetapi Ellena terlalu takut jika itu sia-sia. "Putri Ellena!" Suara-suara nyaring yang memanggil namanya bisa dia pastikan itu para elf cahaya perempuan. Ellena tidak mempedulikan dan segera berlari, menerobos taman meski membuat kericuhan bagi para elf. Begitu dia sampai di depan gerbang, para penjaga segera menodongkan pedang mereka. Gadis itu segera menghindar dan menggunakan tajam dari benda tersebut untuk melumpuhkan lawannya. "Lebih baik kalian membiarkan aku lewat!" titah Ellena. "Maaf kami tidak bisa, Putri," balas para penjaga yang lalu menyerangnya. Ellena kembali menggunakan pedang, dia juga tidak segan-segan menarik tangan para penjaga yang lalu membantingnya ke bawah awan. Dia pun menendang beberapa penjaga meski itu merusak gaun indahnya. "Putri jangan ke bumi!" Ellena benar-benar mengabaikan apa yang mereka ucap. Dia segera membuka gerbang langit lebar-lebar. Ini pengalaman pertama dan dia tidak pernah senekat ini. Ellena kembali mengembuskan napas lalu melompat ke bawah awan. Tubuhnya ditarik kencang dan dia tidak ada persiapan untuk mendarat. Jantungnya berdebar karena gravitasi benar-benar menariknya. Ellena hanya bisa berteriak sekencang-kencangnya dan seakan semua suara itu menghabiskan tenaga, dia merasa semuanya benar-benar gelap. Tanpa ada bayang-bayang yang biasa dia lihat saat matanya ditutup, Ellena benar-benar tidak tahu apa pun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD