Pagi-pagi sekali, Sora sudah rapi dan wangi. Ia ada janji dengan teman-teman KKN untuk mengerjakan laporan hasil program kerja yang dilakukan kelompok mereka selama melakukan posdaya di desa Selopanggung. Laporan itu sudah dekat dengan deadline dikumpulkan. Mereka tidak mau terlambat, karena dosen pembimbing mereka agak menyebalkan. Jangan sampai mereka jadi dapat nilai jelek, hanya karena terlambat mengumpulkan laporan. Padahal mereka sudah susah menjalankan program kerja selama 1 bulan berada di Selopanggung.
Mereka berjanji untuk saling bertemu di teras kost salah satu anggota KKN. Alasannya sederhana, karena kost itu luas, Bokeh membawa teman lawan jenis asal tidak masuk ke dalam, sebatas berada di teras saja. Ada sambungan wifi. Dekat dengan kampus. Dan banyak penjual makanan di sekitarnya. Ditambah dekat dengan tempat print dan foto kopi yang semakin memudahkan kerja mereka.
Sora kini sedang mengeluarkan motornya. Eh, sebenarnya motor adiknya sih. Karena ia sudah tidak memakai motornya sendiri yang butut. Sejak dulu kalau ke kampus, ia memang diberi tahu Bu Rahma, untuk menggunakan motor adiknya saja. Bu Rahma tidak mau anaknya dipandang sebelah nata oleh teman-teman di kampus, hanya karena selalu menggunakan motor butut ketika kuliah.
Kemarin saat KKN adalah pengecualian. Karena kondisi jalan menuju posko cukup ekstrim, dan Sora menginap selama berhari-hari. Makanya Bu Rahma terpaksa membiarkan Sora naik motornya sendiri.
"Aku pakai motor aku sendiri aja nggak apa-apa lah, Buk. Gimana pun kondisinya, pakai motor sendiri tetap lebih nyaman." Sora pada awalnya menolak ketika Bu Rahma memberikan saran untuk memakai motor adiknya yang ditinggal di rumah selama ia bekerja di Surabaya.
"Udah, pakai aja. Insya Allah bakal lebih berguna dan berkah, karena kamu pakai cari ilmu, kan. Adik kamu juga bilang nggak apa-apa kok. Motor kamu biar Ibuk pakai buat belanja keperluan sehari-hari. Insya Allah berkah juga kok dibawa ke pasar buat belanja."
Sebenarnya Sora juga tidak enak pada adiknya, karena motor itu adalah hasil kerja keras adiknya selama bertahun-tahun. Sama seperti motor Sora juga, sih. Itu juga hasil kerja keras Sora sendiri, dulu, ketika masih bekerja. Sebelum ia memutuskan untuk kuliah. Bedanya, Sora kerja di Kediri saja. Sehingga gajinya tidak sebanyak adiknya. Makanya ia hanya mampu membeli motor butut seharga 3 juta rupiah. Itu pun ia cicil.
Ia pinjam uang cash sebanyak 3 juta rupiah dari bosnya. Kemudian ia cicil selama 6 bulan dengan nominal 500 ribu rupiah per bulannya. Yang semuanya dipotongkan dari gaji Sora selama periode berlangsung. Waktu itu, gaji Sora hanya sebanyak 750 ribu per bulan. Jadi selama 6 bulan, Sora hanya menerima 250 ribu gaji saja per bulan
Tapi untung lah semua setimpal sih. Karena motor itu sangat berguna. Untuk pulang pergi kerja waktu itu, dan untuk jalan-jalan dengan adiknya untuk healing.
Sekarang malah lebih berguna lagi, karena ia gunakan untuk menuntut ilmu. Dan beralih fungsi lagi digunakan Bu Rahma untuk membeli keperluan belanja sehari-hari.
Sora tidak enak pada adiknya, karena tidak ada yang tahu isi hati orang kan. Di bibir bilang tak apa, tapi sebenarnya hati tidak ikhlas. Bukannya buruk sangka pada adiknya sendiri. Tapi tetap saja, Sora merasa tak enak, walau pun itu milik adiknya sendiri.
Namun karena Bu Rahma selalu memaksa, Sora pun terpaksa mau saja.
Ya memang perjalanannya menjadi lebih lancar. Dari segi mana pun memang lebih mudah dan nyaman menggunakan motor matic adiknya. Karena motor itu beli baru, mesinnya masih gres, dan gayanya sesuai dengan gaya masa kini. Sangat kekinian.
Saat di parkiran, dulu Sora sering dipandang sebelah mata. Sekarang sudah beda lagi ceritanya.
Sebenarnya Sora salut dengan teman-teman KKN, sih. Karena biar pun mereka melihat Sora menggunakan motor butut, mereka tidak memandang Sora sebelah mata. Dan tetap memperlakukannya dengan baik. Memanusiakan manusia. Bahkan ia diangkat menjadi wakil ketua selama KKN Posdaya berlangsung di Selopanggung.
"Buk, aku pamit berangkat dulu, nih. Assalamualaikum." Sora menghampiri Bu Rahma yang masih sibuk memasak di dapur.
"Lho, berangkat sekarang? Nggak sarapan dulu?" tanya Bu Rahma.
"Nggak deh, Buk. Nanti beli pentol aja. Aku janjian sama kelompok KKN buat ngerjain laporan kami jam 8. Ngga enak nanti kalau sampai terlambat."
"Ya udah deh, hati-hati. Uhm ... Samran gimana? Udah chat kamu lagi?" Bu Rahma rajin memantau status hubungan anak sulungnya dengan Samran. Benar-benar tak ingin jika anaknya sampai dikecewakan oleh Samran.
"Udah kok, Buk. Semalam setelah antar kita pulang, dia chat. Sampai menjelang tidur. Pagi ini belum chat lagi, sih. Dia pasti sibuk siap-siap buka resto."
Bu Rahma mengangguk mengerti. "Pokoknya kita bersikap baik aja ya, Mbak. Kalau Samran chat, yang ditanggapi dengan baik. Ibuk ngarepnya sih ya perjodohan kalian lanjut. Soalnya kamu sama Samran sepertinya memang cocok dan nyambung. Tapi kita kan nggak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Bapak kamu juga, disuruh tanya kejelasan malah nggak jelas dianya. Pesan ibu, jangan hanya karena kamu udah sering chat sama Samran, lantas membuat kamu jadi menutup hati buat cowok lain. Jangan. Kamu harus tetap membuka hati buat siapa pun yang coba dekati kamu. Kecuali jika memang sudah jelas Samran serius sama kamu. Kamu ngerti maksud ibu kan?"
Sora terdiam. Tentu saja ia sangat mengerti maksud ibunya. Bu Rahma hanya sedang berusaha melindungi putrinya dari kembali mengalami sakit hati karena batal dalam melakukan percobaan perjodohan.
Trauma itu bukan hanya dirasakan oleh Sora. Namun juga dirasakan oleh ibunya
Ibu mana yang tidak sedih, saat anaknya sudah merasa cocok ketika dijodohkan, tapi yang tidak cocok adalah pihak laki-laki, tanpa alasan yang jelas.
Dan seketika, Sora pun ingat dengan Alshad. Karena Alshad adalah sosok laki-laki yang hingga detik ini masih mengejar Sora tanpa lelah.
Meski sudah Sora abaikan. Alshad tetap saja memperjuangkannya.
Sora tak tahu apakah ia akan goyah? Bagaimana jika kelak ia jadi terlalu nyaman dengan perhatian yang selalu Alshad berikan?
Terlebih saat ini perasaan Sora pada Samran, yang sebelumnya sudah lurus dan kokoh, kini goyah akibat kelakuan dari Bude Pangestutik yang ternyata usil juga. Iseng menjodohkan, eh malah dia juga yang mau memisahkan
Sora pun benar-benar berangkat setelahnya. Ia hanya pamit pada Bu Rahma, karena Pak Fuad masih tidur nyenyak. Zona juga suda berangkat sekolah.
Sora mengendarai motor dengan sedikit ngebut, karena sudah mepet dengan waktu janjian kelompoknya.
Eh, ternyata saat sampai di kost, masih sangat sepi di sana. Area teras masih kosong. Sama sekali tak ada motor parkir. Hanya motor Sora sendirian.
Sial. Ia jadi orang yang pertama datang. Ke mana yang lain. Apa masih musim menganut paham jam karet Indonesia?
Baru juga Sora ingin membuat gertakan di grup, tiba-tiba terdengar deru motor datang.
Sora langsung menoleh ke sumber suara.
Dan Ternyata ... yang datang adalah Alshad.