Kesan Pertama
Sekumpulan mahasiswi yang sedang menjalani proses pengabdian itu tengah duduk - duduk santai selepas sarapan. Ini adalah asrama putri. Sementara asrama putra berada sekitar 300 meter dari sini. Para mahasiswa belum datang kemari. Mungkin mereka masih antre mandi. Atau justru masih tidur.
Sudah satu minggu ini mereka menjalani proses pengabdian. Kondisi di Dusun Tunggul, Desa Selopanggung ini membuat mereka semua kesulitan adaptasi. Pertama karena kondisi air yang keruh terlebih setelah hujan. Kedua karena di sini sinyal begitu sulit didapat. Hanya ada satu provider yang berhasil dapat sinyal di sini -- provider paling mahal. Itu pun sinyalnya E. Sementara provider lain sinyalnya X.
"Mana itu cowok - cowok?" Suri si Anak Medan yang terkenal cerewet dan suka maido mulai berkoar - koar. "Katanya maksimal jam 9 harus udah pada kumpul di sini. Ini udah jam berapa? Udah jam 10. Tapi belum pada dateng semuanya. Awas aja ntar pada dateng!"
"Dulu janjinya semua kegiatan dilakuin di sini. Mereka di sana cuman buat tidur kalo malem. Selebihnya semua kegiatan di sini. Tapi apa?" Roro menimpali. Selain Suri, memang ia juga salah satu calon bojo galak yang bakal ditakuti para suami.
Mahasiswi yang lain hanya diam sambil malas - malasan. Termasuk Sora. Sora sudah terlalu banyak memakan asam garam kehidupan. Perkara gagal menikah sudah beberapa kali ia rasakan. Jadi, kalau hanya menunggu partner pengabdian yang ngaret karena kesiangan, itu bukan apa - apa.
Usianya yang jauh lebih tua dibanding semua partner - nya, menjadikan Sora tak terlalu banyak menuntut dalam berbagai hal. Biarkan para daun muda itu saja yang melakukan. Sora jangan.
Sora membuka aplikasi chatting. Ada beberapa pesan dari teman, penulis, dan juga dari Ibu. Mengingat Sora adalah anak baik, ia membuka pesan dari Ibu terlebih dahulu.
'Mbak, seandainya kamu dilamar orang gimana?'
Sora tak memberi banyak reaksi atas pertanyaan itu. Ia tak terkejut. Karena hal ini bukan pertama kalinya. Sora memutuskan untuk segera membalas pesan itu.
'Siapa orangnya? Anaknya temen Pakpuh Zuma? Atau anaknya temen Bapak?'
Ibu lansung membaca pesan balasan dari Sora. Sekarang ia tengah mengetik pesan untuk menjawab pertanyaan putri sulungnya.
'Anak temennya Bude Liza, Mbak. Dia pengusaha, anak satu - satunya, udah mandiri. Ayahnya mandor di Gudang Garam. Ibunya TU di Gudang Garam juga.'
Sora menarik napas dalam. Iming - iming yang ditulis oleh Ibu sama sekali tak membuatnya terkesan. Justru Sora sedang takut. Takut jika kejadian - kejadian yang sudah lalu kembali terjadi. Perjodohannya gagal, dan ia gagal menikah. Lagi dan lagi.
Umur Sora sudah seperempat abad. Julukan perawan tua sudah melekat padanya. Mengingat ia tinggal di desa. Sora begitu terbebani dengan julukan yang diberikan oleh orang - orang itu.
Ya ... kalo orangnya serius nggak apa - apa.
Akhirnya Sora menjawab demikian.
Sora merasa begitu khawatir, was - was, dan takut. Tapi ia juga tak ingin menolak kesempatan yang kembali diberikan oleh Tuhan. Sora adalah seorang wanita yang memutuskan untuk tidak pacaran. Prinsipnya, jika ada lelaki yang datang ke rumah dan melamarnya, maka lelaki itu adalah jodohnya.
Bisa jadi kalau kali ini yang datang benar - benar jodohnya.
***
Sora sudah mengetahui sedikit banyak tentang Samran -- sang Calon Jodoh -- dari cerita Bude Liza yang disampaikan oleh Ibu melalui chat. Samran konon katanya adalah seorang pengusaha muda yang sukses.
Awalnya Samran bukan anak satu - satunya di keluarga. Ia adalah anak pertama dari dua bersaudara. Sayang, sekitar satu tahun yang lalu, adik laki - laki Samran meninggal dunia.
Keluarga Samran mengalami kesedihan mendalam atas kepergian anggota keluarga termuda mereka. Orang tua Samran mengalami kesepian tak terperi. Orang tua mana yang tidak hancur ditinggal mati oleh anaknya?
Untuk mengobati kesakitan itu, mereka meminta Samran untuk segera menikah. Dengan kata lain, mereka segera ingin mendapat cucu sebagai pelipur lara.
Kesimpulannya, jika Sora dan Samran jadi menikah, mereka tak akan menunda untuk memiliki momongan.
Katanya si Samran itu sangat pendiam dan penurut. Ia mau menikah dengan siapa saja, asal sang Bunda setuju dan menyukai si Calon Istri.
Kesan pertama Sora terhadap Samran ... lumayan. Meski Sora belum mengetahui seperti apa wujud dari Samran. Haha.
Tak bisa dipungkiri, Sora adalah seorang penggemar cogan alias cowok ganteng. Sora tak munafik. Wanita mana yang hatinya tak senang menatap lelaki berparas tampan? Pasti semua suka. Hanya saja, pilihan setiap pribadi pasti berbeda - beda.
Sora pun begitu. Ia sangat menyukai cogan, hanya saja targetnya untuk pasangan hidup ... tak harus tampan.
Sora paham benar, segala hal di dunia sifatnya hanya palsu. Uhm ... bagaimana menjelaskannya, ya? Ah, hidup di dunia layaknya kita sedang singgah di sebuah mall. Sebagus dan semewah apa pun sebuah mall, tidak akan ada yang mau tinggal selamanya di sana. Semua akan kembali ke rumah masing - masing.
Tak peduli seperti apa wujud Samran nanti, jika lelaki itu benar - benar sebaik yang diiming - imingkan, dan benar-benar serius meminangnya, maka Sora tak akan ragu untuk menerima.
Pesan dari Ibu sekitar pukul 9 pagi.
'Mbak, tadi budenya Samran datengin Bude Liza ke pasar lagi. Katanya Samran minta nomor kamu. Jadi kayaknya nanti dia mulai chat kamu.'
Sora biasa saja membaca pesan dari Ibu. Sekali lagi, karena ini bukan yang pertama kali. Sora seperti sudah sangat terbiasa.
Terbiasa tidak jadi menikah.
'Oke, Buk.'
Hanya itu balasan dari Sora.
***
Hari ini tanggal 21 Februari 2018, untuk pertama kalinya Sora mendapat pesan dari Samran. Tepatnya pukul 21.16 WIB.
'Assalamualaikum'
Sayang, seterbiasanya Sora dengan perjodohan yang gagal, wanita itu tetap memiliki hati. Hatinya pun dapat merasa was - was dan khawatir. Sora tahu bahwa ada seseorang yang mengirim pesan. Sebuah nomor baru.
Berhubung Sora sudah tahu dari Ibu jika Samran akan segera menghubunginya, bisa langsung disimpulkan bahwa si Pengirim Pesan pasti adalah Samran.
Sora tak membuka pesan itu. Hanya sebuan pesan yang teramat singkat sehingga Sora sudah bisa membaca keseluruhan tanpa harus membukanya.
Huff ... jadi benar bahwa Samran adalah seorang pendiam.
Biasanya sediam - diam seorang manusia, ia akan bisa banyak bicara melalui chat. Barulah saat bertemu sisi diamnya kelihatan. Tapi ini?
Sora menyentuh foto profil Samran. Aish ... Sora lupa bahwa sinyal di sini sangat payah. Untuk membuka foto profil saja butuh waktu yang sangat lama. Foto itu terbuka, hanya saja tampilannya sangat buruk. Sangat buram dan tidak jelas.
Sora begitu penasaran seperti apa rupa si Samran itu!
Keterlaluan!
Sora sudah menunggu setengah jam lebih, tapi tak ada perkembangan berarti dari foto profil si Samran. Masih saja buram dan tidak jelas.
Sora akhirnya menyerah. Ia sudah cukup lelah mengurus program kerja pengabdian mahasiswa dengan para partner - nya sejak pagi. Ditambah rapat selepas makan malam yang juga masih membahas program kerja, disertai perdebatan dan adu mulut panas -- saling menyalahkan -- khas anak muda.
Sudah cukup untuk hari ini. Sora mau tidur saja.
***
Pagi sebelum memulai aktivitas, seperti manusia zaman now pada umumnya, Sora sibuk mengecek ponsel. Sora terlebih dahulu membalas pesan dari orang - orang terdekat. Ia masoh belum membuka pesan dari Samran semalam.
Sora lanjut membuka notifikasi w*****d. Sekadar informasi saja, Sora adalah pengarang yang cukup produktif di w*****d. Mengecek notifikasi adalah aktivitas sehari - hari yang tak bisa ia tinggalkan. Bibir Sora mengulum senyum membaca komentar - komentar yang memintanya untuk segera memperbarui cerita - cerita.
Tapi di saat bersamaan, Sora juga merasa sedih. Pikirannya sedang diharuskan fokus untuk proses pengabdian. Mungkin sesekali ia akan menulis, tapi tidak setiap hari. Belum lagi kendala krisis sinyal di sini.
Selepas w*****d, Sora lalu mengecek email. Barulah setelah semua aplikasi ia jabani, Sora memberanikan diri membuka pesan dari Samran. Tepat pukul 06.07 WIB, Sora membalas pesan Samran.
'Waalaikumsalam.'
Sora menunggu cukup lama. Pesan yang ia kirimkan masih tetap centang satu. Entah pengaruh krisis sinyal. Atau memang Samran sedang tidak bisa diganggu.
"Beb, ngapain diem aja? Kesambet ntar!" Wenda tiba - tiba memelukdi Sora manja. Wenda si Manis asli Nganjuk. Dari semua anggota kelompok pengabdian, Sora paling dekat dengan Wenda.
"Nggak apa - apa, Beb. Lagi suwung aja!" Suwung berasal dari bahasa Jawa yang berarti kosong. Bahasa itu saat ini sedang trend di kalangan anak muda Kediri, untuk mengungkapkan bahwa mereka sedang gabut tak ada kerjaan. Dengan kata lain, sedang kesepian, butuh belaian.
Wenda tertawa mendengar jawaban Sora. "Yuk, bantuin Suri masak aja, biar nggak suwung!"
"Oke oke."
***
Samran kembali membalas pesan Sora pukul 22.45 WIB. Sora malas sekali untuk membuka pesan itu. Menyebalkan! Samran sok menjadi orang paling sibuk sedunia hingga tak ada waktu sedikit pun untuk sekadar membalas pesan.
'Boleh kenal?'
Begitu kata Samran.
Sora tak membukanya. Ia justru mematikan ponsel, lalu tidur.
***
Seperti sebelumnya, Sora baru membalas pesan Samran di pagi hari. Sora membalas singkat saja.
'Monggo.'
Yang berarti silakan. Sebagai jawaban atas pertanyaan Samran semalam.
Dan terjadi lagi .... Kembali centang satu. Si Samran itu ... entah benar - benar sibuk. Atau hanya sok sibuk.
Ada pesan masuk dari Ibu.
'Mbak, kira - kira kamu kapan ada waktu buat pulang?'
Mendadak jantung Sora dag - dig - dug tak keruan. Pikirannya segera tertuju pada satu hal. Ini pasti ada hubungannya dengan Samran.
'Insyaa Allah hari Jum'at, Buk. Emangnya kenapa?'
Ibu sedang mengetik pesan balasan.
'Nggak apa - apa. Tadi budenya Samran ke pasar nemuin Bude Liza lagi. Tanya kapan kamu pulang. Soalnya dia mau main ke rumah.'
Sora menarik napas dalam. Berusaha tenang.
'Oke, Buk.'
Oh, iya, kan? Kembali para Bude yang menyampaikan pesan.
Sepertinya Sora harus banyak bersabar dalam perjodohan kali ini. Belum apa - apa Samran sudah memberi sebuah kejutan. Sora benar - benar heran. Kesan pertamanya akan Samran -- selain pendiam dan sok sibuk -- lelaki itu juga ... aneh?
***