Jam 10 tepat, Sora sekeluarga sudah siap menunggu kedatangan tamu agung. Hari ini keluarga Sora formasi lengkap. Pak Fuad, Bu Rahma, Sora, Rashi adik Sora yang bekerja di luar kota, Romi adik Sora yang masuk pesantren, dan juga Zona adik bungsu Sora yang masih SD.
Pak Fuad memang sengaja mengumpulkan semua anggota keluarganya supaya proses perkenalan antara kedua belah pihak keluarga bisa lebih maksimal.
"Si Zona ke mana, sih, tadi? Ntar tamunya dateng, dia belum ada." Bu Rahma kebingungan mencari anak bungsunya yang entah ada di mana.
"Tadi pamit ke rumah Dek Fahira," jawab Romi yang tadi memang dipamiti oleh Zona.
Rumah milik keluarga Sora ini memang dikelilingi oleh rumah saudara - saudara dekat dari pihak Ibu. Di sebelah utara ada rumah Pak Gunawan, kakak ke empat Bu Rahma. Di sebelah barat ada rumah Pak Yanto, kakak pertama Bu Rahma. Dan di sebelah selatan, ada rumah Pak Yusuf, kakak ke lima Bu Rahma.
Di sebelah timur tidak ada rumah, adanya jalan raya. Ya, rumah Sora memang terletak di pinggir jalan raya propinsi, sehingga agak berisik.
Tak jarang Sora harus menyaksikan peristiwa kecelakaan - kecelakaan lalu lintas yang nahas. Semua terjadi tepat di depan rumahnya.
Sementara arah rumah Sora ke barat, sekitar 10 meteran, ada rel kereta api. Lengkap, depan belakang berisik. Dan di rel kereta api itu juga pernah terjadi kecelakaan.
Wajar jika banyak orang menganggap daerah rumah Sora terkenal angker.
Terlebih rumah yang mereka tempati ini adalah rumah warisan dari Kakek dan Nenek Sora dari pihak Ibu. Rumah tua yang sudah ada sejak zaman penjajahan. Penunggunya juga pasti lebih tua dibandingkan yang berada di bangunan - bangunan baru.
Tapi untung lah selama tinggal di rumah itu tak pernah ada peristiwa horor yang berarti. Paling hanya kadang dipanggil seseorang tak kasat mata, atau ada sosok yang menyerupai anggota keluarga.
Biasanya justru tamu sih yang sering dikerjai. Diajak berkenalan mungkin.
Ketika Bu Rahma sudah akan berbalik untuk mencari si Zona, tiba - tiba wanita itu menghentikan langkahnya. Karena muncul sebuah mobil sedan warna hijau metalik, baru saja berbelok masuk ke pelataran rumah.
Tamu agung sudah datang rupanya.
Semua segera menyambut kedatangan mereka dengan ramah. Sudah hilang niatan Bu Rahma untuk mencari putra bungsunya. Nanti juga pulang sendiri pasti.
Pertama - tama Samran keluar dari arah kursi kemudi. Kemudian dari pintu depan samping kiri, ada seorang laki - laki berkumis, mengenakan peci. Dan terakhir, ada seorang wanita berhijab syari. Terlihat cantik dan gaul meski sudah tidak muda lagi. Sora kini tahu dari mana Samran mendapatkan gen super yang Membuat dirinya terlihat begitu mentereng dibandingkan manusia - manusia lain di sekitarnya.
"Assalamualaikum." Laki - laki berkumis yang sudah pasti adalah ayah Samran itu segera mengucap salam.
"Waalaikum salam." Sora dan keluarga bersama - sama menjawab.
"Silakan, Pak ... Bu ... Samran ... silakan ... monggo ...." Pak Fuad langsung mempersilakan tamu - tamunya untuk masuk.
Mereka saling bersalam - salaman. Ibu Samran bahkan melakukan cipika - cipiki pada sesama wanita di sana. Agak canggung, karena Sora sekeluarga tidak terbiasa melakukan hal seperti itu. Pasti karena Bu Harumi, ibu Samran itu, adalah wanita kantoran yang terbiasa melakukan pelukan dan cipika - cipiki pada semua orang.
"Ini ya, yang namanya Mbak Sora?" tanya Bu Harumi selepas melakukan cipika - cipiki dengan Sora.
Sora langsung mengangguk seraya tersenyum. "Iya ..., Bu. Saya Sora." Sora juga agak canggung memanggil Bu Harumi dengan sebutan 'Bu'. Karena tentu saja belum pasti kalau wanita itu kelak akan menjadi ibu mertuanya. Meskipun kemungkinan iya, juga tetap ada.
"Ini ibu saya, ini adik saya Rashi, dan ini Romi, adik saya juga. Sebenarnya masih ada satu adik lagi, tapi masih SD, jadi masih suka main." Sora menjelaskan dan memperkenalkan anggota keluarganya.
"Silakan masuk ...." Sora pun turut mempersilakan tamunya untuk masuk.
Sora merasa canggung juga saat akan bersalaman dengan Samran. Ini adalah pertemuan kedua mereka. Jujur, Sora belum pernah disenyumi laki - laki setampan Samran. Wajar kalau Sora juga jadi salah tingkah.
Samran, Pak Hartawan dan Bu Harumi duduk berjajar lesehan bersandar pada dinding. Sementara Pak Fuad, Sora, Rashi, Romi, dan Bu Rahma juga duduk berjajar, searah dengan pintu masuk.
Situasi menjadi canggung untuk sesaat, karena tidak ada yang memulai pembicaraan.
"Hari ini libur, Pak?" Akhirnya Pak Fuad lah yang pertama membuka pembicaraan, tentu saja sebagai tuan rumah yang baik.
"Iya, Pak. Hari ini libur. Makanya kami langsung ngomong ke Samran kalau sabtu ini kami mau langsung dateng ke sini, untuk kenal dengan Sora dan keluarganya. Nunggu minggu nanti kelamaan. Keburu pengin tahu kayak gimana orangnya Mbak Sora." Sungguh, jawaban Pak Hartawan terdengar sangat jujur dan terlalu apa adanya.
Semua cengengesan mendengar jawaban Pak Hartawan itu.
"Habisnya libur kami nggak tentu, Pak." Kali ini Bu Harumi. "Kadang Sabtu Minggu libur. Kadang hanya hari Minggu saja liburnya. Seperti minggu kemarin, saat Samran ke sini, itu kami masuk hari Sabtu. Sehingga nggak bisa ikut. Sejujurnya kamu juga nggak tahu kalau Samran diajak main ke sini sama Mbak Pangestutik. Menurut ceritanya si Samran sih, tiba - tiba Mbak Pangestutik datang, terus Samran diajak keluar. Eh, ternyata diajak ke sini."
Kesan pertama, ternyata Bu Harumi itu lebih talk active dibandingkan sang suami. Tapu ya bagus, sih. Tandanya Bu Harumi adalah seseorang yang supel, cepat akrab dengan orang baru.
Baru selesai bicara, Bu Harumi sudah akan bicara lagi. Semakin membuktikan bahwa ia adalah seseorang yang talk active.
"Samran ini biasanya nggak mau lho, Mbak Sora, kalau ada yang datang mau ngenalin ke cewek. Dia selalu nolak baik - baik selama ini. Nggak tahu tuh kenapa. Eh, setelah dikenalkan sama Mbak Sora, kok dia keteruan. Nggak nolak sama sekali, malah betah."
Bu Harumi bicara panjang lebar sampai membuka kartu putranya sendiri. Samran langsung menyenggol pundak ibunya itu.
Ditanggapi tawa semua orang. Termasuk Sora tentunya.
Jujur, atas kartu yang dibuka Bu Harumi itu, Sora jadi merasa agak lega. Itu berarti ... bukan dia sendiri pihak yang menyimpan rasa khusus. Melainkan Samran juga begitu.
Bukannya kenapa - kenapa ... sejauh ini kan rencana perjodohan Sora selalu gagal. Sampai - sampai ia pernah kapok untuk dikenalkan dengan seseorang yang lain lagi.
Tempat duduk yang diambil oleh Samran dan keluarga, memang berbatasan langsung dengan jendela, yang terbuka lebar, sehingga pandangan bisa tembus ke area halaman depan.
Dari arah samping mobil mereka, muncul Zona adik bungsu Sora yang sedang mengendarai sepeda kecil. Seperti biasa, saat naik sepeda, Zona memang suka menaik - naikkan bagian depan sepeda, atau yang biasa disebut gaya jumping.
Gaya yang sebenarnya sangat berbahaya, tapi justru sangat disukai oleh anak - anak, karena dianggap sebagai sebuah permainan yang menyenangkan.
Tiba - tiba saja Bu Harumi yang tadinya ceria dan banyak omong, berubah sedih. Ia menangis sesenggukan begitu menatap Zona yang sedang bermain sepeda di depan.
Zona yang menyadari bahwa ternyata tamu agung hari ini sudah datang, langsung turun dari sepeda untuk sekedar bersalaman dengan tamu - tamu itu. Atau ia terancam akan mendapatkan pelajaran dari Bu Rahma nanti. Mengingat sejak pagi ia sudah diwanti - wanti ibunya itu untuk tidak bermain keluar dulu sebelum tamunya datang.
"Assalamualaikum." Zona langsung mengucap salam begitu masuk rumah.
"Waalaikum salam." Dijawab oleh semua orang di rumah.
Bu Harumi semakin gencar saja menangisnya. Ditenangkan oleh Samran dan suaminya.
Sora juga ingin ikut menenangkan, tapi ia masih merasa canggung. Sora hanya berakhir menyodorkan tisu. Sora bingung kenapa mendadak Bu Harumi menangis sesenggukan seperti itu sampai berlinang air mata.
Zona yang juga bingung dengan apa yang terjadi, hanya segera bersalam - salaman dengan pada tamu. Ia bersalaman dengan Samran dulu yang sebelumnya sudah pernah bertemu, lalu pada Pak Hartawan, dan terakhir pada Bu Harumi.
Saat Zona bersalaman itu, Bu Harumi langsung menarik Zona dalam pelukannya, lalu mengecup kedua pipi Zona secara bergantian, seakan melampiaskan rindu yang begitu mendalam.
Zona hanya bisa pasrah. Ingin menolak pun tak enak. Karena wanita itu sedang menangis. Terlebih ia adalah seorang kamu agung.
Selepas puas mencurahkan rada rindu, Bu Harumi membiarkan Zona duduk. Bu Harumi mengambil beberapa helai tisu yang disodorkan oleh Sora untuk menghapus sisa - sisa air matanya.
"Maaf ya, Pak, Bu, Sora dan adik - adik semuanya. Saya jadi terbawa emosi." Bu Harumi meminta maaf sambil berusaha tersenyum.
"Kamu namanya siapa, hm?" tanyanya pada Zona.
"Zona, Bu," jawab Zona.
Bu Harumi lagi - lagi tersenyum. "Kamu mirip sekali sama almarhum anak saya, adiknya Mas Samran. Namanya Mas Gara. Dulu waktu masih SD, Mas Gara juga suka banget naik sepeda kayak kamu. Suka jumping - jumping begitu juga. Ibu jadi inget sama Mas Gara. Maaf ya, jadi bikin kamu bingung. Persis banget sama Mas Gara."
Oh ... begitu rupanya. Bu Harumi ternyata menangis karena menganggap Zona sangat mirip dengan mendiang putra bungsunya, Gara, yang sudah meninggal dunia.
Tapi sepertinya itu hanya perasaan seorang ibu saja. Karena Samran yang sebelumnya pernah bertemu dengan Zona, bersikap biasa - biasa saja. Juga tidak pernah mengatakan apa pun pada Sora tentang adiknya yang mirip dengan Zona.
Sora juga sudah pernah kepo melihat foto - foto Gara di sosial media setelah diberi tahu oleh Samran. Menurutnya Gara juga tidak mirip dengan Zona. Justru sangat mirip dengan kakaknya sendiri yaitu Samran.
Tapi Sora berusaha memahami. Ibu mana yang tidak hancur ketika ditinggal mati oleh anaknya.
Bu Harumi bisa kembali ceria dan hidup dengan baik saja itu sudah merupakan hal yang menunjukkan bahwa ia adalah sosok wanita yang sangat kuat.
***