Calon Suami Atau Bukan?

1073 Words
Sebenarnya yang membuat Sora semakin merasa tak enak adalah ... karena ia menyerobot hari libur Alshad, demi bertemu dengan Samran dan kedua orang tua laki - laki itu. Kira - kira bagaimana perasaan Alshad jika tahu 'acara keluarga penting' yang dibicarakan oleh Sora, adalah bertemu dengan mereka? Alshad pasti akan sangat sakit hati. Ah ... Itu pun kalau ternyata Alshad benar - benar menyukai Sora. Sora merasa denial atas perasaan Alshad padanya. Tapi di saat bersamaan, juga cukup yakin bahwa Alshad memang memiliki ketertarikan khusus padanya. Sudah banyak yang Alshad lakukan untuk menunjukkan bahwa ia memang tertarik pada Sora, bukan? Bahkan jumlah orang yang beranggapan demikian tidak hanya satu dua. Melainkan banyak orang. Pagi - pagi sekali Sora sudah siap dengan tas ransel berisi beberapa barang yang mungkin ia butuhkan. Ia juga tak lupa memakai jaket dan beberapa perlengkapan bermotor lainnya. Ia berpamitan pada Dana dan Wenda, dan beberapa teman lain yang kebetulan sedang ada dan tidak sibuk. "Lho ... Sora ... kamu mau ke mana?" tanya Intan yang juga sudah bersiap untuk pulang. Sora tersenyum tipis. "Aku mau pulang, Tan." Yuniar yang juga bersiap untuk pulang justru mengernyit. "Lho ... Pulang? Bukannya minggu kemarin kamu udah dapat jatah pulang?" Sora mengangguk. "Iya. Tapi minggu ini ternyata aku ada kepentingan lagi yang nggak bisa ditinggalkan." Sora menjelaskan dengan baik - baik. Heni nampak tidak suka, iri mungkin. "Ya nggak bisa gitu, dong. Kan kesepakatan dari awal, kita semua hanya dapat jatah pulang 1 kali dalam 1 bulan masa KKN. Aku yang udah nikah dan punya anak aja mematuhi aturan itu kok. Meski harus nahan rindu teramat sangat ke anakku. Kok kamu malah seenaknya sih, Sora. Padahal kamu wakil ketua KKN lho." Heni memang satu - satunya Anggota KKN di kelompok mereka yang sudah berumah tangga, dan juga memiliki seorang putra yang masih kecil. Wajar jika Heni tidak suka jika Sora mendapatkan keitimewaan. Tapi Sora tetap berusaha menjelaskan dengan baik. "Iya, Mbak Heni. Mohon maaf sebelumnya. Tapi aku pulang bukan dengan sembarangan dan tanpa aturan. Aku udah deal rolling sama salah satu anggota yang dapat jatah libur hari ini. Dan dia sudah setuju. Jadi nggak ada masalah, kan? Toh aku pulangnya nggak dua hari kok. Hanya hari ini. Besok aku sudah kembali, dan gantian seseorang itu yang mendapatkan giliran liburnya." Sora tetap menjelaskan dengan baik, karena ia berusaha menghormati Heni yang sudah menikah. Ternyata meski Sora sudah menjelaskan situasinya, Heni tetap kurang terima. "Harusnya nggak bisa gitu, dong. Kalau kamu bisa pulang lebih dari 1 kali, berarti aku juga bisa dong?" Sora ingin sekali menjawab. Tapi ia takut terbawa emosi. Syukur lah ada Dana dan Wenda yang mendampingi Sora sejak tadi. "Maaf ya, Mbak Heni. Nggak apa - apa kok kalau Mbak Heni mau pulang lebih dari 1 kali, sama seperti Sora. Tapi juga harus mematuhi aturan yang sama. Yaitu ada anggota kelompok yang dapat jatah libur, rela memberikan jatahnya itu pada Mbak. Cuman itu, sih, syaratnya." Wenda yang menjawab. Dana menambahkan. "Sora lagi hoki tuh, karena ada temen kita yang baik banget sehingga mengerti situasinya. Memahami. Tidak menghakimi. Semoga ya ada lagi yang sebaik teman kita itu, sehingga minggu depan, atau minggu depannya lagi, Mbak Heni bisa pulang lagi." Heni nampak tak suka dengan jawaban - jawaban bantuan dari Dana dan Wenda itu. "Memangnya siapa sih teman kita yang mau rolling sama kamu, Sora?" tanyanya. Sora menggeleng. "Mohon maaf Mbak Heni. Sepertinya itu nggak perlu dikasih tahu, ya. Toh orangnya juga nggak dapat jatah libur dua kali. Jadi dia udah nggak bisa diajak rolling lagi." Heni semakin kesal saja dengan jawaban - jawaban dari Sora. Tapi Heni tidak nyolot lagi. Ia hanya segera pergi mendahului Sora. Diikuti oleh Intan dan Yuniar yang juga tampak tak suka, merasa ini semua tidak adil. "Duh ... belum - belum udah ada yang nyolot aja, nih. Nggak kebayang gimana huru - haranya posko saat aku balik besok." Sora tampak khawatir. "Udah, Sora ... Nggak usah dipikirin. Kita pasti bakal meredam suara - suara bising itu. Iya, kan, Dan!" Wenda menyenggol lengan atas Dana. "Yoi!" sahut Dana kemudian mengajak Wenda tos. Sora tersenyum karena kesolidan kedua sohibnya itu. "Makasih ya, Guys. Nggak tahu gimana jadinya kalau nggak ada kalian." "Uluh ... uluh ...." Mereka bertiga pun kemudian berpelukan singkat. "Jangan lupa makasih juga sama si Alshad lho," bisik Wenda. Sora tersenyum kikuk. "Udah, kok. Ya udah, aku balik sekarang, ya. Keburu makin siang nanti." "Oke - oke ... hati - hati ya Sora." "Usahain ada dokumentasi, ya. Biar aku bisa lihat muka Mas Samran yang jelas," pesan dari Dana tentu saja. Sora hanya mengangguk. Kemudian langsung naik ke atas motornya dan tancap gas. *** Sora sampai di rumah sekitar jam 8 pagi. Mendengar suara deru motornya, Bu Rahma langsung memburu lari ke depan. Ia terlihat berkeringat sambil membawa sebuah suthil alias spatula di tangannya. "Assalamualaikum." Sora langsung mengucap salam begitu turun dari motor. "Waalaikum salam," jawab Bu Rahma cepat - cepat. "Nduk ... Tadi Ibuk chat kamu belum dibalas lho. Jadi nanti Samran dan orang tuanya mau datang jam berapa?" "Sora masih di perjalanan, makanya belum bales, Buk," jawab Sora seraya melepas helmnya, lalu cium tangan pada Bu Rahma. "Kata Samran sih nanti sekitar jam 10 pagi, Buk." Bu Rahma tampak sangat lega. "Astaga ... syukur deh kalau gitu. Ibu pikir bakal dateng pagian. Mana Ibuk belum selesai masak. Nggak ada yang bantuin soalnya." "Ya udah, habis ini Sora bantuin. Ibu masak apa sih, Buk? Biasa aja sih masaknya, jangan kayak orang hajatan." Sora mewanti - wanti. "Masak apa sih, Sora ... cuman mau bikin urap daun kenikir, sama ayam kecap pedes. Sama goreng tahu dan beberapa camilan lain." Sora hanya mengangguk - angguk mengerti. Selepas ganti baju, Sora cuci tangan dan mengikat rambut panjangnya. "Oke, Sora harus ngapain sekarang, Buk?" tanyanya begitu sampai di dapur. "Tuh, petik - petik dulu aja kenikirnya, terus parut kelapa ya." Bu Rahma menunjuk satu gepok kenikikir yang sangat besar dan banyak di atas meja. Sora langsung melotot. Tapi di saat bersamaan ia juga sadar. Saat sudah jadi urap nanti, kenikirnya sudah akan banyak menyusut. "Di mana beli kenikir segini banyak?" tanya Sora. "Nggak beli itu. Gratis. Dapet dari Bu RT baru aja panen. Ya dimanfaatin aja. Momen nya pas sama kedatangan calon besan." Bu Rahma terkikik menjelaskannya. Sora antara ikut terkikik dan tersenyum miris. Astaga ... ibunya santai sekali sebut - sebut calon besan. Sementara Sora sendiri masih ragu. Sebenarnya Samran itu sudah bisa dibilang sebagai calon suaminya atau belum? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD