Pemuda Gila

1331 Words
Semua anggota KKN yang tersisa di posko menunggu dalam diam dan cemas. Mereka kompak berada di teras, menunggu para anggota laki - laki datang, dengan membawa si kurang ajar yang selalu mencoba mengganggu mereka tanpa ada kapok - kapoknya. Terdengar suara riuh dari arah kanan. Merasa itu berasal dari teman - temannya, para gadis itu langsung berbondong - bondong mengintip. Benar. Ternyata itu mereka. Mereka berjalan seperti raja jalanan yang baru saja menyingkirkan seekor tikus got. Ada sosok asing yang mereka pegangi supaya tidak kabur. Dia lah sang biang kerok. Seseorang yang semakin dekat jaraknya, semakin kelihatan pula wajahnya. Betapa terkejutnya para gadis itu, saat tahu tikus yang sudah mengganggu mereka itu ternyata adalah .... "Itu bukannya Mas Hasi, ya!" celetuk Noura tiba - tiba. "Iya, itu Mas Hasi. Astaga ... nggak nyangka, ya. Ternyata dia sejak awal udah suka cari masalah sama kita. Sok - sok pura - pura baik saja kita pula. Sialnya kita ketipu!" Suri marah - marah dengan aksen Medan - nya yang begitu kental. Sora, Wenda, dan Dana bahkan sudah tidak bisa berkata apa - apa lagi. Sejak awal Hasi datang malam itu, mereka sudah bisa merasakan aura horor di balik sikap sok baiknya. Dan ternyata ... firasat mereka benar. Bahkan jika dilihat dari motornya, Hasi juga lah yang suka mengintip di posko wanita sejak awal KKN sampai hampir berakhir. Hingga diadakan piket baru, para laki - laki bergilir menemani anggota kelompok wanita, untuk melindungi jika sewaktu - waktu si pengganggu datang lagi. Ternyata ... astaga ... Hasi ternyata lebih gila dari yang pernah mereka pikirkan sebelumnya. Alshad dan Fajar bergantian mendorong Hasi sampai masuk ke dalam posko. Dan laki - laki itu jatuh tersungkur ke lantai, saking keras Alshad mendorongnya. Alshad nampak begitu marah, kesal, benci setengah mati pada manusia tak bermoral itu. "Ayo, semuanya masuk! Tutup rapat pintunya setelah semua masuk!" seru Alshad. Sejauh yang mereka tahu, Alshad adalah sosok penyabar dan selalu menyenangkan. Saat Alshad sampai tak bisa menahan amarah seperti ini, sudah bisa dipastikan jika rasa marahnya sudah tak terbendung lagi. Aura kemarahan Alshad begitu dominan. Sehingga semua orang langsung melakukan apa yang ia inginkan. Sora, Wenda, dan Dana menyelinap di balik kerumunan. Hingga mereka berada di barisan terdepan, untuk bisa melihat apa yang sedang terjadi dengan jelas. Betapa terkejutnya semua orang setelah melihat keadaan Hasi dalam kondisi terang seperti ini. Ternyata Hasi sudah babak belur separah itu. Pantas saja Hasi hanya pasrah ketika dipegangi dan diarak ke posko. Tidak melakukan perlawanan sama sekali. Karena ia memang sudah tidak mampu. Saat ini saja Hasi masih tetap berada dalam posisi tersungkur, sejak didorong masuk oleh Alshad tadi. "Sekarang buruan lo akuin semua perbuatan nggak bermoral lo itu! Kalau sampai lo nggak ngaku - ngaku juga, gue habisin lo malam ini juga!" Alshad menunjuk - nunjuk muka benjut Hasi, sambil menarik kerah kaosnya. Hasi bukannya menjawab justru meludah. Tapi ia tidak berani meludahi Alshad. Terlihat dari sorot matanya, ia takut. Tapi masih tersisa jiwa memberontak dalam dirinya. Hasi meludah ke samping. Ludahnya berwarna merah, bercampur dengan darah. Terlihat jelas warna Merahnya karena ubin lantai posko ini berwarna putih. "Apa yang harus gue akuin, ha? Oke ... gue emang lempar batu sampai mecahin kaca tadi. Tapi bukan gue yang lakuin apa yang lo tuduhkan tadi. Bukan gue yang suka ngintip dan mata - matain cewek - cewek di sini." Hasi bersikeras tidak mau mengakui perbuatannya, meski tubuhnya sudah babak belur seperti itu. Alshad semakin tersulut saja emosinya. Hingga ia langsung melayangkan satu bogem mentah lagi pada muka Hasi. Membuat pemuda itu semakin kehabisan tenaga. Semakin lemas. Semakin babak belur. Beberapa mahasiswa langsung mengeluarkan ponsel untuk merekam semua yang terjadi, sebagai bukti jika masalah ini berakhir menjadi lebih serius. "Lo ngaku, atau lo mati di tangan gue malam ini juga?" Alshad menarik kerah kaos Hasi lagi. "Kalau bukan lo yang lakuin itu, lalu siapa? Jelas - jelas lo pakai motor yang sama dengan si 'c***l itu." "Lo bisa aja salah lihat." Hasi masih belum menyerah. "Nggak mungkin salah lihat kalau saksinya ada banyak. Kalau temen - temen gue nggak lihat, ya gue nggak bakal ngotot nyuruh lo ngaku kayak gini!" Hasi menyeringai. "Jangan sok jago lo. Gue dari tadi diem nggak ngelawan karena gue masih segan. Tapi gue udah hilang kesabaran. Oke ... emang gue gang suka ngintip mereka, emang gue yang suka mata - matain posko ini. Gue pengin cari celah biar gue bisa dapat sedekah keindahan dari cewek - cewek cantik di sini. Terutama dia ... cewek yang lo suka." Hasi tanpa ragu menunjuk Sora. Alshad semakin geram. Semakin emosional. Ia semakin keras menarik kerah kaos Hasi. Hasi menyeringai. "Karena gue nggak dapat kesempatan untuk cari celah lagi, karena kalian para cowok berusaha melindungi cewek - cewek itu ... gue mikir keras gimana caranya biar tetep bisa dapat akses ke kalian. Ya udah, gue manfaatin aja organisasi desa yang gue pimpin. Gue melancarkan aksi dengan menawarkan bantuan ke Kiki di Masjid. Nggak gue sangka - sangka, si Kiki bego itu langsung makan umpan gue. Gue nggak nyangka bakal semudah itu. Gue pikir bakal susah dikit. Mana gue minta nomor si Wenda langsung dikasih. Haha. Seneng banget gue. "Sayangnya ... usaha gue buat deketin Wenda terhenti karena nomor gue diblok. Dan saat gue usaha buat deketin target utama gue, malah lo hentiin gue. Lo bikin gue kehilangan muka di depan Sora. Gue benci banget sama lo. Harusnya batu tadi gue lempar ke muka lo. Bukan ke jendela. Biar sekalian. Orang yang berusaha ngerusak jalan gue, lenyap langsung dari dunia. Kenapa lo terus berusaha deketin Sora, hah? Sora tuh nggak suka sama lo. Cinta lo bertepuk sebelah tangan. Dasar bego!" Hasi masih sempat - sempatnya menyeringai lagi setelah mengakui semua perbuatan b***t nya. Seperti bom waktu yang kini sudah meledak. Alshad langsung kehilangan kendali. Ia tak ragu melayangkan pukulan secara membabi buta pada Hasi. Awalnya semua anggota kelompok hanya diam. Karena menurut mereka, pukulan Alshad mewakili rasa benci mereka pada Hasi. Tapi lama - kelamaan, mereka mulai berusaha menghentikan Alshad. Namun Alshad yang dikuasai amarah benar - benar kuat dan tak terkendali. Semua orang terkejut. Mereka baru tahu Alshad memiliki sisi yang seperti ini. "Alshad ... stop!" Teriakan itu ... sebuah teriakan dari mulut gadis yang paling istimewa di hati Alshad. Cukup untuk membuat Alshad menoleh sesaat. Namun kemudian melanjutkan pukulannya. "Alshad ... sudah cukup .... Hasi bisa mati di sini kalau kamu terus pukul dia. Jangan kotori tangan kamu demi cowok nggak bermoral kayak Hasi gila itu. Sudah cukup, dia sudah babak belur, sudah nggak ada tenaga untuk melawan. Lebih baik kita serahkan saja Hasi pada yang berwajib." Ucapan Sora itu berhasil membuat Alshad berpikir. Sebuah pukulan yang hendak Alshad layangkan pun terhenti. Tangannya masih terkepal di udara. Merasa ucapan Sora benar, Alshad pun langsung melepaskan cengkeramannya dari kerah kaos Hasi. Dan Hasi langsung terkulai di lantai. Keadaannya semakin memprihatinkan. Semakin menyedihkan. Tanpa bicara apa pun, Alshad lalu berlenggang pergi dari sana. Sora dan yang lain memandanginya. Namun tak ada yang berusaha mencegahnya pergi. Karena Alshad pasti butuh waktu untuk sendiri, untuk sekadar menormalkan kembali emosinya. Sora terdiam sambil terus memikirkan Alshad. Alshad sampai semarah itu pada Hasi. Sampai hampir menghilangkan nyawa pemuda gila itu. Apa Alshad marah untuk dirinya? Apa Alshad memukuli Hasi untuk dirinya? "Sora ... menurut kamu gimana? Kita langsung telepon polisi, atau hubungi dosen, atau gimana?" Kiki bertanya pada Sora karena ia benar - benar tidak tahu harus bagaimana. Ia benar - benar tak menyangka jika kejadian seperti ini akan ia alami. Sora menggeleng. "Di depan balai desa kan ada rumah Pak Modin desa ini. Nggak terlalu jauh kan. Kita bawa si Hasi ke sana aja. Lalu kita jelaskan semuanya kepada beliau. Tadi juga banyak teman - teman yang merekam. Kita serahkan saja Hasi ke sana. Kita akan lihat bagaimana saran dari Pak Modin nanti." Ucapan dari Sora itu langsung disetujui oleh Kiki dan semua orang. Fajar, Kiki, dan anggota laki - laki lainnya langsung mengangkat tubuh kerempeng Hasi. Dan mereka bersiap berjalan ke rumah Modin desa saat ini juga. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD