"Assalamualaikum."
Sora yang tiba - tiba muncul dari arah dapur mengagetkan Wenda dan Dena yang sedang asyik nonton televisi.
Dena dan Wenda langsung menoleh secara otomatis.
"Waalaikum salam." Mereka menjawab salam hampir bersamaan.
"Akhirnya dateng juga kamu!" seru Dana.
"Mana ... mana ... sini pajeknya." Wenda malah langsung serobot minta pajak.
"Astaga ... belum juga aku taruh tas, belum duduk, belum lepas helm." Sora geleng - geleng saking tak percaya dengan kelakuan bar - bar dua temannya itu.
Mana Dana dan Wenda hanya cengengesan saja tanpa rasa bersalah sama sekali.
"Eh, kamu ditungguin Alshad lho tadi di depan. Udah ketemu belom? Kasihan lho dia mau pulang aja nungguin kamu. Temu kangen dulu sebelum pisah lagi sehari. Ihiiiierrrr." Wenda cekikikan sendiri setelah menyatakan itu. Benar - benar pendukung kapal Sora - Alshad sejati.
"Udah ketemu kok tadi. Dia tuh nggak nungguin aku. Dia cuman mastiin aku udah balik sebelum dia pulang. Biar jumlah anggota kelompok yang pulang tetap 5. Begitu!" Sora berusaha mengelak, tidak menerima keterangan dari Wenda.
Sora ikut duduk di depan televisi tabung kecil nan jadul berukuran 14 inci itu. Bukan untuk nimbrung menonton acara talk show. Tapi untuk mengeluarkan pajak yang susah ia janjikan pada Wenda dan Dana.
Sora sibuk membuka tas dan merogoh - rogoh isinya. Sementara menunggu Sora, Wenda kembali nyerocos, mengeluarkan jurus Sora - Alshad shipper - nya.
"Halah ... kamu tuh jangan Denial gitu, Sora. Udah jelas si Alshad tadi nungguin kamu karena kangen. Meski alesan yang kamu sebutin tadi juga bener. Tapi itu hanya alasan sampingan. Alasan utamanya, ya karena kangen!" Wenda benar - benar ngeyel.
"Kamu tuh kok ngeyel sih Wen. Jangan sok tahu kenapa. Bener - bener, deh." Malah Dana hang nyolot menjawab ucapan Wenda. Sebagai shipper Sora - Samran sejati, ia tidak terima kalau Wenda terus mendoktrin Sora dengan Alshad. Bisa - bisa Sora tersugesti dan balik membalas cinta Alshad Nantinya.
"Apaan sih, Dan. Namanya juga lagi usaha. Apa aku salah dukung temen aku bareng sama calon jodoh terbaik buat dia?" Wenda masih tidak mau kalah.
"Jodoh terbaik apaan. Ya si Samran itu calon jodoh terbaik buat Sora. Bayangin Cuy, udah dateng ke rumah bawa orang tuanya. Kenalnya lebih dulu Alshad dari pada Samran. Tapi Samran lebih gercep, Say. Sorry aja ya." Dana menang telah atas perdebatannya dengan Wenda kali ini.
Karena terbukti Wenda tidak bisa menjawab apa - apa lagi. Hanya saja mulutnya mecucu maju saking kesalnya pada si Wenda.
"Kalian tuh bisa nggak sih, sebentar aja nggak udah ribut. Ribuuut melulu kerjaanya kayak Tom and Jerry. Nggak cape apa." Sora mengomel pada mereka sambil mengeluarkan buah - buahan yang dibawakan Samran kemarin dari dalam tas.
"Nih ... buat kalian." Sora mengeluarkan dua buah apel fuji, dua buah jeruk mandarin, dan dua buah pisang kavendis warna kuning.
Mata Wenda dan Dana langsung berbinar - binar menatap buah - buahan segar yang pasti sangat enak dan krenyes - krenyes di mulut itu.
Mereka langsung menyomot semuanya sampai rebutan. Padahal sudah jelas masing - masing buah ada dua. Tinggal mereka bagi secara adil. Tapi ternyata yang namanya Dana dan Wenda, tidak ditakdirkan untuk hidup dalam damai.
Sora lagi - lagi geleng - geleng tak percaya karena kelakuan ajaib dua temannya itu.
"Kamu katanya nggak setuju Sora sama Samran. Lah ... kok malah buah dari Samran kamu serobot semua, malah kamu ambil lebih banyak dari aku?" Dana protes besar - besaran.
"Siapa bilang aku nggak setuju Samran berjodoh sama Sora. Aku kan cuman memilih yang terbaik di antara yang baik. Kalau nyatanya Sora jodohnya sama Samran ... ya aku bisa apa?" Wenda memeluk erat buah - bua itu.
"Dasar rakus!"
"Biarin."
Duh ... ingin rasanya Sora mengambil peluit, lalu membawa dua gadis di hadapannya ini ke ring tinju. Ya, dari pada hanya adu mulut, kurang seru. Lebih baik sekalian disuruh duel saja.
"Sora ... kayaknya di keranjang kemarin ada banyak deh buahnya. Ada pir, anggur merah. Ada buah naga juga. Kok kamu bawanya cuman ini." Dana malah mengajukan protes.
"Astaga ... udah syukur dibawain. Masih protes pula kamu!" Wenda langsung mengomeli Dana yang menurutnya terlalu tak tahu diri.
Sora terkikik karena protes Dana. "Sorry ... sorry ... adek aku lagi di rumah semua. Pada doyan juga ternyata sama buahnya. Tadi pagi sebelum berangkat aku langsung angkut yang tersisa, sebelum diembat juga sama mereka." Sora menjelaskan situasi yang sebenar - benarnya.
"Udah Sora ... jangan dengerin si Dana. Emang nggak tahu diri dia tuh. Tadi juga di depan si Alshad ... duh ... dia keceplosan ngomong. Parah banget emang." Wenda melaporkan kejadian tadi pada Sora.
Sora langsung mengernyit. Keceplosan? Sora seketika teringat dengan ucapan aneh Alshad yang sama sekali tak ia mengerti. Namun ia menahan diri untuk tidak langsung bertanya pada Alshad. Karena ia tahu asa yang tidak beres.
Terima kasih lada intuisi seorang penulis yang begitu kuat, yang dimiliki oleh Sora.
"Keceplosan ngomong apa, Wen?" tanya Sora. Ia sekilas menatap Dana yang hanya bisa diam menunduk.
"Itu ... tadi Dana masa keceplosan kalau kamu habis ketemu sama camer. Alshad langsung kaget lah. Dia langsung tanya ke kami apakah kamu udah punya calon suami, kok ketemu calon mertua. Terus aku jawab, dia salah denger. Bukan camer. Tapi Almer. Aku bilang ke dia kalau adik kamu namanya Almer. Kalian udah lama nggak ketemu. Makanya kamu kangen banget sama Almer. Begitu."
Wenda menjelaskan dengan menggebu - gebu.
Namun itu sama sekali tidak sepadan dengan ekspresi Sora saat ini.
Sora diam dengan mulut sedikit terbuka saking tak percaya dengan apa yang baru saja dijelaskan oleh Wenda.
Tidak ... tidak .... Sora tidak marah. Sora juga tidak menyalahkan siapa pun. Ia bahkan salut pada Wenda yang langsung kepikiran sebuah ide fantastis dengan menciptakan nama baru yang keren.
Hanya saja ... aduh ....
Sora hanya bisa terdiam. Membayangkan bagaimana reaksi Alshad tadi.
Astaga ... ini benar - benar menyimpang jauh dari ekspektasi Sora sejak awal.
"Eh, Sora ... kok malah ngelamun sih." Wenda sibuk berusaha mengembalikan Sora ke dunia nyata. "Kamu tiba - tiba dapat ilham buat nulis cerita, ya? Kok ngelamun gitu." Wenda cengengesan.
Sora ikut cengengesan. Meski itu palsu. "Hehe ... nggak ... nggak apa - apa kok."
"Sora ... maaf ya. Aku tadi benar - benar keceplosan. Maaf banget ...." Dana meminta maaf dengan tulus pada Sora.
"Udah ... nggak apa - apa, Dan. Santai aja. Toh udah beres juga masalahnya." Sora lagi - lagi tersenyum. Dan masih sebuah senyuman palsu.
Dan pikiran Sora masih sibuk membayangkan bagaimana ekspresi Alshad saat Dana keceplosan tadi.
***