“Sayang ... aku merindukanmu!” seruan itu terdengar memekakkan telinga. Aileen yang berdiri di ambang pintu istana, melihat dengan mata kepalanya sendiri, bahwa pemuda yang selama ini ia kagumi secara diam-diam, ternyata sudah memiliki tambatan hati. Tanpa sadar, pelupuk matanya berair. Dadanya teramat sesak, mengetahui kenyataan yang baru saja menamparnya. Aileen memilih meninggalkan tempat, ia tak peduli dengan berbagai macam reaksi orang lain mengenai ha itu. Kini, ia lebih mementingkan hatinya sendiri. Ia berjalan memasuki istana yang sepi, sebab ia sangat yakin, jika para prajurit dan pelayan sedang menyaksikan sepasang kekasih yang mungkin—sudah lama tak bertemu, ya itu yang Aileen tahu. Ia menatap ke arah ruangan singgasana milik ayahnya, ingin rasanya ia menumpahkan segala resah