XXXL 1 ~ AURORA - FIRST MEET

1547 Words
Pernah melihat bagaimana seorang wanita super seksi berlari tergesa-gesa melewati keru    unan orang di pusat perbelanjaan? Jangan membayangkan kalian akan melihat seorang Skinny Woman dengan rambut panjang terurai, yang akan kalian lihat hanyalah seorang Super curvy woman a.k.a wanita gendut yang sedang kesulitan berlari meniti elevator, dan wanita itu adalah Aku.         Dengan tergesa memasuki salah satu mall di tengah ibu kota. Tubuh gendutku tanpa sengaja menyenggol beberapa orang yang berada di sekitar. Terdengar suara teriakan, hardikkan bahkan cacian dari  beberapa orang itu  mencemooh tubuh gendutku, namun  tak kupedulikan. Aku sudah terbiasa mendengar cemoohan mereka, seolah orang yang memiliki tubuh gemuk memiliki penyakit yang berbahaya. Apakah wanita yang memiliki tubuh proposional akan mendapat perlakuan yang sama seperti yang aku dapatkan?. Nafasku terengah-engah saat sampai di lantai dimana Café tempat janjian dengan kedua sahabatku berada. Kupercepat langkah kaki saat melihat papan nama café yang aku tuju, hingga  tanpa sengaja tubuhku menabrak seorang pria yang tiba-tiba melintas di hadapan. Kontan saja, tubuhku oleng. Kupejamkan mata membayangkan tubuh gendutku akan jatuh tergelatak di lantai sembari menghitung dalam hati  “Satu... dua.. tiga,” batinku sembari terus menutup mata. Aku merasa bingung saat tidak merasakan bunyi ataupun rasa sakit karena terjatuh ke lantai. Perlahan aku membuka hingga tanpa sengaja tatapanku menatap mata coklat seorang pria yang menahan tubuh gemukku, layaknya adegan The Heirs dimana Kim Tan menahan tubuh Cha Eun Sang yang hendak terjatuh dari kursi. Bedanya Cha Eun Sang dalam drama Korea itu kurus, sedangkan Aku. Seperti yang aku katakan tadi. Kutatap mata elang pria itu, menelusuri wajah tampannya, alis matanya yang tebal, rahangnya yang tegas, Bibirnya yang seksi mengulas senyum yang membuatku terpana. Aku meneguk air liur mulai membayangkan bagaimana bila bibir sensualnya bermain di bibirku. Oh my Gosh, Aku benar-benar terpesona dengan pria itu. "Are you okay, miss?" terdengar suara husky pria itu menanyakan keadaanku. Sebut saja aku gila. Bagaimana mungkin hanya dengan mendengar suaranya seperti ini aku merasakan oksigen yang ada di sekitarku menghilang sehingga membuatku tak dapat bernapas. Suara itu adalah suara yang aku impikan untuk menjadi pemilik hatiku. "Hello, Miss. Are you okay?" terdengar sekali lagi suara pria itu menyadarkanku dari lamunan. "Eh, I'm okay.” Dengan segera aku bangkit dari keterpakuan, lalu membenarkan pakaianku yang terlihat sedikit berantakan. "Saya minta maaf. Saya tidak sengaja menabrak anda tadi," ucapku bersungguh - sungguh. "Ah, tidak apa-apa, saya juga salah tidak melihat jalan tadi," ucapnya membalas perkataanku seraya kembali menampilkan senyumannya yang kembali membuatku terpesona. Terdengar suara Mamacita, super junior dari hapeku membuatku tersadar lalu mengambil handponeyang berada di tas kerja. Mia's Calling "Lo dimana?' "Ini udah mau nyampe kok, lagi di depan pintu" "Iya, iya, ini mau masuk." Aku mematikan panggilan teleponku lalu kembali menatap pria yang tidak sengaja aku tabrak tadi. "Sekali lagi saya minta maaf, permisi saya sedang terburu – buru." Aku meninggalkan pria itu yang terus menatapku dengan tatapan bingung, Jika saja Mia dan Astrid tidak menunggu sekarang, aku pasti bersedia ngobrol lebih lama dengan pria tampan itu. "Lama banget sih, Ra?" ucap Mia menatapku sebal "Sorry.Banyak laporan yang harus aku handle tadi, kasian ngeliat Pak Rudi ngerjain sendirian." Jelasku sembari meletakkan p****t seksiku ini ke kursi di depan mereka. "Pantesan keliatan capek banget.” Astrid  menyodorkan ice lemon tea yang kuambil dengan senang hati. "Lo tau banget kalo gue haus, Trid," ucapku meminum ice lemon tea yang diberikannya sambil menatap kearah pintu masuk Cafe ini. Tak seberapa lama, mataku melihat  pria yang menabrakku tadi memasuki Cafe ini, lalu melambaikan tangan kepada kedua laki - laki yang ku yakini sebagai temannya. Oh my god, mataku kembali terkontaminasi melihat tubuh atletisnya yang tercetak jelas dari kaos T-shirt hitam yang ia kenakan. d**a bidangnya membuatku ingin memeluk dan merasakan bagaimana hangat dekapannya membalut tubuhku. "Hallo, Ra. Lo ngeliatin apa,sih?" Panggil Mia membuyarkan lamunanku tentang pria seksi tadi. "Eh, Nggak kok. Nggak ada apa – apa," ucapku sambil menatap kedua sahabatku. "HRD nggak tau, ya Siapa Direktur keuangan yang baru?" tanyaku pada Astrid yang asyik mengaduk Frapucinnonya. Astrid yang notabene Asisten manager HRD mungkin mengetahui tentang Direktur keuangan yang akan menggantikan Pak Rudi,Direktur Keuangan perusahaan kami bekerja dalam beberapa hari akan menjalani masa pensiunnya. "Anak Direktur Utama katanya. Baru nyelesein magisternya di Oxford, terus di tarik kesini." "Masih muda dong,Trid?" timbal Mia dengan bersemangat. "E’em," angguk Astrid. "Enak banget lo, Ra. Dapet Atasan muda kayak gitu. Kali - kali aja genteng, Ra. Coba atasan gue kayak gitu," ucap Mia lesu mengingat Manager marketing tua bangka yang sering menggodanya itu. Aku, Astrid dan Mia bekerja satu kantor di Kusuma Co. walau berbeda Divisi. Persahabatan kami terjalin sejak awal masa kuliah di salah satu universitas negeri ternama di Ibu kota. Mereka berdualah yang membantu menghilangkan trauma masa lalu, merangkulku saat aku minder terhadap diriku yang berbeda dari gadis kebanyakan. Mereka menawarkan persahabatan yang tanpa pamrih yang akhirnya membuatku percaya diri akan kemampuanku yang berada di atas gadis kebanyakan yang hanya bermodalkan fisik sempurna yang mereka miliki. Astrid dan Mialah yang menyadarkanku bahwa otak yang kumiliki akan membuatku lebih baik dari gadis-gadis plastik itu. Aku mendesah pelan mengingat bagaimana gendutnya tubuhku dengan tinggi 163 cm, memang di atas tinggi perempuan Indonesia, tapi dengan berat badan yang kelebihan 25 kg untuk mencapai bentuk tubuh ideal membuatku terlihat begitu lebar. Yah, walaupun tubuhku tak segendut perempuan bule di film Big Mama. “Udah mesen?" "Belum. Baru mesen minum. Nungguin lo ,Ra," ucap Astrid membuatku tersenyum cerah "Katanya Lasagna di sini enak banget loh, Ra," timbal Mia menyodorkan menu makanan andalan café ini. “Gue Salad aja, deh kayaknya, Mi." Aku menutup buku menu itu saat melihat makanan-makanan penuh kalori yang terpampang di sana. Mataku kembali menerjab melihat apa yang terpampang di meja. Aku menelan air liurku saat melihat macaroni schotel, lasagna, tanderloin steak, spaghetti, salad dan berbagai makanan lainnya. Jangan heran dengan pesanan kami yang banyak, selain aku. kedua sahabatku juga seorang Food Hunter. Kami terbiasa hunting tempat makan yang unik dan menarik sepulang kuliah, walaupun kadang - kadang aku binggung kemana kalori yang mereka, berbeda denganku, setiap kalori yang aku makan pasti akan bertahan ditubuh gemuk ku seakan enggan pergi menjauh. "Beneran nggak mau makan, Ra?" Tanya Astrid menikmati spaghetti yang dia pesan. AKu mengelengkan kepala lemah sambil melihat tatapan heran pengunjung Cafe ini melihat selera makan kedua sahabatku. Tanpa sengaja, mataku melihat pria yang membuatku terpesona tadi Matanya menatap kagum ke arah meja kami. “Mungkin, dia kagum melihat cara makan kedua sahabatku yang luar biasa,” batinku mulai berujar. Aku terpaku saat tanpa sengaja mata kami bertemu. Mata elangnya membuatku kembali terpesona.Iris matanya yang coklat membuatku terhanyut. Napasku tercekat saat melihat ia tersenyum. Kurasakan pipiku menghangat ,reflek kualihkan pandangan ke arah kedua sahabatku. “Lo kenapa?” tanya Mi memandangi wajahku yang kuyakini mirip buah tomat sekarang. "Ehm. Nggak pa-pa, Mi.” Dengan cepat aku meminum ice lemon tea untuk menetralisir rasa gugup yang kurasakan. "Lo dari tadi minum aja, Nggak makan? kenapa lagi?" Tanya Astrid khawatir melihatku sedari tadi hanya meminum minumanku tanpa menyentuh sama sekali makanan yang mereka pesan. "Nggak pa – pa. Lagi mikirin urusan kantor. Ending - endingnya nggak mood makan.” Kuhembuskan napasku dalam. Maafkan aku berbohong,Guys. Aku tidak mungkin jujur mengatakan kepada mereka bahwa aku sedang mengkhawatirkan berat badanku yang terus naik akhir-akhir ini. Astrid dan Mia menatapku  penuh selidik. Mereka pasti akan mengetahui kebohonganku. Persahabatan kami yang sudah terjalin selama 5 tahun  membuat kami mengetahui kebiasaan satu sama lain,termasuk saat kami berbohong. "Jangan Bohong,Ra. Gue tau, bukan itu yang lo pikirin sekarang. Lo  tu kalau stress bukannya nggak mau makan, malah jadi banyak makan buat ngelampiasin rasa stress."Gezz, aku lupa akan kebiasaanku yang satu itu, aku memang nggak bisa bohong dengan mereka. "Lo masalahin berat badan lo lagi ya,Ra? " terka Astrid membuatku terdiam lalu mengangguk lemah. Akhir - akhir ini, pekerjaanku memang menumpuk, deadline, laporan keuangan, dan masih banyak lagi menyebabkan aku harus banyak membuka lagi tempat makanan ringan yang kusembunyikan. "Naik lagi. Ini diambang batas udah naiknya," ucapku lemah sambil mengaduk salad yang aku pesan. "Udah ah, Ra. Nggak usah mikirin tentang berat badan lo. Kan ada sinetronnya. Apa tuh judulnya? em....Big is Beautiful. Iya bener itu," ucap Mia mengucapkan salah satu judul sinetron yang pernah tayang disalah satu stasiun tv swasta. "Itu sih menurut kalian. Lo berduakan sahabat gue, tapi menurut orang lain tetep aja Thin is Beautiful, lagipula di sinetron itu cewek gendutnya jadi kurus baru disukain sama cowok, iya kan?" ucapku mulai kesal. "Owh.., jadi masalah nya ini Cowok." Mia menganggukkan kepalanya "Ora, Ora kenapa emang? ada cowok yang kamu taksir, ya?" ucap Astrid  menahan ketawanya. "Ng-nggak, Ng-gak ada, kok." Aku melambaikan tangan. Masa iya aku udah suka sama cowok yang baru aku lihat tadi. "Ora, lo tu nggak gendut, Say cuma agak…"  Astrid menggantungkan ucapannya lalu meneliti seluruh tubuhku. "Agak apa?" tanyaku mendekatkan kepala kearahnya. "Ehm... sedikit berisi," ucapnya membuat gambaran bentuk tubuhku dengan kedua tangannya membuatku cemberut kesal " Ja ... hat.” Aku menekuk wajah memandang kedua sahabatku yang asyik terkekeh melihat wajah kesalku. "Beneran nggak mau makan?" tanya Astrid menyodorkan lasagna yang kubalas dengan gelengan. "Beneran? padahal ntar gue bakalan ngajak lo nge- gym loh, Ra?" ucap Mia  menatapku penuh arti. Mendengar ucapan Mia mukaku yang tadi menekuk mulai kembali terangkat dengan senyum sumringah yang kembali menghiasi wajahku. "Beneran, ya?" ucapku semangat mengacungkan garpu salad kepada mereka. “Janji, lo. Jangan pake bo'ong," lanjutku. "Iya janji. Makan dulu ini. Pegel tangan gue kayak gini terus," ucap Astrid  menggerakan sendoknya membuatku tersenyum senang. Dengan cepat aku memakan lasagna yang disodorkan sahabatku dengan hati bahagia. Senyum tak hilanghis dari wajahku saat memakan makanan itu.  Aku memainkan hidungku saat Mia membersihkan serpihan lasagna di pinggir mulutku dan Astrid terus menyuapiku dengan makanan yang kami pesan tadi. Aku benar-benar bersyukur mempunyai kedua sahabat yang begitu mengerti diriku seperti mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD