08. Malapetaka.

2521 Words
"Di mana Zanna?!" panik Leo, memasuki rumah yang ditempati Zanna. Di sana sudah ada Michael, pria itu langsung menunjuk ke arah kamar Zanna. "Dia sedang dalam pemeriksaan dokter." Tuturnya. "Kau yakin? Apa yang kau perbuat padanya?!" Tuduh Leo. "Ck, apa yang ada dalam otakmu? Aku tidak berbuah apapun. Jangan gila! Aku masih ingin hidup." Kesal Michael. Lisa mengelus pundak sang suami berusaha meredam emosi pria tersebut. "Tadi pagi aku ke sini, dan sudah melihat Zanna pingsan di ruang tamu. Aku tidak tahu apa penyebabnya." Jelas Michael. Mereka bertiga pun menunggu hasil pemeriksaan di luar kamar Zanna. Tak berapa lama dokter yang memeriksa Zanna keluar. "Dok, apa yang terjadi pada adik saya?" Tanya Lisa menggebu. Doktrin itu tersenyum dan hal semakin membuat mereka bertiga bingung. "Nyonya Zanna baik-baik saja. Dia hanya kelelahan dan butuh istirahat. Setres berlebihan tidak baik bagi kandungannya." "Apa?!" Syok mereka bertiga bersamaan membuat sang dokter terkejut. "Apa anda suami pasien?" Tunjuk dokter itu ke arah Michael. Michael memelototkan matanya sembari menunjuk dirinya sendiri. "A-aku?" Leo segera menyikut lengan Michael dan tersenyum paksa. "Ah, benar Dok. Dia suami Zanna, adikku ini jika terlalu bahagia terkadang suka mendadak bodoh." Kekeh Leo. Michael hanya melongo dibuatnya. Setelah memberikan resep obat dokter itu akhirnya pergi dari kediaman Zanna. Leo mengusap rambutnya kebelakang. "Kenapa harus terjadi?" gumamnya. Lisa hanya bisa menenangkan sang suami. Dia tahu apa yang dirasakan pria nya ini, namun semua sudah terlanjur tak ada yang perlu di sesali. Mereka bertiga masuk ke dalam ruang kamar Zanna. Terlihat sosok wanita itu tengah duduk bersandar di kepala ranjangnya dengan wajah menunduk. "Zanna, apa kau baik-baik saja, hm?" lembut Lisa. Zanna mengangkat wajahnya dan menatap wajah Lisa. "Apa yang harus aku lakukan?" lirihnya. Lisa tersenyum dan memeluk tubuh Zanna. "Cukup rawat calon anakmu, ada kami yang akan selalu ada untukmu. Jangan takut." Bisik Lisa. Zanna tersenyum sembari menangis haru, tak pernah menyangka jika banyak orang baik yang mengelilingi hidupnya. "Terimakasih, terimakasih banyak." Zanna menoleh ke arah Leo dan Michael yang nampak mengobrol. Mereka terlihat sudah saling mengenal lama. "Apa kalian sudah Pernah bertemu?" Tanya Zanna. Mereka berdua tersentak dan saling memandang canggung. Tak ada yang perlu mereka tutupi lagi dari Zanna. Perlahan Leo menjelaskan siapa sosok Michael. Berharap Zanna bisa mengerti dan memahami tujuannya. Zanna semakin menangis, bukan karena kecewa dengan kebohongan Leo, dia justru semakin terharu. Karena Leo melakukan hal sejauh ini demi menjaga dirinya. . . . Satu Minggu berlalu, Dareen semakin hilang akal. Bahkan kedatangan Friska pun tak mampu menenangkan dirinya. Pria hanya menghabiskan hari-harinya di dalam kamar dengan ditemani minuman keras. Di dalam otaknya hanya ada Zanna, dan Zanna. Bayangan wanita cantik itu terus saja membayangi hari-harinya. Bahkan dia sering berhalusinasi, setiap melihat barang yang sering di sentuh Zanna, dia juga melihatnya sosok tersebut namun dalam sekejap menghilang. "Zanna!! Kau di mana?!! Kenapa kau pergi, hah?! Apa aku terlalu menyebalkan?!" Teriaknya, lalu tertawa terbahak-bahak. Keluarga Dareen tak sanggup menenangkan putranya, mereka juga sibuk mencari keberadaan Zanna yang sekarang entah dimana tak ada yang tahu. . Kak, aku ingin jalan-jalan ke kota, rasanya aku sangat bosan berada di dalam rumah terus, aku hanya ingin berjalan-jalan sebentar saja," rengek Zanna. "Apa?! Jalan-jalan ke kota? Apa aku tidak salah dengar?!" sahut Lisa menyelidik. Ada rasa terkejut di dalam hatinya, kenapa tiba-tiba saja wanita ini ingin pergi ke kota? Batinnya. "Tidak Kak, kamu tidak salah dengar," Zanna mengerucutkan bibirnya, semenjak wanita itu mengandung moodnya sering kali berubah-ubah. Wanita itu lebih sering merajuk jika keinginan nya tidak terpenuhi. "Astaga, apa kamu tidak berpikir? Bagaimana jika b******n itu menemukan mu? Apa yang akan kamu lakukan, hah?!" jengah Lisa pada akhirnya. Sungguh, ia tak dapat menebak apa isi otak wanita ini. Dia hanya takut jika Dareen menemukan keberadaannya. "Aku akan berusaha bersembunyi dari nya Kak, aku sangat membencinya, aku tak ingin bertemu dengan nya lagi," rajuk Zanna. Wanita ini sangat sulit untuk diatur. Lisa mengurut pangkal hidung nya, rasanya percuma saja menghentikan wanita keras kepala ini. Ia hanya khawatir pada Zanna, ia takut jika sampai Dareen menemukan keberadaannya dan melakukan hal yang tidak-tidak. Padanya Lisa mendapat informasi dari sang suami jika Dareen sedikit kehilangan akal. 'Zanna andai kamu tahu, Dareen tidak bisa diremehkan. Dia bukan lah orang biasa seperti yang kau pikirkan. Dia bisa melakukan apa saja dia inginkan.' gumam Lisa. "Tidak, aku tidak mengijinkanmu pergi!" ketus Lisa, ia terpaksa membentak wanita itu demi kebaikannya. Bukan Zanna nama nya jika ia harus menyerah begitu saja. "Kakak, boleh ya ... Kak, boleh ya Kak," zannu mengguncang lengan Lisa, bak anak kecil yang merengek minta di belikan permen. Lisa memutar bola matanya, jika begini ia tidak bisa berbuat apa-apa selain mengucapkan kata 'iya'. Menolak permintaan Zanna sama saja dengan mencari masalah hidup. "Hah, iya ... iya, tapi kamu harus janji jaga dirimu baik-baik dan cepat hubungi Kakak jika terjadi sesuatu padamu, ok," peringat Lisa dengan senyum manis nya. Walau dalam hati nya yang paling dalam, terbesit rasa khawatir. Entah mengapa ia merasa akan ada hal buruk yang akan menghampiri wanita polos itu. Keesokan harinya, hari yang paling di tunggu-tunggu oleh Zanna. Pagi-pagi sekali ia berangkat ke kota tanpa pengawasan Lisa tentunya, karena ia hanya pamit sebentar. Tapi tidak, wanita itu begitu ceroboh, ia malah pergi mengunjungi apartemen yang pernah ia tinggali dulu. Apartemen yang pernah diberikan oleh Dareen untuknya. "Ah, nyaman nya ... masih tetap seperti dahulu ternyata tidak ada yang berubah," ucap Zanna sambil mengelilingi ruangan itu. "Baby ... ini rumah kita, mulai sekarang kita akan tinggal di sini tanpa merepotkan Kak Lisa lagi," gumamnya sambil mengelus perut datar nya, karena memang masih memasuki bulan ke dua. Ia mulai bisa menerima keberadaan janin dalam perut nya jika kalian tau. Katakanlah jika Zanna begitu bodoh, ia diam-diam ingin meninggalkan apartemen barunya, dengan alasan tidak ingin merepotkan kakak angkatnya itu. Tanpa tau ada bahaya yang mengintainya. Dan sekarang malah tinggal di tempat ini, ayolah ... wanita ini benar-benar sangat sulit untuk dimengerti. Meski Dareen tak tinggal di apartemen cadangan itu, melainkan di rumah kedua orang tuanya. Jika kalian mengira Lisa tidak tau, itu salah besar. Wanita itu sudah mengetahui semua rencana Zanna, ia sudah terlatih untuk masalah kecil seperti ini. Ia sengaja membiarkan wanita itu pergi, ia hanya ingin tau seberapa kuat Zanna menghadapi masalah nya sendiri. Terkadang Lisa merutuki kepolosan Zanna yang menjerumus bodoh itu. Seseorang sangat sulit untuk diatur, biarkan dia merasakan apa yang sudah menjadi pilihannya saat ini. Biarkan dia belajar berpikir dari kecerobohan yang pernah ia lakukan. Lisa, wanita cantik berpawakan atletis, keturunan blasteran China-Jepang. Dilihat dari pawakannyq gadis itu ketara sekali kalau dia suka melatih otot tubuhnya. mungkin wanita itu lebih pantas menjadi seorang atlet atau pun sebagai bodyguard wanita dibanding sebagai istri dari pri yang bernama Leo. Terlihat wanita itu sedang berdiri dengan angkuhnya, wanita yang tak lain adalah Lisa, melihat layar monitor lebar yang terpampang di hadapannya, sambil menyesap sekaleng minuman dari tangannya. Wanita itu menyunggingkan senyumnya, kedua netranya tak lepas dari gambar bergerak yang tertera di layar monitor itu. 'Zanna ... sampai kapan kamu akan mencoba menjauhiku, kamu ingin mencoba hidup sendiri? Baiklah ... cobalah untuk menjalani hidupmu seperti yang kau inginkan, jangan menjadi wanita lemah.' Ya! Lisa, wanita itu sedang memantau Zanna dari dalam kamar pribadi nya. Lisa sudah memperkirakan jauh-jauh hari, ia tau jika Zanna pasti akan kembali ke apartemen yang sempat di tinggali nya dulu. Jadi, Zanna lebih dulu bergerak cepat untuk memasang kamera penyadap di setiap sudut ruang apartemen tersebut. Dan sesuai dugaannya, Zanna benar-benar kembali ke tempat itu, pemikiran wanita itu terlalu gampang untuk di tebak. Batin Zanna. Dulu dia yang ingin pergi dari hidup Dareen dan sekarang kenapa dia ingin kembali di saat pria itu sudah berubah drastis. Selang beberapa menit, phonesel Lisa bergetar, menandakan ada yang menghubunginya, ia segera melihat layar benda itu dan terkekeh seraya menggelengkan kepalanya. 'Sudah ku duga, kamu tetap lah anak kecil yang selalu ingin ku jaga, Zanna.' Ya! Zanna yang menghubungi Lisa, entah lah mungkin wanita itu merasa bersalah karena telah membohongi kakak angkat nya. Lisa menggeser tombol berwarna hijau di layar benda pipih yang ada di telapak tangannya dan menempelkan nya di telinga kanannya. "Iya, Zanna, ada apa menghubungiku, hm? apa kamu butuh sesuatu?" tanya Lisa dengan santai nya. Sungguh Lisa hanya bisa menahan tawanya melihat ekspresi bingung Zanna di layar monitor itu. "Kakak, kenapa Kakak tidak marah padaku?" bingung Zanna. "Kamu ingin aku memarahi mu begitu?" "Ti-tidak, tapi aku telah membohongi mu. Seharusnya kamu marah dan memakiku," cemberut Zanna. Lisa menggigit bibir bawahnya menahan gemas pada wanita itu. "Hah, percuma aku memarahimu, sekalipun aku mencegah mu pergi, kamu tetap akan melakukan nya," ucap Lisa terlalu hafal dengan sifat wanita itu. Zanna tersenyum dan mengangguk, walau ia tau Lisa tidak akan melihat nya. Ah! Dia salah nyatanya Lisa selalu memantau setiap gerak geriknya. "Bagaimana keadaan baby?" tanya Lisa selanjutnya. "Dia baik Kak, aku berjanji akan selalu menjaganya." ucap Zanna sambil mengelus sayang perutnya. Lisa tersenyum lega, akhirnya wanita itu mau menerima kehadiran anaknya. "Jangan lupa makan yang teratur, jaga kesehatanmu," pinta Lisa. "Iya Kak, pasti, jaga dirimu baik-baik Kak. Aku menyayangimu," ucap Zanna dengan riangnya. Dan mengakhiri panggilan telphonya. Lisa memandang nyalang kearah layar yang menampilkan Zanna di hadapannya. 'Kamu yang seharusnya menjaga dirimu Zanna. Aku akan memantau keadaan mu dari sini. Aku hanya berharap jika Dareen tidak akan menemukan mu dalam waktu dekat, meski aku tidak begitu yakin.' Lisa mensecroll nomor kontak di layar phonesel nya dan menekan salah satu seri nomor itu, guna menghubungi nya. Tak berapa lama hubungan telphone itu tersambung. "Bagaimana?" tanya Lisa tanpa basa-basi. "Sesuai dugaan mu, dia telah berhasil melacak keberadaan Zanna," ucap suara pria itu dari dalam phonesel. Lisa menyunggingkan sebelah bibir nya. "Jadi, apa kita perlu bertindak sekarang?" tanyanya. "Ku rasa jangan dulu, biarkan dia melakukan apa yang ingin dia lakukan, jika kita langsung bertindak, aku takut identitas kita akan terbongkar. Musuh kita bukan lah orang sembarangan jika kau lupa." peringat pria itu. "Baiklah, terus awasi pergerakan nya jangan sampai mereka menyakiti Zanna." Lisa hanya terkekeh mendengar omelan pria di sebrang sana, begitu jarang ia mendengar pria itu berbicara banyak seperti saat ini. Beberapa menit kemudian Lisa memutuskan sambungan telphonya, dan kembali memantau adik kesayangannya, a.k.a Zanna. . . Sedang di tempat lain, tepatnya di sebuah kantor perusahaan milik keluarga Dareen. Dareen terduduk dengan sombongnya, sambil mendengarkan earphone yang sudah tersambung dengan phoneselnya. Senyuman sinis tercetak jelas di bibir pria itu, kala mendengar laporan dari anak buahnya. "Hallo, Tuan, saya sudah menemukan keberadaan nya," lapornya. Dareen tersenyum penuh kemenangan. "Bagus, kerja bagus. Aku akan memberikan bonus untuk mu," ucap Dareen begitu bahagia. 'Tunggu kedatanganku babee ... aku akan menjemputmu dan menjadikan mu milik ku lagi.' Dareen tersenyum evil sambil memainkan bolpoin di atas meja kerja nya. Tiba-tiba Leo masuk tanpa permisi di iringi sahabat lain yang mengekor masuk di belakangnya, membuat hayalan pria itu hilang seketika. "Reen, kelihatannya kau sedang bahagia, apa yang membuat mu sangat bersemangat seperti itu?" tanya Leo penuh selidik, sedang pria lain di samping Leo hanya sedikit melirik ke arah mereka berdua enggan untuk ikut campur. Dareen diam sejenak, sedikit malas untuk menjawab pertanyaan sahabatnya nya. "Aku menemukan nya," satu kalimat pendek yang mampu membungkam, Leo saat itu juga. Dareen mengernyitkan dahi nya kala melihat gelagat Leo yang terlihat begitu aneh. Seperti nya ada yang tidak beres dengan sahabatnya, batinnya. Hingga ia mencoba bertanya kepada pria itu. "Kenapa dengan mu, Leo? Apa kau tidak suka? Aku menemukan Zanna?" tanyanya dengan nada sedikit meremehkan. Leo sedikit gugup, lalu menjawab. "Tentu saja aku sangat bahagia, ngomong-ngomong dimana kau menemukan Keberadaan Zanna?" tanya nya lagi. "Kau tidak perlu tahu, itu bukan urusanmu!" ketusnya. Membuat Leo naik darah, ia merepal erat kedua tangannya guna melampiaskan emosi. Zanna merasa penat berada di dalam apartemen. Ia berniat ingin pergi ke taman untuk sekedar mencari udara segar, sekalian membeli cemilan. Semenjak ia mengandung ia jadi hoby ngemil. Zanna melihat jajaran snack di rak minimarket, seketika kedua matanya berbinar dan dengan cepat mengambil camilan itu dan memasukkannya ke dalam keranjang. Setelah nya ia pergi menuju taman dengan senyum cerah nya. Sesampainya di taman itu, Zanna segera duduk di kursi panjang berwarna putih, seraya membuka salah satu camilan yang baru saja di belinya. Dengan santai wanita itu menyuapkan setiap potong makanan ringan tadi ke dalam mulutnya, ada yang sedikit aneh dengan hari ini. Karena tidak ada satu orang pun yang berada di tempat itu, namun Zanna tidak mau ambil pusing, mungkin orang-orang sedang sibuk bekerja, begitu fikirnya. Wanita itu tetap melanjutkan acara makan nya, tanpa menyadari ada sosok pria yang memandang nya dengan begitu minat di belakang nya. 'Kau akan menjadi milikku, dan tidak akan pernah ku lepas lagi sayang'. "Ehem.." dehem pria itu, yang tidak lain adalah Dareen. Yang entah sejak kapan sudah berdiri tegap dengan bersilang d**a di belakang Zanna. Jangan tanyakan bagaimana keadaan wanita itu, ia begitu syok reflek menjatuhkan cemilan di tangan nya, kedua matanya membola lebar. Suara itu begitu tidak asing di pendengaran nya, suara orang yang selama ini selalu ingin ia hindari. Rasa takut kembali menjalar di sekujur tubuhnya, berlahan Zanna membalikkan badannya, raut wajah nya sudah pucat pasi. Seakan jantung nya berhenti berdetak, rekaman tentang Dareen melecehkan nya kembali terputar di dalam otaknya begitu nyata, begitu jelas tanpa editan sedikit pun. "Ka-kau, kenapa kau disini?," gagap wanita itu, di iringi keringat dingin yang mulai mengalir dengan deras nya membanjiri wajah cantik nya. "Tentu saja aku ingin membawamu kembali bersama ku, Sayang." ucap Dareen dengan nada datar nya. Membuat Zanna bergidik ngeri, wanita itu gemetar dan berlahan mundur siap melarikan diri, namun sialnya kedua pengawal Dareen sudah siap siaga di belakang nya dan dengan cepat mencekal kedua lengan Zanna. "Lepas!! Aku ingin pergi, aku tak ingin kembali pada pria b******n seperti mu!!" teriak Zanna begitu marah. "Ssstttt ... jangan berteriak sayang, nanti tenggorokan mu bisa sakit, cukup diam dan kembali padaku, oke. Karena aku tidak akan melepaskan mu," desahnya sambil mengusap bibir Zanna penuh hasrat. Zanna hanya bisa terisak pilu, seakan kejadian beberapa bulan yang lalu kini terulang kembali, sekuat apapun diri nya memberontak semua akan berakhir sia-sia. "Kak lisa, tolong," lirihnya memanggil nama sahabat nya, sebelum sebuah sapu tangan membekap hidung dan mulut nya, hingga berlahan wanita itu kehilangan kesadaran. Sedang di tempat lain, Lisa hanya mondar mandir tak tentu arah, menghubungi seseorang namun tak kunjung dijawab. Jujur ia sangat gelisah saat ini, karena tiba-tiba ia kehilangan jejak Zanna, memang dia memasang sebuah GPS di kalung wanita itu, yang sengaja ia desain kusus untuk Zanna. Tapi kenapa benda itu tiba-tiba tak berfungsi? Apa kalung itu jatuh? Bagaimana bisa jatuh? Apa Zanna sedang dalam bahaya. Batinya tak tenang. Setelah sekian lama, akhirnya panggilan nya terhubung dengan pria yang ia hubungi tadi. "Apa kau sudah memeriksa keadaan Zanna?" tanya Lisa menggebu-gebu. "Aku kehilangan jejak nya, Dareen membawa Zanna entah kemana, aku tidak bisa melacak keberadaan nya, aku yakin bahwa dia membawa Zanna ke suatu tempat yang jauh dari jangkauan internet." "Sial! Bagaimana ini bisa terjadi, kau ceroboh. Sudah ku bilang jaga wanita itu baik-baik. Tapi apa yang terjadi, arrgghh," Lisa meraung frustasi. "Dia begitu cerdik, di berhasil bukan hanya mengelabuhi ku namun juga mengelabuhi keluarga nya," tutur pria itu dari sebrang. "Aku tidak mau tau, kerahkan anak buah mu dan temukan Zanna secepatnya," perintah nya mutlak, dan mematikan sambungan sepihak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD