15. Seseorang Yang Disukai

1243 Words
Bab 15  Beberapa hari setelah curahan hati Ika, akhirnya Deby merasa terganggu juga pada sosok bernama Fahri. Meski Ika bilang tidak ada gunanya menyalahkan orang lain, tetap saja secara tidak langsung Deby agak terbawa kesal dengan orang bernama Fahri itu. Karena keisengan kecil baginya telah menyebabkan akibat berdampak buruk untuk hal penting bagi seseorang. Di kegiatan ekskul Salman dan Fahri memang terlihat sangat dekat dan selalu bersama. Salman pribadi yang tenang dengan pembawaan santai, dan ia sangat pintar dalam pelajaran peringkat satu di angkatannya. Mungkin hal itu yang membuat Salman populer di antara teman-teman lain. Salman tidak pernah terlihat sendiri, juga tampaknya akrab dengan banyak orang. Satu hal yang Deby sadari setelah mengamatinya selama kegiatan ekskul adalah selera humor Salman sangat buruk. Mungkin faktor alasan satu ini yang membuat teman-teman senang menggodanya. Fahri menangkap Deby yang tengah memperhatikan lingkaran pertemanan mereka dari tempat di mana Deby duduk sendiri. Terlalu terlambat untuk Deby mengalihkan pandangan mata, jika ia melakukan itu akan terlihat sangat jelas bahwa ia bersalah. Fahri berjalan menghampiri Deby. “Lo kenal Ika ‘kan? Gue denger lo temannya.” Fahri mengajak bicara Deby lebih dulu. “Terus?” Deby malas bersikap ramah. “Gue Fahri, teman Ika juga.” Deby baru tahu hal ini, bahwa Ika berteman dengan Fahri. Sejak kapan dan bagaimana, yang tidak bisa Deby mengerti mengapa Ika mau saja berteman dengan seseorang yang telah membuat rencananya hancur total. “Gue baru dengar tuh!” Deby bersikap ketus, ada rasa kesal karena Ika tidak pernah bercerita padanya. “Oh ya? Mungkin gue malah lebih dekat sama Ika ketimbang lo. Ika pasti susah temanan sama orang penyendiri kaya lo.” Selesai berucap seperti itu Fahri pergi meninggalkan Deby. Seketika Deby semakin emosi sekaligus tersingggung. Siapa Fahri berani menilai dirinya. Dalam kamus hidup Deby, semua orang itu pasti berbeda. Ada seseorang seperti Fahri Kusuma yang aktif, enerjik, ceria, mudah berteman. Ada seperti Salman Faris yang baik, polos, cerdas, diberkati otak encer dalam memahami pelajaran dengan mudah. Dan ada juga seperti Deby Anggara yang merasa nyaman berada dalam lingkupnya sendiri. Dengan kekecewaan besar dan amarah Deby mendatangi Ika keesokan harinya saat waktu istirahat siang di sekolah. Ingin bertanya langsung kepada orang yang bersangkutan, juga sekaligus mengeluarkan keluh kesahnya tentang sikap Fahri. “Sejak kapan lo jadi teman sama Fahri? Gue baru dengar sekaligus kecewa karena gak tahu sama sekali, dan itu nyebelin!” Datang-datang Deby bermuka masan bertemu Ika, tapi Ika tidak terlihat bingung dengan sikap Deby itu. Ia malah terlihat cukup santai. “Belum lama ini kok. Dia datang ke gue minta maaf soal permasalahan coklat itu. Karena anaknya asik gue jadi dekat sama dia.” Jawab Ika kalem tanpa memperdulikan suasana hati Deby. “Apa gak semudah itu lo maafin orang?” Protes Deby, sementara dirinya masih merasa kesal dengan kejadian coklat itu. “Intinya, orangnya sendiri udah minta maaf langsung kok. Kenapa lo marah sih? Apa karena apa yang Fahri bilang ke lo?” Pancing Ika tersulut emosional. “Maksud lo?” Tanya Deby dengan nada sedikit meninggi. “Dari yang gue dengar, dia ajak lo kenalan tapi lo gak sebutin nama lo balik. Dia jadi sengaja bikin lo kesel.” “Sial, itu orang satu memang suka cari gara-gara ya! Kok mulutnya ember banget.” Gerutu Deby dalam hati. “Kalian ‘kan satu ekskul. Cobalah berteman juga sama dia, bagus ‘kan punya banyak teman bisa bantu lo kalau punya masalah.” Saran Ika pada Deby. Deby hanya diam, masih merasa kesal. Lagi pula sulit sepertinya untuk Deby dan Fahri berteman. Kesan pertama mereka sudah terlanjur buruk sejak awal. Deby tidak berniat berteman dengan seorang teman yang berkarakter jauh, sangat bertolak belakang dengan dirinya. Karena itu hanya akan membuatnya sulit, menimbulkan kontrakdisi, dan berakhir dengan membandingkan diri. *** Deby memang selalu terlihat sendiri saat mengikuti ekskul, hal itu karena Deby belum bisa akrab dan merasa nyaman dengan teman satu ekskulnya. Mungkin hal itu juga yang menarik perhatian Fahri pada sosok Deby yang selalu sendiri. Fahri akui mungkin cara pendekatannya kemarin tidak membuahkan hasil seperti apa yang ia harapkan, mungkin karena menggunakan cara yang salah. Satu hal yang pasti, Fahri tidak ingin menyerah untuk bisa berteman dengan semua orang. Termasuk Deby yang merupakan teman satu ekskulnya, teman dari kelas sebelahnya, juga teman dari teman akrabnya. Kali ini pun saat kegiatan ekskul Fahri kembali mencoba untuk bisa memulai percakapan dengan Deby. Dengan metode sok kenal sok deket. Fahri hanya belum mengetahui cara ini pun adalah satu cara yang tidak Deby sukai. Percobaan kedua Fahri. “Tempo hari gue becanda kali, abis tampang lo kelihatan kaya yang lagi marah mulu.” “Tampang gue memang udah begini bawaan dari sononya kali.” Batin Deby dalam hati. Fahri mencoba mencari topik yang bisa membuat Deby tertarik untuk bicara dengannya. “Apa Ika udah lama suka sama Salman?” Deby mendelik tajam menatap Fahri, berpikir mengapa orang satu ini bisa sangat semenyebalkan itu. Karena cara Fahri mengangkat pembicaraan tentang privasi hubungan orang lain dengan mudahnya seperti ini, Deby sangat tidak suka. “Kalau mau sembarangan ngomong, coba liat dulu TPO.” Gertak Deby pada Fahri masih dengan sikap juteknya. Fahri memasang wajah tak bersalah. “Kenapa? Masalahnya apa?” Deby malas meladeni sehingga Fahri diabaikan, tanpa mendapat jawaban dari pertanyaannya. Tidak ingin mengakhiri pembicaraan hanya sampai di sana, Fahri kembali secara sadar dan sengaja memprovokasi Deby dengan kata-kata lain. “Aah! Karena Salman ada di sini?” Fahri kali ini bicara dengan sedikit meninggikan suara dari sebelumnya membuat orang sekitar berpaling pada mereka, termasuk Salman yang mendengar namanya disebut. “Lo manggil gue? Kenapa Ri?” Tanya Salman. Namun Fahri hanya melempar senyuman pada Salman sebagai jawaban. Deby tidak ingin membuat suasana lebih aneh dan keadaan semakin buruk, ia berlalu pergi meninggalkan tempat itu tanpa berkata apa pun. Menjadi pusat perhatian, bagi orang penyendiri seperti Deby keadaan itu adalah situasi terburuk. Saat Deby berlalu pergi dari sana, Fahri kembali menyadari telah menggunkan cara yang salah, hasil seperti ini tidaklah berbeda dengan apa yang dilakukannya terakhir kali. Hanya saja terakhir kali Fahri yang pergi lebih dulu mengakhiri pembicaraan dan kali ini Deby yang berlalu pergi meninggalkannya tanpa sepatah kata. Fahri kembali pada kumpulan teman-temannya di mana Salman juga berada di sana. Masih merenungkan perbuatan yang telah dilakukannya sesaat lalu. “Lo kenapa ‘dah? Kenapa bawa-bawa nama gue?” Sekali lagi Salman bertanya ingin mendapat jawaban serius dari Fahri. “Itu takdir dari orang populer, nama lo akan sering disebut sampai kuping lo gatel juga hidung lo bersin-bersin.” Canda Fahri yang memang sifatnya selalu berkelakar, sulit untuk diajak serius. “Sendirinya kaya gak populer aja. Hayo ngaku! Berapa banyak cewek yang udah ajak lo pacaran?” Serang Salman sangat acak dengan topik yang tiba-tiba muncul. Dengan cengiran di wajah percaya diri Fahri membantah, kedua hal itu jelas menunjukkan kontradiksi. “Apaan?! Gak ada kali!” “Ya-ya, gak ada yang lo terima cintanya maksud lo?! Karena lo udah punya cewek yang lo taksir?” Kini Salman berbalik yang menggodanya, Fahri hanya diam seolah membenarkan. Apa yang Salman katakan benar, jika dirinya populer karena otak yang cerdas. Maka Fahri populer dan dikenal sebagai teman yang ramah, asik, ceria, selalu tersenyum dan tertawa, tidak segan membantu teman dan setia kawan. Jelas karena kepribadiannya yang memiliki nilai plus, Fahri digandrungi teman-teman baik laki-laki atau pun para gadis. Juga tampaknya sudah menjadi rahasia umum di kalangan teman-teman terdekat Fahri bahwa memang benar ada seorang gadis yang sudah disukainya entah secara terang atau pun sembunyi. ***bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD